DIKSI.CO, SAMARINDA - Meskipun pandemi melanda Indonesia nyaris sepanjang tahun 2020 hingga memasuki 2021, praktik kebijakan, kriminalisasi, perampasan ruang hidup hingga kekerasan disebut Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) teroganisir terus terjadi.
JATAM mencatat dan merekam bagaimana sebuah mesin besar ini beroperasi. Tak heran jika kini Indonesia sedang dirundung sesuatu yang dapat disebut secara umum sebagai kejahatan korporasi-negara.
"Kejahatan yang diakibatkan keterkaitan antara kebijakan pemerintahan dan praktik korporasi komersial," ujar Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, di Djong Book & Coffe Jalan Perjuangan 2, Samarinda Utara, Senin (25/1/2021).
Untuk itu di awal 2021 tersebut, JATAM kembali akan mengabarkan catatan dan proyeksi awal tahun.
Catatan dan proyeksi JATAM ini menurut Rupang sapaannya bisa menjadi refleksi dan evaluasi bersama apa yang telah terjadi sepanjang tahun 2020.
"Proyeksi ini bisa dijadikan acuan bagi kelompok masyarakat sipil dalam kampanye dan advokasi ke depan, maupun juga rujukan bagi pengambil kebijakan," imbuhnya.
Selain jumpa pers dengan tetap menjalankan protokol kesehatan (prokes). JATAM mengundang untuk hadir secara virtual dalam webinar Peluncuran Catahu dan Proyeksi JATAM 2021 tersebut.
Rupang memulai menyoroti keterlibatan BUMN dan BUMD serta perusahaan terkait yang turut melanggar, dengan mengeluarkan izin pemanfaatan lahan untuk fasilitas kawasan industri secara serampangan.
"Pelanggaran itu satu diantaranya adalah izin pelabuhan Kariangau," ungkapnya.
Sepanjang satu tahun terakhir JATAM mencatat, industri pertambangan batu bara di bagian hulu merampas sumber daya alam (sda). Namun sisa lubang tambang juga, merenggut nyawa warga tak bersalah. Korban dua terakhir, ada di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Namun hingga kini, aktor kejahatan tersebut, belum diseret ke meja hijau.
"Kami sudah melapor ke Polda Kaltim terkait 2 kasus meninggalnya di lubang tambang. Tapi sampai saat ini, pelakunya belum ditetapkan polisi," sesalnya.
Tiga daerah yakni, Samarinda, Kutai Kartanegara dan PPU menurut Rupang lagi menjadi ladang pesta pora pemain tambang. Dengan menyisakan beragam kerusakan alam, ekosistem lingkungan dan perampasan ruang milik publik.
"Kukar, Samarinda dan PPU ini berstatus kawasan dengan lahan milik negara. Di Kukar saja, 160 ribu hektar total luasan kawasan hutan beralih fungsi. Ini sama saja praktik ilegal dengan pelanggar aturan," tambahnya.