DIKSI.CO, SAMARINDA - Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun beri klarifikasi terkait postingan media sosial pribadi miliknya yang memposting ulang pernyataan Pakar Hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita, yang dilansir dari media Beritasatu.com.
Dalam penggalan postingan berita tersebut tertulis, mereka yang tidak paham menganggap UU Cipta Kerja melemahkan dan menyengsarakan rakyat.
Padahal UU Cipta Kerja justru melemahkan dan menyengsarakan mafia, maladministrasi, korupsi, suap serta perilaku pemburu rente. Jadi, mereka yang demo kemarin sebenarnya membela para koruptor bukan membela buruh.
Samsun yang ditemui usai aksi Tolak UU Omnibus Law di kantor DPRD Kaltim itu membenarkan bahwa dirinya telah beberapa kali membuat postingan pribadi mengenai penolakan Omnibus Law.
"Saya memposting 1 hasil dari keterangan presiden. Penjelasan terkait 12 hoaks yang beredar di masyarakat. Presiden sudah menjamin bahwa isu itu hoaks," ujarnya.
Terbaru unsur pimpinan DPRD Kaltim ini memposting pernyataan tokoh intelektual terkait sisi lain UU Omnibus Law.
"Saya juga share tokoh intelektual bahwa UU Omnibus Law jangan diliat dari sisi pekerja. Ada juga sisi yang memutus mata rantai perizinan, kemudian memutus birokrasi sehingga menghilangkan kolusi dan korupsi. Itu juga harus dicermati," terang Samsun.
Samsun menyebut bahwa UU Omnibus Law yang baru disahkan lembaga DPR RI memiliki sisi positif dari sekian banyak isu negatif yang beredar.
"Harus dipahami juga oleh masyarakat Indonesia. Jadi jangan dari sisi negatifnya saja yang dilihat. Tapi sisi positif juga. Banyak hal yang positif sebenarnya," kata Samsun.
Namun ia membantah jika postingan pribadi miliknya adalah pertanda sikap lembaga Legislatif.
"Kita jangan kemudian mengeneralisir lembaga. Ini bukan kaitannya dengan sikap lembaga," tegas Samsun.
"Tapi ini pandangan saya seperti itu. Karena sudah ada penjelasan oleh pihak-pihak yang berkompeten," pungkasnya.
Sementara itu, Herdiansyah Hamzah, Dosen Universitas Mulawarman Samarinda menganggap bahwa adalah sebuah kekeliruan besar jika omnibus law RUU cipta kerja disebut mendukung pemberantasan korupsi.
Justru sebaliknya, omnibus law RUU cipta kerja itu dianggap malah melegalkan korupsi.
"Mulai dari ketentuan gratifikasi yang diperbolehkan, padahal UU Tipikor jelas mengatur gratifikasi sebagai tindakan suap. Hingga kerugian investasi akibat langkah-langkah yang diambil oleh lembaga pengelola investasi nantinya, tidak dihitung sebagai kerugian keuangan negara. Jadi dimana semangat anti korupsi omnibus law RUU cipta kerja itu? Saya kira kesimpulan yang menyebut yang demo sebenarnya membela koruptor, adalah penyataan konyol dan tidak berdasar. Itu seperti mempermalukan diri mereka sendiri. Ibarat meludah ke udara, terpercik muka sendiri," ucapnya.
"Sebab kalau mereka mau membaca dengan teliti draft yang beredar dengan versi manapun (baik yang tebalnya 1028 halaman, 905 halaman, 1035 halaman, ataupun 812 halaman), maka omnibus law RUU cipta kerja itu sepenuhnya melegalkan perampokan uang negara," ujarnya. (tim redaksi Diksi)