DIKSI.CO, SAMARINDA - Catatan panjang pelanggaran lingkungan menutup akhir tahun 2020. Dalam rilis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, penguasaan rakyat atas tanah lebih kecil dibanding perusahaan.
Jenis izin di wilayah Kaltim yakni, HGU 1,5 Juta hektar lebih, pertambangan 1,8 Juta hektar lebih. Lalu IUPHHK-HT 1,5 juta lebih dan IUPHHK – HA seluas 3,3 juta hektar lebih serta IUPHHK – RE 85,3 ratus hektar dengan total luas 8,3 juta hektar lebih.
Di Kaltim tahun 2020 disebut Direktur Walhi Kaltim, Yohana Tiko, banyak aksi bar-bar perusahaan menyerobot lahan adat bahkan hutan berstatus lindung dari pemerintah.
Arah pembangunan yang lebih mengedepankan investasi berakibat terhadap penyempitan wilayah kelola rakyat, sebaliknya penguasaan ruang produksi korporasi semakin meluas.
Hal ini berdasarkan hasil analisis kawasan hutan kaltim SK 718/Menhut-II/2014.
“Pemerintah hanya memberikan angan-angan kedaulatan untuk rakyat kaltim. Sementara penguasaan ruang lebih banyak dimiliki korporasi,” ujar Tiko sapaannya (30/12/2020) di buritan Pokja 30 saat jumpa pers bertema refleksi akhir 2020.
Selain itu Walhi turut menyoroti pembangunan bendungan Marangkayu dan Semoi. Dengan dibendungnya aliran sungai itu, berdampak langsung pada habitat Pesut Teluk Balikpapan.
Bahkan saat ini kata dia lagi, kawasan karst juga mulai mengalam deforestasi dan tambang di Kutim yang semakin ekspansif dan perluasan proyek ambisius KEK Maloy.
“Laju kerusakan alam semakin cepat pasca UU Ciptakerja nomor 11 Tahun 2020 disahkan,” ujarnya. (tim redaksi Diksi)