DIKSI.CO, SAMARINDA - Pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran (RUU Penyiaran) yang tengah disusun oleh DPR RI terus menuai sorotan tajam di seluruh Indonesia.
Tak terkecuali para jurnalis yang ada di Samarinda, Kalimantan Timur.
Sebab pada draft rancangan peraturan itu, aliansi jurnalis bersama mahasiswa dan sejumlah aktivis menilai adanya ancaman nyata tentang iklim demokrasi dan kebebasan pers yang hendak dikekang.
Sejumlah pasal multi tafsir dan sangat berpotensi digunakan oleh alat kekuasaan untuk membatasi kebebasan sipil dan partisipasi publik. Salah satu yang menjadi sorotan adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik.
Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.
Ketua AJI Samarinda Noffiyatul C memaparkan, di Kaltim sendiri, praktik jurnalisme investigasi masih diterapkan.
Seperti yang dilakukan kawan-kawan Klub Jurnalis Investigasi (KJI) di Samarinda dan Bontang pada 2023 lalu.
Mereka berkolaborasi melakukan peliputan investigasi dan menulis soal Smelter Nikel, PLTU Teluk Kadere, dan penggunaan Void tambang di Bontang untuk sumber air.
“Tanpa RUU Penyiaran pun, kerja jurnalisme investigasi sudah cukup berat. Maka dari itu, jurnalisme investigasi menjadi semacam level tertinggi praktik jurnalistik. Jangan lupa juga, praktik jurnalisme investigasi yang melegenda soal tambang emas Bre-X dilakukan oleh Bondan Winarno berangkat dari Busang, Kalimantan Timur,” papar Noffiyatul saat menggelar unjuk rasa di depan DPRD Kaltim, Kota Samarinda, Rabu (29/5/2024).
Kaltim yang kaya akan sumber daya alam berikut dengan masalah sosial, ekologis, dan agrarianya, perlu praktik jurnalisme investigasi untuk memastikan masyarakat di Kaltim mendapat ruang berbicara dan juga mendapat informasi.
“Maka dari itu, kita bersolidaritas. Melawan dari Kalimantan Timur,” sambung Noffi.
Sebagai pilar keempat demokrasi, media punya peran strategis dan taktis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat sebagai fungsi Watchdog. Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR bertolak belakang dengan semangat demokrasi dan menjadi polemik di masyarakat.
Hal ini tatkala draft naskah RUU per 24 Maret 2024 yang sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik. Rancangan tersebut tentu bermasalah dan patut ditolak karena bukan hanya mengancam kebebasan pers, tapi juga kabar buruk bagi masa depan gerakan antikorupsi di Indonesia.