Soroti Dugaan Ujaran SARA Anggota Dewan, Puluhan Mahasiswa Demo di DPRD Kaltim

DIKSI.CO — Dugaan ujaran yang kurang bijak dan mengandung unsur SARA oleh salah satu anggota DPRD Kaltim yang viral di media sosial kini menjadi sorotan publik tak terkecuali kalangan mahasiswa.
Menyoroti hal ini, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Penegak Keadilan (APPK) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi di depan Kantor DPRD Kaltim, Rabu (15/10/2025).
Koordinator aksi, Rizal, menjelaskan bahwa tuntutan mereka dilatarbelakangi oleh pernyataan politisi NasDem yang diduga menyinggung suku, agama, ras, dan antar golongan. Menurut Rizal, perilaku tersebut tidak hanya berpotensi menimbulkan keresahan publik, tetapi juga mencoreng kredibilitas lembaga DPRD sebagai wakil rakyat.
“Di Jakarta gaduh karena DPR RI berstatemen kurang bijak. Jangan sampai hal ini menimbulkan kegaduhan dan keresahan di publik,” kata Rizal saat berorasi.
Ia menambahkan, pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam menjaga sikap dan ucapan, khususnya terkait keberagaman.
Dari pantauan media ini, aksi berlangsung tertib, dan pihak sekretariat DPRD Kaltim melalui Kepala Sub-Bagian Fasilitasi Penganggaran dan Pengawasan (FPP), Ashari, menginformasikan bahwa Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim bersedia menerima perwakilan mahasiswa di Gedung E, tanpa membawa atribut demo.
Dalam press release resmi APPK Kaltim, mahasiswa menekankan bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat memang dilindungi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (3), namun ujaran yang mengandung SARA di media sosial dilarang dan dapat dipidana berdasarkan UU ITE No. 1 Tahun 2024 Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2). Dugaan pelanggaran oleh anggota DPRD berinisial AG ini, menurut aliansi, memiliki potensi memicu konflik horizontal serta mengganggu kondusivitas masyarakat.
Aliansi Pemuda Penegak Keadilan menuntut BK DPRD Kaltim untuk segera memanggil dan memeriksa oknum anggota dewan yang diduga melanggar kode etik dan menyebarkan ujaran SARA, serta memberikan sanksi tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, mereka mendesak Mahkamah Partai NasDem ikut memproses anggota dewan bersangkutan agar ada efek jera dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
“Etika pejabat publik melekat sejak mereka disumpah. Sumpah itu menuntut mereka menjaga ucapan, tindakan, dan kelakuan, serta taat pada hukum. Jika terlalu mudah mengucapkan kata-kata yang memicu kegaduhan, hal itu patut dipertanyakan,” tegas Rizal.
Sementara itu, pihak DPRD Kaltim menegaskan bahwa pertemuan dengan mahasiswa akan berlangsung tertib dan diawasi aparat kepolisian, sebagai upaya menjaga ketertiban dan kesopanan dalam menyampaikan aspirasi publik.
Dengan aksi ini, mahasiswa dan pemuda Kaltim berharap agar anggota dewan dapat lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di ruang publik dan media sosial, serta menjaga martabat lembaga legislatif yang mereka wakili.
Sorotan dari Delima Pemuda Lintas Agama
Sebelumnya pernyataan kontroversial dari seorang anggota DPRD Kalimantan Timur berinisial AG yang menyebut “orang luar daerah” juga menuai sorotan tajam dari Aliansi D’Lima (Delima Pemuda Lintas Agama).
D’Lima menilai pernyataan tersebut mencederai nilai kebhinekaan yang selama ini terjaga di Bumi Etam.
Dalam sebuah pertemuan di D’Bagios Café, Jalan KH Abdurrasyid, Samarinda Kota, pada Selasa (14/10/2025), D’Lima menilai pejabat publik semestinya berhati-hati dalam berbicara, apalagi di ruang digital yang mudah menyulut kegaduhan sosial.
D’Lima ini terdiri dari sejumlah organisasi kepemudaan lintas iman, antara lain GAMKI, Pemuda Katolik, GP Ansor, Pemuda Muhammadiyah, Nasiyatul Aisyiyah, Pemuda Hindu, Pemuda Budha, hingga Pemuda Konghucu.
“Cukup di Jakarta saja gaduh karena ucapan pejabat. Di Kaltim jangan sampai ada narasi yang memecah belah,” tegas Buchori Hasan, dari Komunitas Muda Nahdlatul Ulama Kaltim, menyinggung insiden serupa di ibu kota pada Agustus lalu yang memicu demonstrasi besar-besaran akibat ucapan tidak bijak pejabat publik.
Pernyataan AG yang menyinggung soal “orang luar” dianggap menyalahi prinsip dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi para pemuda lintas agama, setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk hidup dan bekerja di Kaltim tanpa perlu dipertanyakan asal daerahnya.
Perwakilan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Kaltim, Arianur, menyoroti dampak cepat dari pernyataan pejabat di media sosial terhadap generasi muda.
“Informasi di media sosial menyebar cepat. Sekali pejabat bicara tanpa bijak, dampaknya bisa luas. Jangan sampai menyinggung kelompok tertentu dan menimbulkan kegaduhan baru,” ujarnya.
Sikap itu diperkuat oleh Marianna Tukan dari Pemuda Katolik Kaltim dan Daniel A. Sihotang dari Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kaltim. Keduanya menegaskan, pernyataan pejabat publik yang mengandung unsur SARA tak bisa dibiarkan.
“Ucapan semacam itu mencederai nilai-nilai kebhinekaan yang selama ini menjadi kekuatan masyarakat Kaltim. Persatuan ini harus terus dijaga,” kata Daniel.
Dalam pernyataan resminya, Aliansi D’Lima Pemuda Lintas Agama Kaltim menyampaikan lima poin sikap sebagai bentuk keprihatinan dan dorongan moral kepada seluruh pejabat publik:
1. Menegaskan pentingnya semangat persatuan di Kaltim sebagai kekuatan utama menghadapi tantangan sosial, politik, dan ekonomi. Setiap bentuk ujaran bernuansa SARA harus ditolak karena berpotensi merusak tatanan sosial yang telah terbangun.
2. Mengutuk dan menyesalkan pernyataan anggota DPRD Kaltim yang mengandung unsur SARA, karena bertentangan dengan nilai kebangsaan dan melanggar Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang melarang penyebaran informasi berisi kebencian berbasis SARA.
3. Mendesak Badan Kehormatan DPRD Kaltim memeriksa serta menindak tegas anggota DPRD (AG dan AF) yang diduga melanggar Kode Etik DPRD, karena ucapan tersebut mencederai kehormatan dan citra lembaga perwakilan rakyat.
4. Meminta partai politik dan mahkamah partai memanggil serta memberi sanksi terhadap kader yang bersangkutan karena gagal menjaga marwah partai dan amanah jabatan publik.
5. Mengimbau seluruh pejabat publik dan tokoh masyarakat di Kaltim agar menjadi teladan dalam bersikap dan berbicara, menjaga keharmonisan sosial, serta tidak melontarkan pernyataan yang berpotensi memecah persaudaraan di daerah.
(tim redaksi)