Jumat, 22 November 2024

Soal Postingan Terkait Omnibus Law oleh Anggota Dewan, Koordinator Pokja 30: Wajar Tapi Menyakitkan Perasaan Publik

Koresponden:
diksi redaksi
Selasa, 13 Oktober 2020 4:19

Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo/ tribunkaltim.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Adanya anggota DPRD Kaltim yang beri status terkait Omnibus Law di media sosial juga memantik koemntar dari Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30, Buyung Marajo.

Buyung sampaikan bahwa upload yang dilakukan oleh anggota itu melekat pula pada pribadinya.

"Komentar itu jelas sebagai pribadi yang melekat jabatan publik sebagai anggota DPRD Kaltim. Apa lagi dia dari partai yang memang pendukung garis keras Omnibus Law, sepertinya kelihatan wajar tapi itu menyakitkan perasaan publik. Kalau UU itu banyak positifnya artinya tidak sebanyak dan semasif ini gerakan penolakan selama ini, apa lagi ini hampir setiap sudut negara ini dan dia harus sudah bisa menggunakan isi kepalanya untuk berpikir jernih dan tidak serampangan serta membabi buta seperti ini," ucapnya. 

Buyung juga sampaikan bahwa jika hanya share dari orang lain artinya dia (anggota dewan) juga tidak membaca isi dan esensi UU tersebut. 

"Yang dia lupakan dalam omnibus law tersebut itu ada 14 klaster yang diatur, selain ketenaga kerjaan ada pula seperti kewenangan daerah yang dicerabut, dampak keuangan daerah tentang dana bagi hasil SDA, perijinan investasi ekstraktif yang mudah dan rakus akan lahan sehingga bisa menjadi korupsi, konflik, kerusakan dan kriminalisasi rakyat yang menolak korporasi dan janjikan kesejahteraan semu," ucapnya. 

Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun beri  klarifikasi terkait postingan media sosial pribadi miliknya yang memposting ulang pernyataan Pakar Hukum dari Universitas Padjajaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita, yang dilansir dari media Beritasatu.com.

Dalam penggalan postingan berita tersebut tertulis, mereka yang tidak paham menganggap UU Cipta Kerja melemahkan dan menyengsarakan rakyat.

Padahal UU Cipta Kerja justru melemahkan dan menyengsarakan mafia, maladministrasi, korupsi, suap serta perilaku pemburu rente. Jadi, mereka yang demo kemarin sebenarnya membela para koruptor bukan membela buruh.

Samsun yang ditemui usai aksi Tolak UU Omnibus Law di kantor DPRD Kaltim itu membenarkan bahwa dirinya telah beberapa kali membuat postingan pribadi mengenai penolakan Omnibus Law.

"Saya memposting 1 hasil dari keterangan presiden. Penjelasan terkait 12 hoaks yang beredar di masyarakat. Presiden sudah menjamin bahwa isu itu hoaks," ujarnya. 

Terbaru unsur pimpinan DPRD Kaltim ini memposting pernyataan tokoh intelektual terkait sisi lain UU Omnibus Law.

"Saya juga share tokoh intelektual bahwa UU Omnibus Law jangan diliat dari sisi pekerja. Ada juga sisi yang memutus mata rantai perizinan, kemudian memutus birokrasi sehingga menghilangkan kolusi dan korupsi. Itu juga harus dicermati," terang Samsun.

Samsun menyebut bahwa UU Omnibus Law yang baru disahkan lembaga DPR RI memiliki sisi positif dari sekian banyak isu negatif yang beredar.

"Harus dipahami juga oleh masyarakat Indonesia. Jadi jangan dari sisi negatifnya saja yang dilihat. Tapi sisi positif juga. Banyak hal yang positif sebenarnya," kata Samsun.

Namun ia membantah jika postingan pribadi miliknya adalah pertanda sikap lembaga Legislatif.

"Kita jangan kemudian mengeneralisir lembaga. Ini bukan kaitannya dengan sikap lembaga," tegas Samsun.

"Tapi ini pandangan saya seperti itu. Karena sudah ada penjelasan oleh pihak-pihak yang berkompeten," pungkasnya. (*) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews