Sabtu, 23 November 2024

Sidang Perdana Kasus Rasuah Perusda PT AKU, Terungkap Adanya Perusahaan Fiktif

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Selasa, 1 Desember 2020 7:40

FOTO : Suasana sidang pertama kasus rasuah PT AKU yang digelar pada siang kemarin dan tanpa bantahan dari terdakwa/Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang kasus rasuah dengan penyerta modal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) kepada Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) akhirnya bergulir ke meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda pada Senin (30/11/2020) siang kemarin. 

Dalam sidang perdana dengan agenda bacaan dakwaan, terdakwa atas nama Yanuar selaku mantan Direktur Utama PT AKU, dihadirkan sebagai pesakitan. Terdakwa dihadirkan melalui sambungan virtual yang berada di rumah tahanan Polsek Samarinda Kota.

Didalam ruang sidang nampak Hongkun Ottoh selaku Ketua PN Samarinda, yang turun langsung untuk mengadili perkara ini. Hongkun Ottoh bertugas sebagai ketua majelis hakim didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta selaku hakim anggota.

Di dalam ruang sidang nampak dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Samarinda, Indriasari dan Sri Rukmini beserta tim penasihat hukum terdakwa. Mereka bernama Wasti, Supiyatno dan Marpen Sinaga.

Suara keras ketukan palu dari Ketua Majelis Hakim Hongkun Ottoh menandakan sidang perdana kasus korupsi penyertaan modal Pemprov Kaltim di buka secara umum. Sidang yang berlangsung diawali bacaan dakwaan dari JPU Indriasari dan Sri Rukmini.

Disebutkan, bahwa Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan angkutan darat telah mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp27 miliar pada medio 2003 - 2010. 

Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pertama, pemerintah menyetor Rp5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp15 miliar. 

Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya Nuriyanto Komisaris PT AKU menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. 

Dalam aksi keduanya, PT AKU dibuat seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan. Namun sembilan perusahaan tersebut fiktif, yang tak lain adalah bentukan kedua terdakwa. 

Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut.

Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp24 miliar. 

Terungkap, bahwa Nuriyanto tercatat sebagai direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif.

Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang sekitar Rp31 miliar. Cara Mark Up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. 

Akibat perbuatannya, PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus merugian sebesar Rp29 miliar. 

Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp2 miliar.

Atas perbuatannya itu, JPU menjerat Terdakwa Yanuar dengan pasal 3 Juncto pasal 18 undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 , Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Usai membacakan dakwaan, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Yanuar atas dakwaannya. Melalui kuasa hukumnya, terdakwa Yanuar tak menyangkal atas dakwaan yang dibacakan JPU dan tidak mengambil langkah eksepsi.

"Terdakwa tidak mengambil eksepsi, apa yang dibacakan JPU, terdakwa menerima. Jadi langsung masuk ke materi persidangan," ungkap Wasti Kuasa Hukum Yanuar ketika dikonfirmasi usai persidangan.

Atas pernyataan terdakwa, sidang pun ditutup dan akan dilanjutkan pada 7 Desember mendatang dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi. 

"JPU nanti dipersiapkan saksi-saksi yang akan dihadirkan. Karena tidak ada lagi yang dipertanyakan, sidang ditutup," tutup Hongkun. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews