DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang praperadilan dua mahasiswa atas dugaan penganiayaan serta kepemilikan senjata tajam akhirnya dapat digelar di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Kamis (10/12/2020) kemarin. Sebelumnya, perisidangan dengan agenda pembacaaan permohonan praperadilan, terpaksa ditunda beberapa kali oleh Hakim Tunggal.
Ditundanya perisidangan itu lantaran pihak termohon, yakni Polresta Samarinda belum siap menghadapi praperadilan. Dengan alasan belum menerima surat kuasa penetapan advokasi yang diutus oleh Bidang Hukum (Bidkum) Polda Kaltim.
Usai sepekan tertunda, pada siang kemarin Polresta Samarinda siap dengan mengutus tiga advokasi menghadapi praperadilan, terkait penetapan tersangka dua mahasiswa atas nama FR dan WJ.
Seperti diketahui, dua mahasiswa itu ditangkap, ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka pasca aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang berakhir ricuh didepan Kantor DPRD Kaltim 5 November silam.
WJ mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) siamankan petugas karena dugaan melakukan tindak penganiayaan berupa pelemparan batu. Hal itu mengakibatkan satu personel polisi mengalami luka dibagian kepala. Sedangkan FR mahasiswa Politeknik Negeri Samarinda (Polnes), diamankan petugas karena diduga membawa senjata tajam berupa badik.
Namun saat berjalannya proses hukum, penetapan tersangka yang dilakukan Polresta Samarinda sianggap hanya mengkambing hitamkan dua mahasiswa tersebut. Atas dasar itulah, melalui Kuasa Hukumnya, kedua mahasiswa ini memilih jalur praperadilan.
Sidang perdana, dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan akhirnya dapat di buka secara umum oleh Hakim tunggal setelah kedua belah pihak dapat dipertemukan. Sidang pun di buka ditandai dengan ketukan palu dari sang Hakim Tunggal yang mengadili.
Untuk diketahui, persidangan tersebut digelar terpisah. Untuk perkara FR, sidang dipimpin oleh Hakim Tunggal Agung Sulistiyono. Sedangkan perkara WJ, dipimpin oleh Hakim Tunggal Yoes Hartyarso. Singkat cerita, didalam ruang persidangan, masing-masing dari kuasa hukum dua mahasiswa tersebut, membacakan permohonan praperadilan kepada Majelis Hakim.
Pokok permasalahan yang dibacakan, terkait sah atau tidaknya Polresta Samarinda melakukan penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka terhadap dua mahasiswa tersebut. Kemudian, surat permohonan itu seharusnya ditanggapi oleh pihak termohon Polresta Samarinda.
Namun pihak kuasa hukum termohon, tidak langsung memberikan jawabannya. Mereka lantas meminta kepada masing-masing Hakim Tunggal untuk diberikan waktu, guna penyusunan jawaban. Yang selanjutnya akan disampaikan pada sidang selanjutnya.
"Hari ini, kami membacakan permohonan praperadilan. Sudah kami sampaikan keseluruhan pokoknya. Seharusnya, langsung ada jawaban dari permohonan kami itu. Namun dari pihak kepolisian mengaku tidak siap memberikan jawabannya," ungkap Tim Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Bernard Marbun selaku Kuasa Hukum tersangka FR ketika dikonfirmasi Jumat (11/12/2020) siang tadi.
Oleh karena itu, lanjut Bernard, pihak Polresta Samarinda terkesan berupaya mengundur waktu jalannya sidang praperadilan. Hal itu dibuktikannya dengan rentang waktu selama sepekan, pihak kepolisian sudah dapat mempersiapkan jawaban atas permohonan.
"Lagi-lagi kelihatan, upaya dari kepolisian yang mencoba memperlambat dan mengundur jalannya praperadilan. Kami ada punya ketakutan. Apabila sidang kebanyakan ditunda, khawatir kemudian disusul dengan sidang pada pokok perkara. Karena kalau sampai itu terjadi secara otomatis gugurlah praperadilan ini," terangnya.
Gugurnya praperadilan bisa saja terjadi, karena sidang sudah dibuka secara umum, dengan ditandai ketukan palu dari Hakim Tunggal.
Bernard mengatakan, ada sejumlah pokok yang disampaikan saat pembacaan permohonan. Di antaranya mempertanyakan penetapan tersangka, penahanan dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Dari tiga pokok itu, tentunya pihak kepolisian memerlukan dua alat bukti untuk menjerat kedua mahasiswa tersebut sebagai tersangka.
"Permasalahannya adalah dua alat bukti. Ini perlu dipertanyakan, karena saksi maupun pelapor tidak melihat secara langsung bahwa dua mahasiswa tersebut yang menguasai alat bukti dimaksud. Makanya kami didalam persidangan, mempertanyakan untuk dibeberkan apa saja, dasar alat penetapan tersangka itu," bebernya.
Karena Kuasa Hukum dari pihak kepolisian belum mempersiapkan jawaban pertanyaan pihak pemohon atas penangkapan, penahanan dan penetapan tersangka. Maka Hakim Tunggal terpaksa menunda persidangan. (tim redaksi Diksi)