DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang pemalsuan izin konsesi tambang di Penajam Paser Utara (PPU) dengan terdakwa Eddy Roesminah selaku direktur PT Mandiri Sejahtera Energindo (MSE) kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Senin (16/1/2023).
Pada sidang beragendakan pemeriksaan saksi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menghadirkan mantan pejabat dilingkungan Pemkab PPU.
Ia bernama Heni, selaku Plt Kabag Ekonomi Pemkab PPU yang memiliki peran selaku pemberi izin akan kegiatan industri ekstraktif di wilayah berjuluk Benuo Taka.
“Awalnya saya dari Paser (Kabupaten Paser). Kemudian di tahun 2007 berpindah ke Penajam (PPU). Saya awalnya di bagian staf hukum, di tahun 2008 jadi Kabag Hukum,” ucap saksi melalui siaran daring di dalam ruang persidangan.
Selain menjabat Kabag Hukum, di tahun 2008 itu juga Heni mengisi jabatan Plt Kabag Ekonomi Pemkab PPU.
“Selain pembuat SK, saksi bertugas apalagi saat menjabat Plt Kabag Ekonomi,” tanya JPU.
“Saya menerbitkan (beberapa) perizinan,” jawabnya.
Selama menjabat sebagai Plt Kabag Ekonomi, saksi menjelaskan kalau dirinya tidak pernah melihat adanya permohonan yang dilakukan oleh PT MSE untuk melakukan kegiatan pertambangan.
“Saat diproses penyidikan (Polda Kaltim atas perkara Jono), baru saya melihat izin tambang PT MSE,” timpalnya.
Izin eksplorasi pertambangan PT MSE rupanya berasal dari SK Bupati PPU yang kala itu dijabat oleh Andi Harahap.
“Izin berupa SK Bupati. Nomor SK tidak ingat. SK pertambangan eksplorasi saya pernah lihatnya dipenyidikan. Surat kuasa dikeluarkan oleh bupati, atas nama andi harapan,” bebernya.
Tak ayal Heni yang dihadirkan dalam persidangan terkejut saat disebutkan nama PT MSE. Sebab selama menjabat sebagai Plt Kabag Ekonomi Pemkab PPU dirinya mengingat tak pernah mengeluarkan izin berkegiatan atas perusahaan tersebut.
“PT MSE saya tidak tahu melakukan izin tambang kapan. (Saat dipenyidikan Polda Kaltim) ada dua surat pemberian izin tambang dan eksplorasi kepada PT MSE. Lokasinya di Desa Mentawir,” tambahnya.
Lokasi galian PT MSE di Desa Mentawir pasalnya tumpang tindih dengan PT Pasir Prima Coal Indonesia (PPCI). Hal itulah yang menjadi awal mula kedua perusahaan mulai berperkara hingga diamankannya Eddy Roesminah sebagai terdakwa.
“Pernah melihat atau mengetahui PT MSE,” tanya JPU lagi.
“Saya tidak pernah melihat sama sekali,” jawab Heni.
“Bagaimana prosedur melakukan permohonan izin tambang? Apa saja yang harus dilakukan,” timpalnya.
“Surat permohonan masuk ke staf, kemudian diagendakan. Kemudian disampaikan ke Kasubag masing-masing. Kalau saya menerima dan langsung bikin untuk diteliti dan dipelajari.
“Syarat yang dilengkapi saat permohonan izin tambang,” kata JPU.
“Surat permohonan. Titik koordinat. Peta lokasi. Seingat saya itu, termasuk cek list,” tambah saksi.
“Izin tambang kalau tidak bermohon tidak akan diproses,” tegasnya.
Pertanyaan pun kembali diajukan oleh Majelis Hakim yang dipimpin oleh Jemmy Tanjung Utama.
“PT PPCI pernah dengar. Lebih dulu izin mana terbitnya (PT PPCI atau PT MSE),” tanya Ketua Majelis Hakim.
“Saya cuman tiga bulan jadi saya tidak tahu. Intinya surat tidak terbit kalau tidak dimohonkan,” jawab saksi.
“Selama menjabat pernah melihat permohonan PT MSE,” kata Jemmy.
“Pada saat penyidikan baru tau ada SK Bupati,” jawabnya.
“Apakah PT MSE pernah mengajukan kuasa izin pertambangan,” ucapnya.
“Seingat saya tidak pernah,” kata saksi.
“Apakah pernah diliatkan kuasa pertambangan dan SK Bupati tanggal 6 Januari 2009 sampai 2011,” tambah Jemmy.
“Betul. Secara kasat mata ada izinnya. Tapi tidak pernah membantu izin. Setahu saya izin PT PPCI masih berlaku meskipun telah dikeluarkannya SK Bupati,” beber saksi.
Diakhir persidangan, terdakwa Eddy Roesminah yang juga hadir melalui siaran daring turut memberikan keterangannya. Kata Eddy dari dalam Rutan Klas IIA Samarinda dirinya membenarkan sebagian dari perkataan saksi.
“Sebagian benar yang mulai. Ada sebagian saya engga tahu,” kata Eddy.
“Apakah saksi tetap pada keterangannya,” tanya Jemmy lagi.
“Betul. Tetap yang mulia,” tutup saksi di dalam persidangan.
Untuk diketahui, tumpang tindih izin lahan konsesi galian batu bara di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur yang melibatkan dua perusahaan berujung dengan ditetapkannya satu orang tersangka dan perkaranya terus digulirkan hingga ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Perselisihan itu melibatkan perusahaan bernama PT Pasir Prima Coal Indonesia (PPCI) dan PT Mandiri Sejahtera Energindo (MSE). Dari sengketa yang terjadi diketahui Direktur Utama (Dirut) PT MSE berinisial Eddy Roesminah telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Klas IIA Samarinda.
Dirut PT MSE itu diamankan aparat penegak hukum saat berada di salah satu bandar udara di Jakarta pada November bulan lalu. Tak lama berselang yang bersangkutan resmi ditetapkan sebagai tersangka dan sempat dititipkan penahanannya ke polsek sekitar, hingga akhirnya ditangguhkan ke Rutan Samarinda di akhir November kemarin.
Sedangkan perkara yang berjalan di PN Samarinda, yakni PT MSE digugat telah melakukan pemalsuan dokumen izin konsesi pertambangan dan disebut tumpang tindih di atas lahan PT PPCI yang diinformasikan lebih dulu memiliki izin pertambangan.
Hal itu tercatat di dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Samarinda pada Rabu 16 November 2022, dengan nomor perkara 710/Pid.B/2022/PN Smr perihal pemalsuan surat.
Dalam materi dakwaan, PT MSE diduga telah melanggar Pasal 264 Ayat (2) KUHP, Pasal 266 Ayat (2) KUHP dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP. Sidang pertama perkara ini pun diketahui digelar pada Rabu 23 November 2022 dengan agenda bacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Majelis Hakim yang digawangi Jemmy Tanjung Utama.
Kemudian pada sidang kedua yang digelar pada Senin 28 November 2022, dan juga pada Kamis 1 Desember 2022 dengan agenda pembacaan eksepsi dan tanggapan JPU atas eksepsi pihak PT MSE. (tim redaksi)