"Secara morfologi Samarinda terbagi menjadi 2 wilayah. Di bagian utara cenderung rendah di selatan cenderung banyak perbukitan. Terjadi alih fungsi lahan di bagian utara sehingga menghambat resapan air, Itu yang menjadi penyebab banjir dari tahun ke tahun," jelas Andi Harun kala itu.
Dalam presentasi singkatnya sebelum memasuki segmen diskusi bersama para beberapa nara sumber dari akademisi Dr. Bernaulus Saragih dan Dr. Mulyadi, Andi Harun menegaskan beberapa poin yang akan ditempuh untuk mengatasi banjir di Kota Samarinda.
"Konsep pengendalian banjir dari daerah ulu dengan melakukan Revitalisasi DAS daerah ulu. Meski dikatakan daerah tersebut sudah dikuasai perorangan, sebagai calon wali kota tidak ingin kalah, apakah membebaskan lahan atau mencari jalan lain," terangnya.
Selain itu, langkah lain adalah mereduksi banjir dari ulu.
AH sapaanya menjelaskan, butuh bendungan baru atau tempat tampung air (polder) dengan memanfaatkan eks lubang tambang (Void) sebagai pengendali banjir.
Konsep pemanfaatan eks lubang tambang sebagai wadah pengendalian bajir ini dinilai merupakan langkah yang tepat guna mencegah merembesnya air ke pemukiman yang diakibatkan dari faktor alam maupun faktor sosial.
"Karena Samarinda dipengaruhi pasang surutnya air laut dan sungai, jadi pekerjaan yang paling besarnya adalah bagaimana membuat kanal-kanal menuju Void , sambil nanti tahap keduanya Void itu dikeruk lagi dan diperbaiki wilayah pinggirannya," terangnya.
Dalam presentasi singkatnya Andi Harun yakin dengan konsep dasar pengendalian banjir yang disampaikan dalam kurun waktu 1 tahun persoalan banjir di Kota Samarinda perlahan akan berkurang. (tim redaksi Diksi)