DIKSI.CO, SAMARINDA - Dana bagi hasil (DBH) akan diatur ulang oleh Kementerian Keuangan RI melalui RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Saat ini RUU HKPD masih menjalani pembahasan antara pemerintah pusat dan DPR RI.
Reset ulang desain DBH itu dimaksudkan guna memperkuat fungsi dalam meminimalkan vertical imbalance, juga penguatan aspek kepastian alokasi, kinerja daerah dan eksteralitas kewilayahan.
Dalam RUU HKPD yang diusulkan oleh pemerintah, akan mengubah banyak aspek mengenai perimbangan keuangan hingga perpajakan daerah.
Bila berlaku, RUU HKPD rencananya akan mencabut UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah serta UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Tindak tanduk RUU HKPD inipun lalu menjadi landasan digelarnya Zoom Nasional garapan Forum Rakyat Kaltim Bersatu (FRKB) dan Pemprov Kaltim.
Zoom Nasional itu membahas tinjauan mengenai RUU HKPD dalam rangka penguatan desentralisasi fiskal pusat dan daerah.
Sebelumnya Isran Noor, Gubernur Kaltim menyinggung soal minimnya dana perimbangan yang diterima Bumi Mulawarman.
Ia lalu meminta kepada pusat agar 50 persen penghasilan daerah bisa dikembalikan ke daerah bersangkutan.
"Minimal 50 persen gak apa-apa. Nanti penggunaannya diawasi negara," kata Isran, beberapa waktu lalu.
Pernyataan itu diamini oleh Syahrial Abdi, Asisten III Sekprov Riau yang hadir dalam agenda Zoom Nasional itu.
Bahkan tidak hanya 50-50, jika perlu 70 persen pendapat diberikan ke daerah. Sementara 30 persen sisanya bisa dikelola pusat.
Riau diketahui memiliki kesamaan nasib dengan Kaltim. Sebagai daerah penghasil kedua provinsi ini masih mendapatkan dana perimbangan dengan porsi kecil yakni hanya 26 persen dari pendapatan daerah.
"Sektor pertambangan masih jadi masalah di daerah terutama terkait kerusakan lingkungan. Di sini kita berharap, seyogyanya DBH bisa diatur juga ke daerah," kata Syahrial, Kamis (7/10/2021).
Dalam memperhitungkan alokasi DBH SDA, pemerintah pusat akan memperhitungkan kinerja daerah dalam mendukung penerimaan negara dan usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Untuk itu Syahrial mengusulkan adanya perubahan klausul terhadap RUU HKPD. Ia menekankan kenaikan DBH sumber daya alam mineral dan batu bara.
DBH SDM yang bersumber dari iuran produksi yanh dihasilkan dari wilayah darat dan wilayah laut (4 mil) dari garis pantai, dapat dibagikan dengan porsi 80 persen dari pusat ke daerah.
Alokasinya; provinsi bersangkutan mendapat jatah 30 persen, kab/kota penghasil 40 persen, dan kab/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan sebesar 10 persen.
Sementara untuk DBH SDA iuran produksi dari wilayah laut di atas 4 mil hingga 12 mil dari garis pantai dialokasikan; provinsi penghasil 35 persen, kab/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan 45 persen.
Opsi lainnya yang bisa diambil, pemerintah pusat dapat menjadikan hadil perkebunan menjari transfer daerah.
"Sawit belum dirasakan pajaknya oleh daerah. Industri ini bisa juga disamakan seperti pala dan cengkeh yang dirasakan pajaknya oleh daerah," tegas Syahrial.
Untuk memperkuat usulan itu, diperlukan konsolidasi antara Riau dan Kaltim agar usulan pembahasan di Zoom Nasional ini bisa disetujui pusat.
Tidak hanya Riau dan Kaltim, konsolidasi juga seharusnya melibatkan daerah-daerah penghasil lainnya.
Syahrial Abdi, mengusulkan Kaltim sebagai tuan rumah konsolidasi daerah penghasil ini. Nantinya segala aspirasi daerah secara tertulis akan disampaikan ke pemerintah pusat.
Adi Buhari, Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pelaksanaan Pembangunan (TGUP3) Kaltim, menyambut baik usulan Kaltim sebagai tuan rumah.
Ia akan menyampaikan seluruh pembahasan dalam pertemuan virtual itu kepada Gubernur Kaltim. Termasuk menjadi tuan rumah konsolidasi daerah penghasil
"Kami mendukung, nanti di mana bisa diatur saja. Kaltim siap menjadi tuan rumah konsolidasi daerah penghasil," katanya. (tim redaksi Diksi)