Jumat, 22 November 2024

Polemik SMA 10 Samarinda, Akademisi Unmul Ungkap Mestinya Yayasan Melati yang Angkat Kaki

Koresponden:
Er Riyadi
Kamis, 17 Juni 2021 4:37

Herdiansyah Hamzah, Akademisi Universitas Mulawarman/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Polemik antara pihak SMA 10 Samarinda dan Yayasan Melati mulai memanas.

Keduanya mulai mengambil manuver, Yayasan Melati diduga melakukan upaya pengusiran serta pengrusakan barang milik sekolah negeri itu.

Sementara itu, pihak SMA 10 bergerak dengan melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (16/6/2021). Ratusan massa hadir dalam aksi tersebut.

Polemik inipun turut serta direspon oleh Akademisi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah.

Dirinya mengungkap hasil putusan kasasi dengan nomor 64 K/TUN/2016 dan PK dengan nomor 72 PK/TUN/2017. Mahkamah Agung secara tegas menolak permohonan Yayasan Melati.

MA menegaskan bahwa pemegang hak pakai tanah di lokasi tersebut adalah Pemprov Kaltim, sedangkan Yayasan Melati hanya bersifat pinjam pakai. 

"SK Gubernur Nomor 180/K.745/2014 yang mencabut status pinjam pakai Yayasan Melati itu, sudah sesuai dengan prosedur," kata Castro, sapaan akrabnya dihubungi Kamis (17/6/2021).

Menurut Pengamat Hukum ini,  putusan dalam perkara SMA 10 dan yayasan sudah final (inkracht). Arrinya tidak ada lagi upaya hukum lainnya. 

Namun yang aneh dalam polemik ini, pihak Yayasan Melati bersikeras memindahkan SMA 10 dari lokasi Kampus A, Jalan HAMM Rifaddin, Loa Janan Ilir.

"Berdasarkan putusan Kasasi dan PK itu, semestinya Yayasan Melati yang dipersilahkan angkat kaki dari lokasi itu, bukan malah pihak SMA 10. Sebab secara hukum, pemegang hak pakai tanah adalah Pemprov Kaltim," jelasnya.

Bahkan ada dugaan upaya pengrusakan fasilitas sekolah oleh pihak yayasan.

Menurutnya pengrusakan terhadap fasilitas sekolah ini, dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana murni. 

Bisa disangkakan dengan delik pidana pengrusakan barang milik orang lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP. 

"Ancaman pidananya paling lama 2 tahun 8 bulan. Jadi untuk memberikan efek jera, mestinya hal ini diproses secara hukum, tidak boleh didiamkan," paparnya.

"Mendiamkan kasus pengrusakan ini, justru akan menjadi preseden buruk kedepannya," sambungnya. 

Castro menyayangkan sikap Pemprov Kaltim yang seakan diam melihat polemik ini.

Pasalnya sebagai pemegang hak pakai tanah, harusnya Pemprov mengambil alih kendali. Termasuk menghalangi serta mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang mencoba merusak aset dan fasilitas milik negara. 

"Kecuali memang Pemprov tidak memiliki kepedulian sama sekali terhadap perkara yang menimpa SMA 10 ini. Oleh karena itu, Pemprov harus tegas dan punya keberpihakan," tegasnya.

"Sebab perkara ini tidak hanya sekedar tanah dan aset semata, tapi menyangkut masa depan pendidikan di kaltim, masa depan anak-anak kita semua," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews