DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang rasuah dana desa di Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara yang menyeret Mikael Main selaku mantan Kepala Desa (Kades) Binanun, akhirnya memasuki masa akhir peradilan.
Sidang yang dipimpin Muhammad Nur Ibrahim selaku Ketua Majelis Hakim yang didampingi Hakim Anggota, Ukar Priyambodo dan Suprapto, memvonis mantan Kades Binanun periode 2015-2021 secara sah dan meyakinkan bersalah.
Dalam sidang diketahui, terdakwa melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor), didalam pengelolaan Dana Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Binanun Tahun 2017 sebesar Rp423 juta. Dan akibatnya, terdakwa Mikael pun dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Mikael Main dengan hukuman pidana 4 tahun penjara. Dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan. Dengan perintah terdakwa tetap berada dalam tahanan," ucap Ketua Majelis Hakim membacakan amar putusan.
Dalam amar putusan perkara nomor 30/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr yang diterima media ini, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999.
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001. Tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam Dakwaan Primair.
Selain itu, Majelis Hakim turut menjatuhi hukuman kepada terdakwa Mikael Main untuk membayar denda sebesar Rp200 Juta. Apabila Terdakwa tidak membayar denda, maka diganti dengan pidana selama 1 bulan kurungan penjara.
Selain itu, terdakwa Mikael Main turut dibebankan untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp423.550.000. Apabila UP tidak dibayarkan selama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi Uang Pengganti.
"Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda, maka akan diganti pidana selama 1 tahun 6 bulan penjara," tegas Ketua Majelis Hakim melanjutkan.
Untuk diketahui, hukuman Majelis Hakim lebih rendah dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ricky Rangkuti dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan.
Di mana pada sidang sebelumnya menuntut agar Majelis Hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa selama 5 tahun 6 bulan kurungan penjara.
Kemudian disertai hukuman membayar Uang Pengganti, subsider 3 tahun. Begitu pula dengan disertai membayar denda yang telah disebutkan, subsider selama 3 bulan kurungan penjara.
Terhadap Putusan tersebut, Terdakwa Mikael Main yang didampingi Penasehat Hukumnya Wasti dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Widya Gama Mahakam Samarinda, menyatakan Pikir-Pikir.
Sama dengan pilihan terdakwa, JPU turuti menyatakan untuk pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim. Diketahui, fakta serangkaian persidangan menyebutkan, bahwa mantan Kepala Desa Binanun, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan tersebut di Dakwa JPU telah melakukan penyimpangan penggunaan APBDes Binanun, tahun 2016-2017 sebesar Rp423.550.000.
Penyimpangan yang merugikan negara tersebut dilakukan terdakwa dengan cara bekerja sendiri tanpa melibatkan perangkat desa lainnya, sekretaris desa ataupun bendahara desa.
Perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan.
Dakwaan JPU itu berkesesuaian dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (Riksus) Inspektorat Kabupaten Nunukan Nomor 700/223/LHP/ITKAB-XII/2020, tanggal 23 Nopember 2020.
Tentang Revisi Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (Riksus) atas Perhitungan Kerugian Negara. Kasus Dugaan Penyimpangan Penggunaan APBDes Desa Binanun, Kecamatan Sembakung Atulai, Anggaran Tahun 2016-2017.
Dipaparkan, bahwa Desa Binanun pada tahun 2017 menerima APBDes sebesar Rp936.911.000. Yang terdiri dari pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp182.994.000 dan Dana Desa (DD) Rp753.917.000.
Penggunaan ADD Rp182.994.000 diperuntukan bagi kegiatan belanja pegawai sebesar Rp165.300.000. Kemudian operasional pemerintahan desa sebesar Rp11.704.712 dan Kegiatan pemberian tunjangan bendahara desa sebesar Rp6.000.000.
Untuk penerimaan DD sebesar Rp753.917.000 diperuntukan bagi sembilan item kegiatan baik fisik maupun non fisik. Sedangkan dugaan tindak pidana korupsi ditemukan pada pengelolaan DD kegiatan pembukaan jalan usaha tani sepanjang 1,5 kilometer dan lebar 5 dengan anggaran yang digunakan sebesar Rp423.150.000.
Dari pekerjaan ini, Kantor Inspektorat Nunukan dalam pemeriksaan fisik menghitung, bahwa harga dari pekerjaan itu hanyalah Rp167.660.787 atau terdapat selisih pekerjaan senilai Rp255.489.212. serta ditambah selisih pembayaran Rp17.660.787.
Sehingga total DD dari pekerjaan pembukaan jalan usaha tani yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh terdakwa sebesar Rp273.150.000. Laporan pencairan DD maupun ADD Desa Binanun, dilakukan terdakwa dengan cara memerintahkan Sekretaris Desa Pagar, Kecamatan Sembakung Atulai.
Perbuatan melawan hukum ditemukan pula terhadap ADD untuk pembayaran penghasilan tetap dan tunjangan aparat desa yang sesuai laporan pertanggung jawaban di APBDes Binanun sebesar Rp165.300.000.
Terhadap penggunaan anggaran ini, terdapat selisih sebesar Rp150.400.000, hal ini mengacu pada bukti-bukti pembayaran yang ditemukan dan dapat dipertanggung jawabkan oleh terdakwa hanya senilai Rp14.900.000
Pembayaran penghasilan dan tunjangan tidak dilengkapi surat keputusan Kades. Dalam mengatur besaran belanja yang seharusnya diterima oleh perangkat desa.
Atas perbuatannya itu, terdakwa Mikael Main dijerat dengan Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (tim redaksi Diksi)