Daerah

Pemkab Kukar Genjot Percepatan Sertifikasi Tanah dan Tuntaskan Isu Agraria

DIKSI.CO, KUKAR — Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menegaskan komitmennya untuk menuntaskan berbagai persoalan agraria yang selama ini menjadi pekerjaan rumah di daerah.

Dalam rapat koordinasi bidang agraria bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang digelar di Odah Etam, Kompleks Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Jumat (24/10/2025), Bupati Kukar Aulia Rahman Basri menyampaikan sejumlah langkah konkret yang akan ditempuh pemerintah daerah.

“Jadi hari ini kita melakukan rangkor di bidang agraria dengan Menteri ATR/BPN, membahas berbagai permasalahan yang ada di Kukar,” kata Aulia usai pertemuan.

Menurut Aulia, pertemuan itu difokuskan pada pembahasan beberapa isu krusial.

Pertama, percepatan proses sertifikasi tanah dan aset daerah, terutama lahan-lahan milik pemerintah dan fasilitas publik yang hingga kini belum memiliki kepastian hukum.

Kedua, pembahasan mengenai Hak Guna Usaha (HGU), terutama terkait lahan perkebunan kelapa sawit dan kewajiban perusahaan dalam penyediaan plasma bagi masyarakat sekitar.

“Masalah HGU ini memang menjadi perhatian, karena menyangkut kepentingan masyarakat luas. Kita juga sudah mendapatkan arahan yang jelas dari pusat terkait penyelesaian HGU kelapa sawit dan kewajiban plasma,” ujar Aulia.

Selain dua isu utama itu, rapat juga menyinggung pembangunan Bendungan Marang Kayu, percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), serta penataan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di kawasan transmigrasi.

Aulia menilai, kejelasan arah kebijakan dari pemerintah pusat akan menjadi pedoman penting bagi Pemkab Kukar untuk melangkah cepat.

“Alhamdulillah, kita sudah dapat arahan yang konkret dan langkah-langkah apa yang harus ditempuh. Harapan kita, semua kebijakan pusat ini bisa sejalan dengan program yang telah kita susun di daerah,” ucapnya.

Bupati muda tersebut menegaskan bahwa penyelesaian persoalan agraria di Kukar tidak boleh berhenti pada tataran administratif semata.

Ia ingin seluruh kebijakan yang diambil benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat dan tidak hanya menguntungkan segelintir pihak.

“Masalah lahan bukan cuma soal dokumen atau sertifikat, tapi soal bagaimana tanah itu bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jadi, kebijakan harus berpihak pada masyarakat,” tegasnya.

Aulia juga menyoroti pentingnya percepatan sertifikasi aset publik.

Saat ini, kata dia, terdapat sekitar 700 subjek tanah yang tengah dalam proses sertifikasi, terdiri atas rumah ibadah seperti masjid, musala, gereja, dan tempat ibadah lainnya.

Program ini menjadi bagian dari percepatan administrasi pertanahan yang ditargetkan rampung dalam dua tahun ke depan.

“Ini bagian dari percepatan sertifikasi yang kita dorong. Insyaallah, dalam waktu dua tahun bisa kita selesaikan seluruhnya,” ujarnya dengan optimistis.

Ia menjelaskan, penyelesaian sertifikasi tanah rumah ibadah bukan hanya soal administrasi, melainkan juga bentuk kepedulian pemerintah terhadap hak-hak masyarakat.

Tanah-tanah yang sudah bersertifikat akan memiliki perlindungan hukum yang kuat, sehingga tidak mudah diklaim atau dikuasai pihak lain.

“Kita ingin tanah-tanah untuk rumah ibadah ini benar-benar aman secara hukum. Jangan sampai ada lagi kasus sengketa yang justru merugikan masyarakat,” katanya.

Selain itu, Pemkab Kukar juga menaruh perhatian besar pada penataan lahan transmigrasi.

Aulia menyebut, masalah HPL di wilayah transmigrasi selama ini kerap menjadi sumber tumpang tindih administrasi, yang berdampak pada lambatnya pemanfaatan lahan.

Oleh karena itu, penyusunan RDTR menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan setiap jengkal tanah memiliki kejelasan fungsi dan status hukum.

“Kita tidak ingin ada lagi lahan yang dibiarkan menganggur karena statusnya tidak jelas. Dengan RDTR dan HPL yang tertata, semua bisa dimanfaatkan optimal,” ujar Aulia.

Ia pun menegaskan bahwa Pemkab Kukar akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Kaltim dan Kementerian ATR/BPN agar kebijakan di lapangan berjalan selaras.

Baginya, tata kelola pertanahan yang baik hanya bisa dicapai jika pemerintah daerah, pusat, dan masyarakat saling bersinergi.

“Masalah agraria ini kompleks, tidak bisa dikerjakan sendiri. Tapi kalau arah kebijakan sudah jelas dan koordinasi terbangun kuat, saya yakin semua bisa diselesaikan,” tutur Aulia.

Lebih jauh, Aulia menilai bahwa tata kelola agraria yang baik bukan hanya tentang penyelesaian konflik lahan, melainkan juga soal pemerataan kesejahteraan. Dengan kepastian hukum dan pemanfaatan lahan yang tepat, masyarakat diharapkan dapat merasakan manfaat ekonomi secara langsung.

“Kalau tanah punya kepastian hukum dan digunakan secara produktif, dampaknya akan terasa. Dari situ bisa tumbuh ekonomi rakyat, bisa lahir lapangan kerja baru,” pungkasnya.

Melalui langkah-langkah ini, Pemkab Kukar menargetkan sistem agraria yang lebih tertib, transparan, dan berpihak kepada kepentingan publik.

Pemerintah berharap, kebijakan tersebut menjadi pondasi kuat bagi pembangunan berkelanjutan di Kutai Kartanegara — sebuah daerah yang selama ini dikenal kaya sumber daya alam, namun masih dihadapkan pada persoalan klasik pertanahan.

“Intinya, semua kebijakan yang kita buat harus mengembalikan tanah kepada rakyat. Karena tanah, sejatinya, untuk kemakmuran masyarakat,” tegas Aulia Rahman Basri. (redaksi)

Show More
Back to top button
WP2Social Auto Publish Powered By : XYZScripts.com