DIKSI.CO, SAMARINDA - Berkas perkara hukum yang menjerat Ariaji Ardiansyah (31) akibat aksi penimpasan pada 6 September lalu hendak ditangguhkan karena alami gangguan jiwa disanggah oleh kuasa hukum korban bernama Hari Siahaan.
Saat dijumpai awak media, Hari mengaku kalau rencana pembebasan hukum kepada Ariaji Ardiansyah ini terkesan rancu. Sebab pada Februari 2020 silam, tersangka pembacokan ini telah dinyatakan sembuh oleh RSJD Atma Husada Mahakam.
"Jadi dia (Ariaji Ardiansyah) sudah bisa dikenakan tindakan melanggar hukum," tegasnya.
Melihat ketidak adilan yang dialami kliennya atas nama Mahadir Maulana (35), Hari mengaku akan menempuh jalur yang lebih keras apabila penangguhan berkas perkara itu tetap dilakukan.
"Kita ajukan lagi kasus ini ke kejaksaan, dan ke Propam. Karena kasus ini sudah berjalan tidak jelas," serunya.
Lanjut Hari, memang pihak kepolisian mengatakan kalau pelaku mengalami gangguan jiwa berat. Akan tetapi penetapan Pasal 44 KUHP itu tak disertakan dari awal penangkapan tersangka.
"Kalau memang dari awal ya kita engga masalah. Tapi ini kan karena narkotika (gangguan jiwa), kenapa tidak dari awal pihak keluarga melakukan rehabilitasi ke BNN, jadi di situ kami menilai ada pembiaran dari keluarga korban," jelasnya.
Selain itu, Hari juga kembali menyebutkan kalau tersangka benar masih mengidap gangguan jiwa berat, maka seharusnya saat hari kejadian pihak keluarga tidak membiarkan Ariaji Ardiansyah berkebun sembari membawa parang.
"Hingga akhirnya membacok klien kami," sebutnya.
Maka dari itu, Hari menekankan, kalau pihaknya akan tetap menyanggah semua upaya penangguhan yang dilakukan kepada tersangka Ariaji Ardiansyah.
"Karena ini gangguan jiwanya akibat menggunakan narkotika. Seharusnyakan larinya ke undang-undang narkotika yang menyebutkan, biarpun dia disebut pengguna, tapi jika kedapatan membawa narkotika sudah bisa dijerat di pasal 112 dan 114, bukan 127. Pasal 127 itu berlaku kalau ada permintaan untuk rehabilitasi ke BNN," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)