DIKSI.CO, SAMARINDA - Meski usianya terbilang muda, yakni baru menginjak 19 tahun, namun kelakuan Meja (bukan nama sebenarnya) bikin geleng kepala.
Sebab remaja yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA) di Samarinda ini lihai melakoni profesi sebagai muncikari.
Perempuan yang ia jajakan kepada para pria hidung belang pun teman kongkow sendiri, yang kebetulan sedang membutuhkan uang tambahan untuk membayar keperluan sekolah.
Tak seperti bisnis lendir pada umumnya yang menggunakan aplikasi MiChat, Meja menjajakan teman sebayanya melalui pesan singkat WhatsApp.
Meski berhati-hati, namun bisnis haram itu akhirnya terpantau oleh pihak kepolisian pada Jumat (12/3/2021) lalu. Satpolair Polresta Samarinda yang mendapati informasi ini pun lantas melakukan penyelidikan kasus prostitusi ini.
Untuk memancing si mucikari belia ini, salah satu polisi berpakaian sipil melakukan penyamaran. Berpura-pura menjadi pelanggan.
Meminta gadis penghibur usia belia menuju ke salah satu hotel di kawasan Sungai Kunjang pada hari penangkapan tepatnya pukul 20.30 Wita.
"Korbannya ini masih berusia 17 tahun. Pelaku menjemput ketika ada pelanggan. Saat berada di kamar, kami amankan korban dan langsung lakukan interogasi," kata Kasat Polair Polresta Samarinda, AKP Iwan Pamudji saat dikonfirmasi Rabu (17/3/2021).
Usai mendapatkan informasi tambahan dari korban bisnis prostitusi, polisi pun bergegas menuju lobby hotel yang mana rupanya si mucikari berada di sana menunggu "permainan" selesai.
"Saat itu juga langsung kami amankan," tambahnya.
Kepada petugas, Meja mengaku baru menjalankan bisnis prostitusi online ini selama tiga bulan terakhir. Untuk tarif yang dipatok bergantung usia gadis penghibur. Semakin muda, semakin mahal pula tarifnya.
"Tergantung umur. Ada yang sudah dewasa sama yang masih dibawah umur. Kisaranya sekali main Rp1,5 - 2 juta untuk yang di bawah umur. Belum termasuk kamar," beber Iwan.
Setiap pundi rupiah yang diraih dari kantong pria hidung belang, wanita penghibur hanya diberikan ongkos sebesar Rp500 ribu. Sedangkan sisanya masuk kantong Meja.
"Sistem pembayarannya ini cash ke korban. Ada juga yang transfer. Kalau korban ngakunya untuk bayar sekolah dan keperluan sehari-hari. Tapi kalau mucikari atau maminya ini ngakunya untuk biaya kosmetik sama buat jajan harian," tukasnya.
Dalam proses hukum yang sedang berjalan, Koprs Bhayangkara nantinya akan berkoordinasi dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Klas II A Samarinda. Mengingat, pelaku masih berstatus pelajar SMA.
"Saat kami lakukan pemeriksaan juga didampingi peksos (pekerja sosial). Untuk mucikari ini kami sangkakan Pasal 296 KUHP, sedangkan wanita penghibur kami jadikan saksi korban," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)