DIKSI.CO - Pakar Virus (Virologist), drh Mohammad Indro Cahyono, melihat persoalan virus Corona di Indonesia sudah bergeser, tidak fokus pada penyakit dan virusnya, tapi sudah banyak menjadikan mainan politik. Tentu saja persoalannya jadi tidak sehat, penyakit yang sebetulnya biasa-biasa saja seolah dibikin jadi menyeramkan.
Saat dihubungi Tribunnews, Minggu (22/3/2020), Indro mengatakan, semua pihak harus meyakinkan orang bahwa Corona tidak ada hubungannya dengan kematian. Belum tentu orang yang kena Corona pasti mati, karena kenyataannya yang mati dalam skala dunia lebih sedikit. Penjelasan lengkap Indro kepada Tribunnews akan disajikan dalam bentuk wawancara:
Selain di Cina, korban Corona di Italia juga banyak. Kira-kira apa yang membedakan di sana angkanya lebih banyak ketimbang di sini, meski di sini angka kematian lebih banyak dari yang sembuh?
Sekarang kita mau bicara antara banyak dan sedikit. Banyaknya itu seberapa banyak, harus ada angkanya. Kita enggak bisa bilang di sana ada orang banyak lagi ngumpul, kita harus tanya banyak itu berapa. Sebanyak-banyaknya orang yang mati di Cina, kalau dibanding sama jumlah pasien yang kena ketemu 3 persen. Dan kalau kita lihat sama yang sembuh, kemarin aja ya yang sembuh lebih dari 59 persen dan berlanjut sampai sekarang. Sudah pulih semua.
Kalau kita lihat di Italia, dilihat berapa orang yang meninggal dibagi dengan jumlah yang sakit. Itu bakal ketemu sekitar dua persen. Di Indonesia persentasenya memang lebih tinggi yang meninggal dibanding yang sembuh, beda sama di Cina atau Italia. Nah, masalahnya sistem kesehatan di Cina sama di Italia sudah bagus banget. Begitu setiap orang ada yang sakit dicek ama dia, dia sudah tahu nih positif atau negatif.
Pakai PCR jadi dibawa sampelnya disogok pake cottonbud ke tenggorokan terus dibawa ke lab, dua jam jadi. Kalau penduduk di Wuhan misalnya ada 400 ribu, di sana penduduknya dicek semua. Penduduk di Italia dicek semua. Di Indonesia ada berapa yang dicek berapa? Sekarang ketemu seolah-olah korban di Indonesia lebih banyak.
Makanya yang saya lihat sekarang virus Corona bukan masalah penyakit atau virusnya. Sudah banyak yang mainan nih, mainan politik sudah ada lah. Menurut saya sudah enggak sehat kalau begitu. Jadi, penyakit yang seharusnya biasa-biasa saja jadi dibikin menyeramkan banget.
Tapi, ini kan sudah ada dasarnya yaitu statement WHO menyatakan Corona adalah pandemi global?
Kalau kita mau bicara pandemi global, sekarang kita lihat faktanya saja. Cina, Indonesia, Vietnam, Jepang, Italia, Amerika, ada virus corona. Kenyataannya global, menyebarnya pun cepat. Tapi, masalahnya berapa banyak orang yang meninggal? Yang jadi masalah utama di Indonesia kita tuh senang mainan medsos, tapi kita tidak punya kemampuan untuk melakukan cek dan ricek bahwa berita ini benar atau tidak.
Kita terlalu gampang menerima berita yang tidak benar, terus dimasukkan ke otak kita terus-menerus: corona-mati, corona-mati, padahal faktanya tidak begitu. Maksudnya corona ini menimbulkan ketakutan yang tidak berdasar, dan kita harus mulai menyingkirkan bahwa corona bukan kematian karena begitu kita menaruh handphone di bawah, lalu kemudian kita keluar rumah, kita baru sadar orang-orang enggak ada yang mati bergelimpangan di luar, pada santai semua. Ke mana yang mati yang 200-300 sampai 4 ribu itu?
Ini sudah bukan masalah penyakit lagi, sudah terlalu banyak kepentingan yang masuk, sehingga bisa dibuat dan dibelok-belokkan jadi apa saja. Tapi, saya tetap tidak akan tertarik ke situ. Saya hanya akan mengurusi virusnya, bagaimana caranya biar orang tidak kena virus. Nah, kalau orangnya sudah kena virus, itu urusannya dokter manusia, bukan urusan saya. Jadi jangan disamakan ini kenapa sih dokter hewan mengurusi urusan manusia, kan begitu.
Karena saya berurusan sama virus, sudah 18 tahun belajar ini, jadi saya tahu persebarannya bagaimana, tapi kalau sudah kena ke manusia, ya itu urusannya dokter manusia. Saya tidak akan mengambil kavling orang lain.
Lantas bagaimana membuat masyarakat tak panik menghadapi Corona dengan fakta bahwa tingkat kesembuhannya lebih tinggi, sementara di lapangan sudah ada panic buying dan sejenisnya?
Kita harus meyakinkan orang bahwa corona virus ini tidak ada hubungannya dengan kematian. Belum tentu orang yang kena Corona pasti mati, karena kenyataannya yang mati dalam skala dunia lebih sedikit, itu pun juga ada yang dikategorikan sebagai high risk group. Itu akan sangat gampang dihitung. Jadi jangan lihat sebarannya.
Kalau sebarannya cepat itu benar, tetapi tidak semua orang yang kena atau tidak semua orang yang positif itu akan mati, karena kasus 1, 2 dan 3 membuktikan bahwa dia kena dan dua minggu malah sembuh. Nah, kita harus angkat yang begitu, data kenapa nih yang sakit bisa sembuh, jangan yang mati-mati terus. Kalau kita bisa meyakinkan masyarakat bahwa ini adalah sesuatu yang nyata, ini kita hadapi setiap hari dan tidak ada yang perlu ditakutkan, maka masyarakat tenang. Saat masyarakat tenang, ya enggak ada yang namanya panic buying, atau lockdown.
Meskipun begitu, kita jangan buat enteng ini. Menurut saya biasa saja. Kita juga harus lihat bahwa penyakit ini bisa diatasi, dan kita tetap waspada. Kita sudah tahu virusnya gampang rusak pakai sabun, hand sanitizer, sampo juga bisa, cairan cuci piring juga bisa. Tapi virus ini ada dua: di luar sama di dalam tubuh. Yang di luar bisa dihancurkan pakai sabun pakai pelarut lemak. Nah, sementara yang di dalam tubuh ya kita pakai vitamin C dan E untuk menaikkan antibodi. Jadi berbeda penanganan virus di dalam tubuh dan di luar.
Apa yang membuat Anda yakin ilmu tentang virus harus terus dikembangkan?
Kalau orang belajar virus dan kita update, mencari sendiri. Beberapa teori virus saya yang bikin, seperti antigen buat menguji virus flu burung itu secara nasional hak patennya masih atas nama saya. Kalau kita belajar sendiri ya terus-menerus, mengupdate dan menyesuaikan sama fakta, ya kita tidak ada yang takut. Orang banyak takut kan karena masih pakai acuan 20 tahun yang lalu. Kalau sekarang sudah berkembang, kita mengerti, tahu kelemahannya, kelebihannya, harus mengerjakan apa, meningkatkan antibodi, kita santai saja. Kalau misalnya ada orang yang panik, masa saya yang disalahkan?
Masyarakat kita minim sekali literasi buat belajar, minim sekali buat memilih informasi yang benar, sehingga seringkali kalau ada wabah bisa dianggap besok mau kiamat, padahal sebenarnya juga tidak. Seperti suku Maya yang kalendernya hanya sampai 2012, dan seluruh dunia geger dan percaya bahwa 2012 akan kiamat, tetapi kenyataanya tidak kiamat kan? Apakah ada yang berpikir mungkin orang-orang Maya dan Inca jahil ke kita?
Sama seperti masyarakat kita. Kalau kita mau belajar dan mengedukasi masyarakat pakai cara yang sederhana, semua orang pintar dan bisa menganalisis, sehingga semuanya tidak ada yang takut.
Kita akan tahu kok kalau virus corona tidak seganas yang dibayangkan orang, makanya saya santai banget. (*)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Corona Tak Ada Hubungan dengan Kematian , https://aceh.tribunnews.com/2020/03/26/corona-tak-ada-hubungan-dengan-kematian?page=all.