DIKSI.CO, SAMARINDA - Penyebab pasti kecelakaan tugboat batubara yang menghantam tiang Jembatan Mahakam masih terus diselidiki aparat berwajib. Namun demikian, dapat dipastikan jika saat kejadian pada Senin (30/8/2021) pagi kemarin, Tug Boat (TB) JKW Mahakam II yang menarik tongkang Intan Kelana 13 belum memasuki jadwal pengolongan.
Hal ini diungkapkan Kasi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Samarinda, Capt. Slamet Isyadi. Dalam aturannya, kata Slamet, setiap aktivitas pelayaran yang berada di dalam kolom Kesyahbaran Samarinda bersifat wajib pandu saat hendak melintasi jembatan Kota Tepian.
"Terkait kapal itu, dia mau melakukan pengolongan. Tapi belum waktunya sehingga dia mau berputar. Ternyata tidak didukung oleh tali toeingnya, sehingga terputus. Karena air itu surut maka tongkang itu hanyut ke sisi jembatan," urainya, Rabu (1/9/2021).
Lebih lanjut diutarakan Slamet, aktivitas pengolongan sejatinya telah diatur waktunya. Dimana pada pukul 07.00 - 12.00 Wita merupakan jadwal pengolongan bagi kapal yang hendak menuju hilir sungai Mahakam. Sedangkan pada pukul 13.00 - 18.00 Wita merupakan jadwal pengolongan menuju hulu sungai. Jadwal ini pun telah disesuaikan dengan kondisi arus pasang-surut sungai.
"Sebenarnya, di dalam pengolongan ada Pelindo IV yang mengurus pengolongan. Di sana ada pandunya dan ada asisnya. Kalau nyelonong begitu saja, maka tidak ada fasilitas yang mendukung terkait dengan pengolongan ini. Kadang-kadang kan mereka dikejar waktu, tapi ini menyalahi aturan," ucapnya.
Lokasi tambatnya kapal sebelum melakukan pengolongan pun sejatinya telah diatur. Dimana bagi kapal yang hendak menuju hulu sungai harus bertambat di kawasan Jembatan Mahulu sebelum melakukan pengolongan. Sedangkan, bagi kapal yang hendak menuju hilir harus mengantri di kawasan Jembatan Mahkota II. Setiap pengolongan pun harus dilakukan secara bergantian.
"Harusnya di Mahulu, menunggu antrean," tegasnya.
Slamet tak menampik jika aktivitas pelayaran tongkang yang ditarik TB JKW Mahakam II ini telah menyalahi prosedur dan bisa dikenakan sanksi tergantung tingkat pelanggaran yang terjadi. Sanksi tegas yang diberikan bisa berupa surat peringatan, denda administratif, pembekuan izin berlayar hingga pencabutan sertifikat pelayaran.
"Untuk sanksi denda administratif ini maksudnya tidak kami berikan pelayanan bukan berupa denda uang. Kalau pembekuan izin dan pencabutan sertifikat pelayaran itu tergantung Mahkamah Pelayaran seperti pada kejadian sebelumnya yang juga sampai Mahkamah Pelayaran," terangnya.
Namun, sebelum sanksi tegas pelayaran diberikan, pihaknya kini pihaknya masih menanti lebih dulu hasil penyelidikan Sat Polairud Polresta Samarinda. Termasuk menanti hasil investigasi yang dilakukan BBPJN.
"Kami bertahap dulu, pertama selesaikan dulu masalah ganti ruginya dulu. Kalau terkait sanksi lainnya masih ditangani polair. Ini dilakukan Supaya tidak berbenturan dengan instansi lain," tandasnya. (tim redaksi Diksi)