Senin, 25 November 2024

Jawaban Calon Wali Kota Nomor Urut 2 Terkait Banjir yang Jadi Masalah Klasik di Samarinda

Koresponden:
diksi redaksi
Sabtu, 17 Oktober 2020 8:46

Warga saat menggunakan perahu untuk melintas ketika banjir terjadi di Samarinda beberapa waktu lalu/ Tirto.id

 

Apa yang harus dilakukan?

Penyelesaian banjir, diakui tidak serta merta harus dilakukan dengan satu macam cara. Perlu dilakukan upaya berkelanjutan dan terkontrol untuk itu.

Ada Harun juga mahfum. Ia pun jelaskan beberapa solusi yang ia bagi menjadi jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

“Jangka panjang adalah normalisasi sungai, sekaligus penataan sungai di Samarinda. Normalisasi sungai ini butuh waktu yang panjang. Berdasarkan SK Wali Kota Samarinda Nomor 32 Tahun 2004, ada 42 sungai di Samarinda,” katanya.

"Kalau kita menunggu selesainya solusi yang bersifat jangka panjang, atau kita mulai dari sana. Pasti nanti masyarakat tidak bisa melihat capaian kita dalam jangka pendek. Jangka menengah dan jangka pendek harus kita lakukan," katanya lagi.

AH menerangkan karakteristik banjir di Samarinda itu adalah banjir kiriman dari daerah hulu. Konsep pertama yang diungkapkannya, adalah dengan memangkas aliran air tersebut. Pemerintah wajib membuat alternatif teknis agar air yang berasal dari hulu tidak masuk ke dalam kota. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan lubang bekas tambang (void) menjadi polder air.

"Karena kalau kita buat polder alami, biayanya sangat besar. Ini juga sebagai langkah mengefisienkan anggaran. Sudah ada lubangnya, daripada selama ini kita salahin-salahin terus terus lubang tambang juga tidak selesai masalahnya. Mau direklamasi pengusahanya sudah lari. Jadi lebih baik kita manfaatkan void itu jadi polder air pengendali banjir," imbuhnya.

Nantinya, di void tersebut dapat menggunakan sistem pintu air atau sistem pompa. Hal ini bisa jadi solusi jangka menengah yang bisa dilakukan.

“Pemerintah bisa libatkan perusahaan tambang untuk membantu pemerintah kota melalui kontribusi pemikiran ataupun terlibat dalam pembiayaan pembuatan polder ini," tegasnya.

Sementara untuk jangka pendek, yakni dengan memaksimalkan normalisasi drainase dan pengendalian sampah.

“Solusi jangka pendek ini juga bisa mengajak perusahaan tambang untuk mengerahkan unit kendaraan dan peralatannya, melakukan normalisasi drainase dan sungai. CSR itu bisa berbentuk biaya, peralatan, maupun tenaga,” katanya. (*)

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews