Senin, 25 November 2024

Jaang Pergi, Dugaan Pungli Mengelupas di OPD

Koresponden:
diksi redaksi
Kamis, 18 Februari 2021 8:48

Syaharie Jaang. Per 17 Februari 2021 kemarin, ia sudah tak lagi menjabat sebagai Wali Kota Samarinda/ IST

"Rp 3 ribu perhari retribusi," jelasnya. 

Sementara itu, salah satu penjual buah yang enggan namanya diwartakan mengaku setiap bulan sekali membayar karena dirinya hanya menyewa tempat 

"Biasa yang bayar bos saya, saya cuma jualan saja," singkat pedagang buah-buahan tersebut. (*) 

Suasana di Pasar Segiri Samarinda/ IST

Isu Penandatanganan Kontrak hingga Dugaan Modus Fotocopy Dokumen

Dugaan adanya pungutan liar atau pungli di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda ke menyeruak ke publik.

Transaksi nakal ini disinyalir menyasar para pemenang tender atau kontraktor yang ingin melakukan kesepakatan kontrak.

Dari informasi yang dihimpun tim redaksi, diduga setiap penandatanganan kontrak dihargai hingga jutaan rupiah, dengan modus foto copy dokumen. 

Begitu pula dengan proses pencarian, setiap proses tanda tangan pencarian di patok hingga ratusan ribu rupiah.

Guna mencari kebenaran kabar tersebut, tim redaksi Diksi.co mencoba menghubungi pihak PUPR Kota Samarinda.

Menanggapi kabar tersebut, Desy Damayanti, Kepala Bidang Pelaksanaan Jaringan Sumber Air, PUPR Kota Samarinda membantah adanya transaksi pungli di lingkungan OPD yang dikenal sebagai lahan basah tersebut.

"Tidak benar," jawab Desy melalui pesan singkat Whatsapp, Kamis (18/2/2021).

Disinggung apakah pihaknya siap diperiksa jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum seperti pungli di lingkungan Dinas PUPR, Desy menjawab siap.

"Siap," pungkasnya.  (*) 

Satgas Saber Pungli: Kalau Dibiarkan, Aparatnya Bermental Tempe

Sementara itu, dikutip dari saberpungli.id, Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli), Irjen Pol Agung Makbul, di Jakarta, Senin (8/2) menyerukan agar jangan pernah lelah, bosan dan berhenti mencegah pungutan liar (pungli) pada sentra-sentra pelayanan publik di kementerian, instansi, dan pemerintahan (provinsi, kabupaten, kota). 

Menurut Makbul, mencegah pungli harus dilakukan secara terus-menerus sehingga lama-lama Indonesia menjadi lebih baik. “Coba bayangkan kalau tidak kita cegah, pungli kian merajalela di kantor-kantor imigrasi, pelabuhan, kepolisian, dinas kependudukan dan catatan sipil, serta di sentra-sentra pelayanan publik lainnya,” katanya.

Makbul mencontohkan seseorang yang akan membuat kartu tanda penduduk (KTP). Prosesnya dipersult dikondisikan bahwa blanko KTP belum tersedia, masih ada di Jakarta. Sampai orang tersebut harus membayar Rp 250 ribu, belum termasuk ongkos mengetik.

“Padahal kita tahu KTP itu gratis. Tidak ada itu ongkos mengetik, karena itu pekerjaan rutin petugas bersangkutan,” tuturnya.

Makbul menyebut pungli sebagai faktor korelatif kriminogen atau pembiakan dini segala bentuk potensi gangguang kerawanan. Bila dibiarkan dan tidak dicegah akan terjadi kerawanan pada sentra pelayanan itu.

“Semua aparatnya akan menjadi bermental ‘tempe’ dan menjadi busuk. Kalau kondisi ini terus dibiarkan akan menjadi ancaman nyata tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” jelasnya.

Karena itu, ia mengimbau semua pihak tetap bersemangat mencegah pungli. Ia menggarisbawahi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli masih berlaku efektif.

Ia tegaskan jajaran Satgas Saber Pungli di bawah kendali dan tanggung jawab Kemenko Polhukam mendukung penuh Presiden Jokowi dalam memberantas pungli. Sanksi hukummya sangat jelas bagi aparat pemerintah pelaku pungli dan orang yang teribat.

“Aparatnya akan dikenai surat teguran pertama, kedua, dan ketiga. Tapi, kalau masih terus melakukan tindakan pungli akan dikenai sanksi pidana. Ancaman hukuman bagi aparat pemerintah diatur di Kitab Undang Undang Hukum Pidana Pasal 423, sedangkan bagi orang yang terlibat pada Pasal 368,” pungkasnya. (tim redaksi Diksi) 

Halaman 
Tag berita:
Berita terkait
breakingnews