Jumat, 20 September 2024

Wali Kota Sebut Hasil Screening Bisa Positif Palsu, Simak Penjelasan Tim Surveilans Bontang Soal Rapid Test

Koresponden:
Irwan Wahidin
Kamis, 16 April 2020 2:19

Jubir gugus percepatan penanganan covid-19 Bontang, Adi Permana / Diksi.co

DIKSI.CO, BONTANG - Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni sebut hasil screening uji rapid test bisa dikatakan palsu, menyusul keluarnya hasil rapid tes 2 dari total 16 orang tanpa gejala (OTG) yang telah dinyatakan positif.

Saat ini kedua orang itu sudah opname sejak Senin (13/4) siang di rumah sakit umum daerah (RSUD) Taman Husada Bontang, untuk menjalani masa isolasi setelah keluar hasil positif (reaktif Immunoglobulin G/IgG) pada pemeriksaan uji rapid tes corona virus disease (Covid-19).

"Dari ijtima Gowa 2 positif rapid test tapi itu bukan swab, masih screening, belum pasti. Positif palsu bisa jadi. Kalau dilihat dari riwayat pernah kesana (Gowa) dan ada kontak, itu masih faktor resiko tinggi," ungkap Neni, Rabu (15/4) kemarin.

Selaras dengan penuturan Neni, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bontang dr. Bahauddin menambahkan bahwa hasil rapid test yang telah positif belum tentu bisa dipercayai sepenuhnya. Butuh pemeriksaan lanjutan yakni dengan pengambilan sampel swab yang akan diuji di laboraturium untuk memastikan kebenarannya.

"Intinya positif rapid test belum dinyatakan positif covid. Angka rapid untuk negatif atau positif palsunya masih tinggi, bahkan akurasinya cuma 36 persen, maka perlu hasil pemeriksaan swab untuk kepastiannya," tuturnya.

Menyimak apa yang disampaikan oleh oleh Wali Kota dan Kadinkes, memunculkan pertanyaan bagi sebagian orang, mengapa bisa dikatakan positif palsu ? Apakah alat rapid test tidak berfungsi maksimal ? Tentu perlu untuk diketahui bersama.

Melalui juru bicara gugus percepatan penanganan Covid-19 Bontang, Adi Permana menjelaskan tentang penggunaan rapid test.

Adi menerangkan, pemeriksaan menggunakan rapid test ini dilakukan berbasis penelusuran kontak pasien dan tidak diarahkan untuk menegakkan diagnosis. 

Rapid tes dipakai untuk mendeteksi antibodi dalam tubuh. Antibodi dalam tubuh baru terbentuk 6 sampai 7 hari. Jadi, jika infeksi Covid-19 pada tubuh seseorang belum 6 atau 7 hari maka hasilnya akan negatif dan perlu tes ulang.

"Jika hasilnya negatif dan tanpa keluhan, tetap harus menjalankan protokol kesehatan dengan menjaga jarak, menggunakan masker dan menerapkan PHBS. Jika hasil tesnya negatif namun kemudian mengalami gejala, maka ia akan disarankan untuk mengakses pelayanan kesehatan dan mendapatkan perlakukan sesuai kondisi yang dialami," jelas Adi.

Penanganan berbeda akan muncul ketika rapid tes mengeluarkan hasil positif. Hasil ini dianggap sebagai petunjuk awal dan tuntunan bagi petugas untuk melakukan pemeriksaan antigen dengan menggunakan metode swab atau Polymerase Chain Reaction (PCR) sekaligus menjadi dasar menegakkan diagnosis atau konfirmasi kasus Covid-19.

Selanjutnya, usai keluar hasil positif rapid, spesimen mereka yang sudah melakukan tes akan dikirim ke Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) di Surabaya, Jawa Timur, untuk memastikan kebenaran positif Covid-19, mengingat di Bontang belum bisa dilakukan.

"Nah dari sini bisa dilihat, hasil rapid test positif tidak mengubah serta merta status seseorang dari OTG menjadi confirm positif covid, belum," ujarnya.

Yang menjadi penegasan, bahwa metode uji rapid test dilakukan untuk mendeteksi antibodi dalam tubuh. Sehingga dari hasil pengujiannya, bisa muncul istilah positif palsu (false positive) dan negatif palsu (false negative).

Positif palsu (false positive) berarti hasil tes positif, namun tidak tepat menunjukkan adanya infeksi virus corona, bisa saja kemungkinan adanya infeksi terpapar virus lain. Sedangkan negatif palsu (false negative) artinya hasil tes tidak menunjukkan adanya reaksi antibodi, padahal virus sudah masuk dalam tubuh. Hal ini bisa terjadi karena antibodi baru muncul setelah 6-7 hari setelah terjadinya infeksi virus.

"False positive dan false negative patut dipertimbangkan untuk deteksi antibodi, karena validitas atau sensitivitas dan spesifitas diagnostik yang bervariasi, ini menyulitkan interpretasi, makanya harus diperjelas," imbuhnya.

Kejadian serupa, disebut Adi, ternyata juga terjadi pada pasien dalam pengawasan (PDP) Bontang sebelumnya, rapid test yang dilakukan pertama pada tanggal 29 Maret 2020 menunjukkan hasil negatif, sehingga tes diulang kembali tanggal 14 April 2020 dan mengeluarkan hasil positif.

Kabar terakhir, hingga kini masih Bontang masih menunggu hasil laboratorium dari BBLK sebanyak 16 orang. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews