“Kami ingin ada lingkaran kebaikan, yang dilakukan secara sukarela, tetapi bisa berikan minimal dampak positif ke orang lain,” ujar Abi.
DIKSI.CO, SAMARIDA – Abi Ramadhan Noor tampak duduk santai di kursi hitam. Sebatang rokok terlihat masih menyala di depannya, berdampingan dengan segelas kopi di gelas kaca kecil.
Ia tak banyak bicara saat tim redaksi menyambanginya di kedai kopi Sephia saat itu, Sabtu (22/5/2021).
“Hari ini kami ingin berikan buku gratis ke kedai kopi di Balikpapan. Kami pilih kedai yang memiliki ruang atau space yang cukup nyaman agar kesempatan membaca buku bisa dilakukan,” ujarnya usai tim redaksi menanyakan beberapa pertanyaan.
Abi Ramadhan Noor nama lengkapnya. Ia adalah Pembina Yayasan Fokus Balikpapan. Saat diwawancara, ia ditemani Alvaro Huda, Ketua dari Yayasan Fokus, yang bergerak salah satunya di bidang literasi, ekonomi kreatif, serta kepemudaaan. Tampak pula saat itu, Kiftian Hadi Prasetya, owner dari kedai kopi Sephia Balikpapan.
Mulai tergantinya kebiasaan membaca buku secara langsung dengan membaca buku via digital, menjadi salah satu alasan dari Yayasan Fokus mulai agendakan program hibah buku ke kalangan millennial. Kafe dan kedai kopi pun dipilih sebagai wadah.
“Sasaran kami, kebiasaan membaca buku secara tradisional, itu bisa terus dilakukan. Kami ingin millennial tidak melupakan literasi yang demikian. Memang saat ini, kemudahan membaca secara digital, via smartphone itu sudah tak bisa dibendung, tetapi, paling tidak dengan program ini, anak-anak muda mulai merasakan kembali literasi dengan cara membaca buku secara langsung,” ujarnya.
Lantas, seperti apa programnya? Berbincang santai, Abi dan Alvaro Huda dengan santai menjabarkan. Sesekali mereka tertawa. Asyik sekali saat itu.
Hibah buku jadi poin dari program Yayasan Fokus Balikpapan. Hibah dilakukan ke kedai-kedai kopi atau kafe di Balikpapan yang mereka anggap memiliki space luas untuk dijadikan ruang baca. Buku diberikan secara sukarela. Jumlahnya puluhan, mulai dari novel, komik, hingga buku berjenis how to pun ada.
Kedai kopi atau kafe dipilih, dikarenakan di wadah inilah millennial atau anak muda sering habiskan waktu mereka.
“Dengan dimulainya program ini, kami ingin pihak-pihak lain juga bergerak. Langkahnya masih kecil, tetapi paling tidak sudah dimulai. Nantinya, mereka yang ingin sumbangkan buku, bisa langsung menaruh buku mereka di kedai-kedai kopi atau kafe yang telah kami hibahkan beberapa buku. Kalau satu orang menyumbangkan satu buku, bayangkan kalau ada 50 orang, bisa jadi 50 buku.” ujar Abi.
“Intinya, buku lamamu, bisa menjadi buku baru bagi orang yang belum membaca buku tersebut. Jika ini berjalan mulus, maka akan ada lingkaran kebaikan, dimana tiap orang menyumbangkan buku, yang otomatis memberikan manfaat jika dibaca oleh orang yang menyukai buku tersebut,” ujar Abi selanjutnya.
Dalam prosesnya, buku-buku yang diletakkan di kedai-kedai kopi itu nantinya, diharapkan tidak dibawa pulang. Hal ini agar memberikan kesempatan kepada yang lain untuk membaca.
“Ya, tidak dibawa pulang. Program ini juga berguna bagi kedai-kedai kopi, karena bisa membuat mereka memiliki perpustakaan mini tanpa keluarkan biaya,” ucapnya.
Di pihak millennial, Alvaro Huda, yang kelahiran 90an, pun anggap kebiasaan membaca buku secara langsung, dan dilakukan di kedai kopi, adalah hal mengasyikkan untuk dilakukan.
“Pasti ada perbedaan, antara membaca buku via smartphone dengan membaca secara langsung. Megang fisik lebih seru,” ucapnya.
Di pihak pemilik kafe, Kiftian Hadi Prasetya pun sambut baik program ini.
“Ya harapan kami, program bisa menyebar luas ke beberapa kafe atau kedai kopi di Balikpapan, sehingga efeknya akan jauh lebih besar. Kami akan siapkan space pojok baca untuk menampung hibah buku-buku ini,” ucap Kiftian. (tim redaksi Diksi)