DIKSI.CO, PPU – Diduga karena menolak penggusuran lahan imbas proyek pembangunan Bandara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN), 9 orang yang disebut dari Kelompok Tani Saloloang ditangkap jajaran Polda Kalimantan Timur (Kaltim).
Peristiwa penangkapan itu dikabarkan terjadi pada Sabtu (24/2/2024) sekira pukul 20.19 wita tepatnya di Kelurahan Pantai Lango, Kecamatan Penajam, Kabupaten Penajam Paser Utara.
Dari pers rilis yang diterima media ini, 9 orang kelompok tani itu awalnya melakukan diskusi disebuah toko milik warga, membahas perihal penggusuran lahan berupa kebun/ladang atas pembangunan Bandara VVIP IKN Nusantara.
Pada saat itulah, 9 orang yang diketahui bernama Anton Lewi, Kamaruddin, Ramli, Rommi Rante, Piter, Sufyanhadi, Muhammad Hamka, Daut dan Abdul Sahdan tiba-tiba disambangi beberapa polisi dan dengan cepat diamankan petugas.
Alasannya, ke 9 orang itu ditahan karena telah melakukan penahanan alat berat di proyek pembangunan Bandara VVIP IKN Nusantara dan membawa senjata tajam.
Dikonfirmasi mengenai kabar itu, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Artanto mengkonfirmasi kebenaran kalau ke-9 orang tersebut telah ditahan.
Dan kini penahanannya sudah dipindahkan ke markas Polda Kaltim di Balikpapan.
“Iya betul (dilakukan penahanan). Saya sebut bukan kelompok petani tapi sekelompok orang, biar tidak bias,” terang Artanto saat dikonfirmasi, Senin (26/2/2024).
Ditanya lebih jauh mengenai alasan penangkapan 9 orang tersebut, Kombes Artanto mengatakan kalau kesemuanya adalah pelaku pengancaman kepada karyawan proyek pembangunan Bandara VVIP IKN Nusantara.
“Ini (penahanan 9 orang) diawali karena terjadinya tindak pidana pengancaman menggunakan sajam (senjata tajam) yang dialami oleh operator alat berat. Kejadian pertama pada hari Jumat 23 Februari 2024 sekitar pukul 16.30 wita. Di area pembangunan bandara VVIP,” bebernya.
Karena adanya pengancaman dari 9 orang tersebut, proyek pekerjaan akhirnya dihentikan sementara. Tak hanya di hari Jumat, lanjut Kombes Artanto, kejadian serupa kembali terulang pada Sabtu (24/2/2024) sekira pukul 08.30 Wita.
“Saat itu perator tersebut kembali dan kembali mendapat ancaman dari sekelompok orang tersebut. Itu diancam di lokasi pengerjaan. Sekelompok orang ini membawa sajam. Akhirnya operator berhenti beroperasi karena mereka merasa terancam. Mereka lalu melapor ke pengawasnya,” tambahnya.
Melalui mandor, alias pengawas proyek peristiwa pengancaman menggunakan sajam itu akhirnya dilaporkan ke pihak kepolisian setempat. Setelah mendapat laporan, polisi lebih dulu melakukan analisis awal.
Hingga pada akhirnya, di malam Sabtu itu ke-9 orang yang diduga melakukan pengancaman dibekuk polisi.
“Lokasinya (penangkapan) berbeda-beda. Ada yang di rumahnya ada juga yang ditempat lain,” imbuhnya.
9 orang yang ditangkap itu awalnya disebut cacat prosedur. Sebab dalam rilis yang beredar, polisi tak menunjukan surat penahanan, namun langsung menangkap 9 orang tersebut.
Kabar ini dengan cepat dibantah Kombes Artanto. Kata dia, yang namanya penangkapan sudah pasti sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“Jadi pada saat penangkapan, pihak dari kepolisian setempat sudah menyampaikan identitas dari ke-9 orang itu. Saat mereka sudah di bawa pihak polisi menyampaikan surat perintah penangkapannya, kemudian Minggu kemarin sudah di tahan dan surat penangkapan juga sudah diberikan kepada pihak keluarga,” urainya.
Saat ini Kombes Artanto menyebut kalau kasus ke-9 orang itu sudah naik ke tahap penyidikan. Yang mana ke-9 nya disangkakan dengan Pasal 335 KUHP dan UU Darurat nomor 12/1995.
“Mereka sudah naik penyidikan, dan sudah ditahan di Polda Kaltim. Hari minggu kemarin dilimpahkan ke Polda Kaltim setelah sebelumnya ditahan di Polres PPU. Disangkakan Pasal 335 KUHP dan UU Darurat nomor 12 tahun 1951,” pungkasnya. (tim redaksi)