Selasa, 26 November 2024

Tiga Terdakwa Perkara Rasuah Irigasi Desa Sepati Kukar Divonis Bersalah, Ini Sanksinya Masing-masing

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Kamis, 24 Juni 2021 8:23

FOTO : Suasana persidangan kasus rasuah proyek irigasi yang menghadirkan tiga terdakwa dan mendapatkan putusan hukum yang berbeda-beda/Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Tipikor (Tipikor) Samarinda akhirnya menjatuhkan hukuman pidana kepada tiga terdakwa kasus korupsi proyek peningkatan irigasi di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara pada Rabu (23/6/2021) sore kemarin. 

Ketiga terdakwa yang divonis bersalah tersebut dijatuhi hukuman berbeda-beda oleh majelis hakim. Ketiganya ialah Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin selaku Direktur PT Akbar Persada Indonesia (PT API), dan Maladi sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan jika ketiga terdakwa terbukti secara sah bersalah dan meyakinkan bersama-sama telah melakukan pidana korupsi melakukan penyimpangan pengerjaan proyek pembangunan peningkatan irigasi asal aspirasi warga di Desa Sepatin.

Akibat tindak rasuah yang dilakukan ketiga terdakwa, negara ditaksir mengalami kerugian Rp9.631.965.250,00 atau Rp 9,6 miliar. Ketua Majelis Hakim yang dimpimpin Joni Kondolele dan didampingi Hakim Anggota Parmatoni bersama Arwin Kusmanta membacakan amar putusan ketiga terdakwa secara bergantian. 

Dalam amar putusannya terdakwa Maladi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwan primer. Kendati demikian, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini tetap menyatakan, terdakwa Maladi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, telah melakukan tindak pidana korupsi, secara bersama-sama. 

Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. 

“Dengan ini menjatuhkan pidana kepada terdakwa Maladi dengan hukuman pidana selama tiga tahun kurungan penjara. Dikurangi masa tahanannya, dengan perintah terdakwa tetap ditahan. Disertai denda sebesar Rp50 juta subsider satu bulan. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Penuntut Umum yang menuntut 4 tahun dengan denda Rp50 juta subsidair 3 bulan,” ucap Joni Kondolele.

Setelahnya, Ketua Majelis Hakim melanjutkan pembacaan amar putusan pads terdakwa Amiruddin. Dengan turut menyatakan terdakwa Amiruddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana dakwaan primer yang tercantum dalam Pasal 2 UU Tipikor. 

Terdakwa Amiruddin dijatuhi hukuman pidana empat tahun disertai denda sebesar Rp200 juta subsidair 2 bulan pidana, beserta Uang Pengganti (UP) sejumlah Rp300 juta subsidair 1 tahun penjara. 

"Dari pertimbangan majelis hakim, hukuman kami ringankan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut untuk dikenakan sanksi selama 6 tahun pidana penjara, dengan denda Rp200 juta subsidair 6 bulan pidana kurungan dan UP Rp300 juta subsidair 3 tahun pidana," imbuhnya. 

Terakhir, majelis hakim menyatakan terdakwa Thamrin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999. 

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. 

“Menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa Thamrin selama enam tahun kurungan penjara. Dipotong masa penahanannya. Dengan perintah terdakwa tetap ditahan," terangnya.

Selain itu, terdakwa juga dijatuhi denda Rp500 juta subsidair dua bulan beserta UP sebanyak Rp8,7 miliar. Apabila terdakwa tidak mampu membayar UP paling lama satu bulan sesudah putusan. Maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut. 

“Apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar UP, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun kurungan penjara,” tandasnya. 

Joni Kondolele kembali menyebutkan, bahwa hukuman yang diberikan majelis hakim ini lebih ringan dibanding tuntutan JPU yang menuntut 9 tahun pidana, denda Rp500 juta subsidair 6 bulan. Dengan UP sebanyak Rp8,7 miliar subsidair 4 tahun 6 bulan pidana.

Menanggapi vonis oleh Majelis Hakim yang diberikan kepada terdakwa, JPU dari Kejaksaan Negeri Kutai Kartanegara Moh Iqbal Fatoni mengaku memilih untuk pikir-pikir. 

"Kami pikir-pikir dulu selama satu pekan ini," singkatnya.

Diwartakan sebelumnya, perkara tindak pidana korupsi yang menjerat Thamrin selaku Pelaksana Kegiatan Peningkatan Irigasi Tambak, Amiruddin selaku Direktur PT API, serta Maladi sebagai Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) ini, berupa penyimpangan pengerjaan proyek peningkatan irigasi tambak, di Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kukar. 

Akibat rasuah yang dilakukan ketiga terdakwa, negara mengalami kerugian hingga sebesar Rp9.631.965.250,00 atau Rp 9,6 miliar. Temuan tindak rasuah itu berdasarkan Laporan Pemeriksaan Khusus dari Inspektorat Kabupaten Kukar Nomor: Itkab-700/002/LHP-KH/III/2018 tanggal 15 Maret 2018. 

Disebutkan, kerugian yang diterima negara itu disebabkan pelaksanaan kontrak yang dikerjakan terdakwa, terdapat beberapa penyimpangan. Di antaranya penyimpangan perubahan jenis pekerjaan, yang semulanya adalah pengerjaan pembangunan jaringan irigasi tambak, diubah menjadi peninggian tanggul tambak. 

Selanjutnya penyimpangan berupa perubahan lokasi pekerjaan yang tak sesuai dengan kontrak proyek. Telah terjadi pergeseran lokasi pengerjaan yang dilakukan secara sepihak, yang tak sesuai dengan gambar desain dan dokumen lelang. 

Kemudian penyimpangan pelaksanaan pengerjaan kegiatan yang melanggar aturan. Di mana akibat menggeser lokasi pengerjaan tersebut, ternyata masuk ke dalam kawasan hutan produksi, yang seharusnya kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. 

Terakhir, akibat penyimpangan pekerjaan yang dilakukan itu, berdampak pula pada pelanggaran pelaksanaan kegiatan yang tidak didukung izin pemanfaatan kawasan hutan, dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. 

Akibat empat poin penyimpangan pekerjaan tersebut, alhasil proyek dari Dinas Pekerjaan Umum Kukar yang telah dikerjakan PT API dari proses lelang itu, menjadi sebuah temuan pekerjaan fiktif. Lantaran hal tersebut, ketiga terdakwa dianggap memiliki peran penting atas pengerjaan proyek asal aspirasi warga Desa Sepatin. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews