Jumat, 20 September 2024

Soal Dugaan Positif Covid-19, Aktivis di Samarinda Duga Adanya Upaya Pembungkaman

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Minggu, 23 Agustus 2020 13:36

FOTO : Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Yohana Tiko dan Bernard Marbun LBH Samarinda memperlihatkan hasil swab meraka negatif/IST

DIKSI.CO, SAMARINDA - Polemik dugaan pembungkaman tiga aktivis di Samarinda dengan uji swab abal-abal terus memanas.

Ketiga aktivis tersebut, yakni Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Yohana Tiko, Bernard Marbun dan Fathul Huda dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda

Dua dari tiga aktivis yang Divonis positif Covid-19 ini telah membantah hal tersebut dengan melakukan tes swab tandingan di RS Pertamina Balikpapan dan disiarkan dalam konferensi pers via daring pada Jumat (21/8/2020) kemarin. 

Langkah Satgas Covid-19 Samarinda ini dinilai memiliki banyak kejanggalan ketika melakukan pengujian swab di dua kantor aktivis ini pada 30 Juli kemarin.

Mulai dari petugas yang tidak menunjukan kartu identitas, pengambilan swab acak yang tidak dilakukan kepada pemukiman warga lainnya, hingga tak diberikannya hasil rekam medis tertulis kalau ketiganya telah positif Covid-19.

Sebab kejanggalan ini, para aktivis menilai adanya dugaan pembungkaman yang dilakukan oleh pemerintah setempat. 

"Dugaan kasus yang mana yang coba dibungkam, kami enggak bisa pilih kasus mana. Karena semua kasus berpotensi mulai dari penolakan IKN, Omnibuslaw, bahkan UU-Minerba," ucap Yohana Tiko saat dikonfirmasi, Minggu (23/8/2020) malam ini melalui telepon selulernya. 

Saat ini, lanjut Tiko, ada beberapa kasus yang memang saat ini diadvokasi oleh Walhi Kaltim.

Seperti putusan kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Kemudian soal aksi penolakan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Ada juga soal penolakan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K), karena dokumennya tidak melindungi yang namanya wilayah tangkap nelayan dan pemukiman nelayan. 

"Kemudian ada juga kasus di desa yang sedang kami advokasi di Lebak Cilong, yang mereka juga diintimidasi dengan dilaporkan ke Polres Tenggarong (Kukar) oleh perusahaan,” kata Tiko. 

Kata Tiko, upaya dugaan pembungkaman ini seperti lebih menjurus kepada pembentukan stigma masyarakat kepada Walhi Kaltim dan aktivis lainnya. 

"Dan ini berdampak kepada kepercayaan masyarakat kepada warga," imbuhnya. 

Tiko mengumpamakan, semisal ketika pihaknya melakukan advokasi maka bisa saja timbul rasa ketidak perayaan masyarakat.

Sebab dalam pernyataan Satgas Covid-19 Samarinda, petugas menyebut ketiga aktivis yang terkonfirmasi Covid-19 ini melakukan perlawanan saat hendak dijemput untuk melakukan isolasi di RSUD IA Moeis. 

"Yaitu upaya pembangunan stigma dengan dalil kita melawan. Padahal kami bukan melawan, kalau mampu melihatkan kami positif, kami akan ikut," urai Tiko. 

Dengan seluruh kejanggalan tersebut, bahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham) Republik Indonesia (RI) telah bersurat kepada Pemkot Samarinda, Pemprov Kaltim dan Satgas Covid-19 untuk memberikan klarifikasinya menganai dugaan-dugaan yang telah disuarakan para aktivis ini. 

"Langkah kami selanjutnya masih akan mengawal surat Komnasham RI itu sampai di jawab dan juga akan menyurati mereka (pemerintah terkait) membuka hasil swab kami," pungkasnya. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews