Selasa, 26 November 2024

Sidang Kasus Rasuah Mantan Bupati Kutim, Terungkap Uang Tak Langsung Diberikan ke Ismunandar

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Selasa, 22 September 2020 5:54

FOTO : Suasana persidangan pertama kasus rasuah mantan Bupati Kutim Ismunandar yang mendudukan dua tersangka rekanan di kursi pesakitan/IST

DIKSI.CO, SAMARINDA - Berkas perkara rasuah yang melibatkan mantan Bupati Kutai Timur, Ismunandar bersama enam tersangka lainnya mulai memasuki jadwal persidangan.

Meski tak semua, namun dua di antaranya yakni tersangka Aditya Maharani dan Deky Aryanto selaku rekanan swasta pemberi suap telah memasuki persidangan pertamanya pada Senin (21/9/2020) siang kemarin. 

Meski demikian, kedua tersangka diketahui masih berada di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Pada sidang pertamanya, sidang dipimpin ketua majelis hakim Agung Sulistiyono didampingi Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo.

Turut hadir juga Ibrahim Rendi dan Deni Ardiansyah, selaku tim penasehat hukum dari terdakwa Aditya Maharani.

Ada pula, Arifin dan Firmansyah merupakan tim penasihat hukum dari terdakwa Deki Aryanto. Setelah sidang dibuka, Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung dari gedung KPK di Jakarta membacakan dakwaan.

Diawali dengan berkas dakwaan milik terdakwa Aditya Maharani, pimpinan kontraktor sekaligus rekanan Pemkab Kutim itu didakwa memberi sejumlah uang kepada Bupati Kutim Ismunandar.

Diketahui uang sebesar Rp6,1 Miliar tidak langsung diberikan kepada Ismunandar, melainkan uang ditampung dan diberikan melalui bawahan Ismunandar, yakni Musyafa selaku Kepala Bapenda Pemkab Kutim.

Selanjutnya, JPU melanjutkan bacaan berkas dakwaan milik terdakwa Deki Aryanto. Sama seperti Aditya Maharani, dia didakwa atas dugaan pemberian sejumlah uang, demi melancarkan pengerjaan proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutim.

Untuk memuluskan proyek, Deki diketahui akan memberikan uang sebesar Rp 8,03 Miliar, kepada Ismunandar juga melalui Musyafa.

Melalui tim, kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Maka dari itu sidang pun ditutup dan akan dilanjutkan pada Senin (23/9/2020) mendatang, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

"Terkait dengan asas biaya murah dan sederhana, sehingga kita pilih tidak eksepsi agar langsung ke pokok perkaranya saja," ungkap Deni Ardiansyah saat dikonfirmasi, Selasa (22/9/2020).

Lanjut Deni, pilihan tidak memilih hak eksepsi tersebut tidak serta merta menyebutkan bahwa dakwaan yang dibacakan oleh JPU telah sesuai. Tim Penasihat Hukum ingin langsung mengkritisi dan pembuktiannya dari keterangan saksi-saksi.

"Kalau dibilang tidak sesuai dengan dakwaan, tapi itulah itulah faktanya. Kalau dibilang sesuai, kita harus tetap mengacu dakwaan yang telah dibuat JPU," katanya

Kita baru bisa kritisi dari segi pembuktian ketika pemeriksaan surat dan saksi. Disitu baru akan kita jawab semua," sambungnya.

Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Deki Aryanto mengatakan, dalam bacaan JPU telah menyusun berkas sesuai prosedur. Alasan itu yang membuat mereka tak memilih untuk mengambil hak eksepsi.

"Kami harap awak media bisa terus memantau dalam fakta persidangan. Karena kemungkinan, akan ada fakta baru, yang memungkinkan munculnya aktor lain dalam perkara ini," singkatnya.

Sebelumnya, Aditya Maharani dan Deki Maharani diamankan penyidik KPK karena diduga telah memberikan sejumlah uang dari proyek infrastruktur Pemkab Kutim.

Fee proyek yang diberikan kedua terdakwa itu terkait dengan proyek yang dikerjakan baik di lingkungan Dinas PU dan Dinas Pendidikan Kutim.

Disebut-sebut proyek yang dikerjakan kedua terdakwa nilainya sudah di-mark-up.

Kemudian dilakukan pengaturan lelangnya, termasuk pembayaran dilakukan sangat cepat. Berbeda dengan paket proyek lainnya.

Dalam kasus ini keduanya didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP atau kedua Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (tim redaksi Diksi) 

 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews