Selasa, 26 November 2024

Sengketa Pergantian Ketua DPRD Kaltim Kembali Disidangkan, Penggugat Hadirkan Saksi Ahli

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Selasa, 12 Juli 2022 11:19

Suasana persidangan sengketa politik pergantian Ketua DPRD Kaltim yang kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda yang menghadirkan saksi ahli, Hendiansyah Hamzah. (IST)

DIKSI.CO, SAMARINDA - Sengketa pergantian Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) di internal Fraksi Golkar, dari Makmur HAPK ke Hasanuddin Masud kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.

Sidang dengan nomor perkara 02/Pdt.G/2022/PN.Smr itu kembali digawangi Agus Raharjo selaku Ketua Majelis Hakim bersama Akhmad Dwinanto dan Mtoro Hindaryanto sebagai Hakim Anggota.

Dalam sidang lanjutan itu, Majelis Hakim mendengarkan keterangan Hendiansyah Hamzah alias Castro sebagai saksi ahli yang dihadirkan pihak penggugat, Makmur HAPK.

Dalam kesaksiannya, Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) itu memaparkan dua poin utama yakni dalam peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) apabila terdapat proses hukum berkenaan dengan pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD maka harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses politik melalui rapat paripurna DPRD.

"Yang kedua, dalam kaitannya dengan pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD, hal demikian harus dilakukan dengan alasan-alasan yang logis dan berbasis evaluasi kinerja bukan berdasarkan like and dislike. Karena meskipun pimpinan DPRD berdasarkan penugasan atau penunjukan dari partai politik namun pada hakikatnya penugasan atau penunjukan tersebut mengandung makna bahwa yang ditugaskan atau ditunjuk sebagai pimpinan DPRD untuk kepentingan publik, sehingga tidak lagi sepenuhnya milik partai politik," beber Castro dalam persidangan, Selasa (12/7/2022) sore tadi.

Lanjut diungkapkannya, meskipun pemberhentian dan penggantian pimpinan DPRD merupakan hak partai politik, akan tetapi tidak boleh dilakukan secara semena-mena agar tidak memengaruhi fungsi dan tugas para wakil rakyat secara kelembagaan.

"Kedua hal tersebut merupakan pertimbangan hukum (ratio decidendi) putusan MK yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari amar putusan. Oleh karena itu, ratio decidendi tersebut bersifat mengikat, sama halnya dengan amar putusan MK. Dan jika kedua hal tersebut tidak terpenuhi, maka proses pemberhentian dan pergantian pimpinan DPRD, tidak sah secara hukum," terang Castro.

Sementara itu, pihak tergugat dari Fraksi Partai Golkar yang turut dikonfirmasi usai persidangan menyebut bahwa sejatinya tongkat kepemimpinan DPRD Kaltim dari Makmur HAPK kepada Hasanuddin Masud sudah bisa dilakukan lantaran telah melalui serangkaian mekanisme resmi.

"Itu (pergantian Ketua DPRD Kaltim) sudah di uji ke dalam Mahkamah Partai dan sebagian besar telah menerimanya. Bahkan serangkaian proses di internal (Fraksi Partai Golkar) juga sudah dilalui. Jadi suka tidak suka tetap dilaksanakan (pergantian Ketua DPRD Kaltim)," ucap La Sila kuasa hukum tergugat yang dijumpai wartawan usai persidangan.

Lanjut diungkapkannya, meski saat ini upaya hukum lanjutan dari Makmur HAPK masih terus berjalan namun hal tersebut tidak seketika menggugurkan pergantian kursi Ketua DPRD Kaltim.

"Memang masih ada proses hukum berjalan tapi pada intinya tidak ada lagi sengketa politik. Putusan hukum dalam partai itu sudah final melalui paripurna. Di dalam DPRD itu sudah di uji," tegasnya.

Menganggapi hal tersebut, Andi Asran Siri selaku kuasa hukum penggugat memberikan pernyataan sebaliknya.

"Meski di DPRD atau dalam UU (Undang-undang) sudah terpenuhi, tapi kalau ada proses upaya hukum (yang masih berjalan) maka hal itu (pergantian Ketua DPRD Kaltim) belum bisa dilakukan," tekan Andi Asra usai persidangan.

Sementara itu, Andi Asran juga menyinggung mengenai keabsahan paripurna yang telah dilakukan Fraksi Partai Golkar untuk melakukan pergantian kursi Ketua DPRD Kaltim.

"Paripurna yang dimaksud itu 2 November (2021) lalu, dan (posisinya) kita masih melakukan upaya hukum yang masih berlangsung. Sehingga proses putusan ada di Desember. Sehingga paripurna di November itu sudah menyalahi aturan," tandasnya.

Persidangan sengketa politik pergantian Ketua DPRD Kaltim itu pun ditutup dan dilanjutkan kembali pada pekan depan.

Sebagai informasi, diberitakan sebelumnya Makmur HAPK melayangkan gugatan PAW ke Mahkamah Partai Golkar. Namun langkah Makmur guna mengadang upaya DPD Golkar Kaltim yang merotasinya dari kursi ketua DPRD Kaltim ditolak.

Tak berhenti, Makmur memilih membawa sengketa politik ini ke PN Samarinda, melalui gugatan perdata.

Dalam gugatannya, Makmur meminta agar PN Samarinda menganulir putusan Mahkamah Partai Golkar.

Tepatnya 20 Desember 2021 lalu, Majelis hakim yang dipimpin Hasanuddin bersama Muhammad Nur Ibrahim dan Lukman Akhmad menjatuhkan putusan atas gugatan perdata bernomor 204/Pdt.G/2021/PN Smr tersebut.

Majelis Hakim, menganggap penyelesaian sengketa politik antara Makmur HAPK dengan Partai Golkar, baik ditingkat DPP, DPD, hingga Fraksi di DPRD Kaltim telah selesai.

Putusan sesuai pertimbangan dari hasil putusan dari Mahkamah Golkar Nomor 39/PI-Golkar/VIII/2021 pada 13 Oktober 2021.
Sebagaimana didalam Pasal 32 Ayat 5 UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Parpol.

Klausa menyebutkan, bahwa seluruh perselisihan partai harus terlebih dahulu diselesaikan lewat mahkamah partai. Langkah itu bersinergi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4/2016 yang menilai, jika putusan mahkamah partai menjadi acuan dari UU tersebut, sah dan bersifat final dan mengikat. (tim redaksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews