DIKSI.CO, SAMARINDA - Perbuatan amoral terjadi di Samarinda, ibu kota Kalimantan Timur.
Kasus pencabulan kepada anak tiri kembali terjadi di Kota Tepian.
Kali ini, kejadian dilakukan pelaku berinisial KR (48) saat sang istri sedang asyik mandi.
Kala itu, korban berinisial SC masih berusia 9 tahun ketika dirundung paksa oleh ayah tirinya.
Tak hanya itu, KR yang harusnya berperan sebagai pelindung dan pengayom di rumah ini justru tega mengulangi perbuatannya hingga lima kali.
"Kejadian awal pada Juli 2017 dan terus berulang sampai 2018," terang Kapolsek Samarinda Kota, AKP M Aldi Harjasatya, Kamis (23/7/2020).
Kasus pencabulan ini mulanya dikira aman dan tak mungkin berbuntut panjang oleh pelaku.
Namun selang dua tahun dari perbuatan terakhirnya, tepat pada Rabu (22/7/2020) kemarin, semua kelakuan ayah tiri ini terbongkar saat sang ibu membaca bukuan harian buah hatinya.
"Jadi di dalam buku harian si anak itu tertulis semua hal yang pernah dilakukan pelaku," ungkap polisi berpangkat balok tiga emas ini.
Terkejut melihat ungkapan hati sang anak, si ibu kemudian langsung meminta penjelasan.
Ketika sang anak mengakuinya, si ibu kemudian tak lagi bisa membendung amarahnya dan melaporkan sang suami kepada pihak kepolisian.
"Semalam langsung kami amankan dikediaman di Kecamatan Samarinda Kota," sambungnya.
Sementara itu, menurut pengakuan pelaku yang dijumpai awak media menuturkan kelakuannya itu terjadi spontanitas.
Tak ada paksaan kekerasan, tak ada juga uang iming-iming. Menurutnya semua terjadi begitu saja.
"Ya cuman nafsu gitu aja. Pertama kali saya melakukan pas istri lagi mandi," akunya.
Padahal, dari pernikahannya dengan si istri pada 2016 lalu, ia telah dikaruniai seorang anak perempuan yang masih berusia 1 tahun 7 bulan.
"Engga ada cekcok sama istri. Baik aja hubungan," sambungnya.
Tapi pelaku terkejut, sebelum diamankan petugas kepolisian. Ia mulanya mengira jika sang istri telah memaafkan perbuatannya.
Karena saat ketahuan, pelaku pun mengakui semua perbuatannya dan telah meminta maaf akan kekhilafannya itu.
Hanya saja, hukum tak berlaku surut.
Meski pelaku telah meminta maaf, namun ia tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatan amoralnnya tersebut dengan jeratan pasal 76E Jo Pasal 82 UU RI No.17 Tahun 2016 tentang penetapan PP pengganti perundang undangan No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No.23 tahu. 2002 tentang perlindungan anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun kurungan bui.
"Biarpun nyesal saya tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatan saya," tutup pengangguran ini. (tim redaksi Diksi)