DIKSI.CO - Para hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjadi sorotan publik usai menjatuhkan hukuman ringan kepada terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada 2015-2022.
Majelis yang diketuai Eko Aryanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eryusman, Jaini Basir, dan Mulyono itu menghukum Harvey pidana penjara 6,5 tahun.
Padahal, Jaksa penuntut umum (JPU) Kejagung menuntut Harvey Moeis 12 tahun penjara.
Hukuman tersebut membuat publik geram, mengingat total kerugian negara dalam kasus korupsi timah itu mencapai Rp300 triliun.
Kejagung pun mengajukan banding atas vonis ringan tersebut.
Kemudian, Komisi Yudisial (KY) juga memutuskan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran etik para hakim tersebut.
Penyelidikan ini dilakukan dengan menggandeng Kejagung sebagai penyidik yang menggali praktik rasuah timah.
Kerja sama dilakukan dalam bentuk pertukaran informasi, pemeriksaan saksi.
"Sampai nanti pada hakimnya jika ada indikasi penyimpangan," kata Juru bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata, dikutip dari metrotvnews.
Sementara itu, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, meski hakim terbukti melanggar, putusan tidak bisa dianulir.
Fickar menjelaskan KY hanya akan memeriksa para hakim dari segi perilaku.
Para hakim nantinya bisa diberi sanksi maksimal pemecatan jika terbukti ada perilaku pelanggaran etik.
Sedangkan, proses oleh Kejagung, ucap Fickar, masuk ke ranah pidana.
Fickar mengatakan, para hakim bisa dihukum penjara bila terbukti telah menerima suap atau memeras.
"Jika putusan terhadap hakim-hakim itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan pasti, maka putusan ini bisa menjadi bukti baru dalam perkara Harvey Moeis untuk merubah hukumannya lebih berat," pungkasnya. (*)