Jumat, 20 September 2024

Klaster Ijtima Gowa, Seperti Mencari Jerami di Tumpukan Jarum

Koresponden:
diksi redaksi
Senin, 13 April 2020 12:0

Grafis artikel Klaster Ijtima Gowa, Seperti Mencari Jerami di Tumpukan Jarum/ Diksi.co

Klaster Ijtima Gowa, Seperti Mencari Jerami di Tumpukan Jarum

"Iya benar, tadi pagi sudah didata Babinkamtibmas, didatangi di rumah. Disuruh karantina mandiri di rumah 14 hari,"

-------Petikan wawancara singkat dari salah seorang pelaku perjalanan ke Ijtima Asia 2020 Gowa, Sulsel. Redaksi Diksi bertanya terkait apakah dirinya telah terdata oleh Dinas Kesehatan, sebagai peserta Ijtima Gowa. Wawancara dilakukan via WhatsApp, pada tanggal 30 Maret 2020-------

DIKSI.CO, SAMARINDA - Saat itu, waktu menunjukan pukul 12.25 Wita. Petugas medis bergegas menuju arah sumber suara. Brrraaakkk!!!, diduga salah satu pasien terjatuh di kamar mandi.

Bukan pasien biasa, tapi pasien ruang isolasi Covid-19. Lelaki paruh baya berinisial LMY, diduga terjatuh di dalam kamar mandi. Petugas bergegas, tapi pintu dikunci. Tidak ingin kehilangan banyak waktu, petugas akhirnya mendobrak pintu, mendapat pasien telah tergeletak di lantai kamar mandi.

Kondisi pasien saat itu kritis, sesak nafas, dan tanda vital menurun. Dokter dan perawat berjuang menstabilkan kondisi pasien. Resusitasi Jantung Paru (RJP) dilakukan petugas medis.

Tidak berselang lama, pria berusia 60 tahun itu pun dinyatakan meninggal dunia, pukul 12.59 Wita.

Sudah 9 hari LMY dirawat di RSUD Kanujoso Djatiwibowo. Kondisinya memang cukup buruk. Memiliki riwayat jantung dan diabetes, kondisi itu diperparah dengan statusnya yang terkonfirmasi positif Covid-19.

Virus mematikan asal Wuhan itu menjangkiti dirinya, diduga usai mengikuti kegiatan pertemuan ulama Asia, Ijtima 2020 di Gowa, Sulawesi Selatan.

"Yang bersangkutan adalah pasien dari klaster acara Ijtima Ulama Dunia 2020 Zona Asia di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan," kata Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi, saat memberi keterangan pers di Balikpapan, Minggu sore (29/3/2020).

LMY merupakan warga Kalimantan Selatan. Namun sepulang dari kegiatan Ijtima Gowa, ia memutuskan berkunjung ke Balikpapan.

Di Kota Minyak, kondisi kesehatannya menurun. Pada 20 Maret 2020, ia masuk rumah sakit, dan ditetapkan sebagai PDP. Pada 21 Maret masuk ke ruang isolasi. 

LMY akhirnya dimakamkan di Balikpapan mengikuti protokol penanganan jenazah Covid-19 dari Kemenkes dan Kemenag RI.

"Jadi protokol pemakaman hanya beri waktu empat jam dan langsung dimakamkan di sini," ungkapnya.

Meninggalnya salah satu pasien positif Covid-19 di Balikpapan, membuat Ijtima Gowa, menjadi klaster penyebaran corona baru yang perlu mendapat perhatian serius.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kaltim, mulai bergegas melakukan pendataan peserta Ijtima yang berangkat asal Kaltim.

Dari data yang dimiliki panitia Ijtima 2020 Gowa, jumlah peserta asal Bumi Mulawarman mencapai 1.642 orang. Angka ini menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia.

Bak bom waktu, bila tidak ditangani lebih dini, klaster ini bisa saja menimbulkan ledakan jumlah pasien positif Covid-19 di Kaltim. (*)

Semua Dimulai dari Sini

Tablig akbar bertemakan Ijtima Zona Asia 2020, sedianya digelar di Pakkatto, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan pada 19-22 Maret 2020.

Namun waktu pelaksanaan berada dalam masa pandemi Covid-19, acara tersebut akhirnya dibatalkan satu hari sebelum Ijtima dilaksanakan.

Ijtima Dunia Zona Asia 2020 ini resmi batal setelah terjadi koordinasi yang alot antara panitia dan Pemerintah Kabupaten Gowa.

"Alhamdulillah, akhirnya sepakat Ijtima dunia ditunda atau dibatalkan pelaksanaannya," kata Bupati Gowa, Adnan Purichta, dalam keterangan tertulisnya, Rabu 18 Maret 2020 malam.

Acara boleh batal. Namun di Gowa, telah hadir ribuan jemaah yang sudah datang ke lokasi. Mereka datang dari berbagai daerah di penjuru Indonesia bahkan hingga luar negeri.

"Sudah hampir 9000 jamaah catatan sementara. Ada dari Lampung, Jambi, Magelang, dan banyak lagi," kata Andi Abdillah Beso Manggabarani, Koordinator Mobilisasi dan Transportasi Ijtima Dunia Zona Asia 2020.

Menurut data panitia Ijtima Dunia Zona Asia 2020, jemaah yang datang dari Kaltim mencapai 1.642 orang. Kedatangan jemaah asal Kaltim, meliputi jalur laut dan udara.

Data jumlah peserta Ijtima Dunia Zona Asia 2020, dari berbagai daerah di Indonesia:

(Foto data peserta)/ IST

Setelah melakukan penelusuran lebih lanjut terhadap peserta Ijtima Gowa, yang pulang ke Kaltim, redaksi Diksi.co, berhasil memperoleh keterangan singkat dari salah satu peserta pertemuan ulama tersebut. 

(Untuk alasan privasi, Diksi.co merahasiakan nama dan alamat jemaah tersebut. Selanjutnya jemaah tersebut akan diberi inisial A)

A, mengaku kembali ke Samarinda, melalui Bandara APT Pranoto Samarinda, pada tanggal 19 Maret 2020. Dirinya tidak mengetahui secara rinci berapa jumlah peserta asal Kaltim, yang berangkat ke Sulsel. Namun saat pulang, bandara dipenuhi peserta Ijtima yang pulang ke Bumi Mulawarman.

Setibanya di Samarinda, A lalu melaporkan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Usai melakukan pemeriksaan medis, A ditetapkan ODP dan menjalani karantina mandiri di rumah.

"Sudah lapor pas pulang, disuruh isolasi mandiri di rumah selama 14 hari," katanya, melalui pesan WhatsApp.

A mengaku kondisinya baik, hingga menyelesaikan masa inkubasi virus selama 14 hari. Saat ini, ia telah menyelesaikan masa pemantauan dengan keadaan sehat.

"Kondisi alhamdullialah sehat," lanjutnya.

Redaksi Diksi, juga berhasil mengkonfirmasi jemaah Ijtima Gowa lainnya (selanjutnya berinisial B). 

Tidak seperti A yang langsung melaporkan diri, B justru mengaku takut melapor. Alasannya tidak ingin dikucilkan dari lingkungan masyarakat. Namun berkat hasil tracing dari Dinas Kesehatan Samarinda, B akhirnya didata, dan ditetapkan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP).

"Tadi pagi sudah didata Babinkamtibmas dan ketua RT setempat. Diminta isolasi diri di rumah, selama 14 hari," ungkapnya. (*)

Tracing yang Melelahkan

Tidak butuh butuh waktu lama, kasus Covid-19 dari Klaster Ijtima Gowa mulai menampakan diri. 

Kasus pertama konfirmasi positif dari klaster ini, terjadi di Balikpapan. Warga asal Kalsel, ditetapkan positif corona saat berada di Balikpapan. Pasien dirawat di RSUD Kanujoso Balikpapan. Esoknya, tanggal 29 Maret, pasien ini dinyatakan meninggal dunia.

Dinas kesehatan kabupaten/kota, berkoordinasi dengan Dinkes Kaltim, langsung melakukan tracing terhadap seluruh peserta Ijtima Gowa ini. Seluruh upaya harus dilakukan. Petugas dinkes yang terbatas dipaksa maksimal mendata peserta Ijtima yang mencapai 1.600an orang ini.

Samarinda, diduga menjadi daerah dengan jumlah pelaku perjalanan ke Ijtima Gowa terbesar di Kaltim. Dari data Gutas Penanganan Covid-19 Kaltim, data peserta Ijtima asal Samarinda mencapai 200an orang. Namun, belakangan diperkirakan angka sebenarnya mencapai 400an orang.

Berapa sebenarnya jumlah peserta Ijtima asal Kota Tepian, Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, Ismed Kusasih menyebut belum bisa merilis data masyarakat Samarinda yang ikut sebagai peserta Ijtima Asia di Gowa, Sulawesi Selatan. Pasalnya masih banyak versi terkait jumlah itu sehingga pihaknya belum bisa memberi keterangan resmi.

“Jadi data itu sebenarnya banyak, sebab itu saya tidak bisa merilis sekian. Data itu ada dari intel, ada dari Dinas Kesehatan Kaltim. Karena banyak begitu jadi saya bingung,” ucap Ismed saat dikonfirmasi melalui via telepon, Rabu (8/4/2020).

“Banyak versi, kecuali yang menyatakan orang Ijtimanya karena data pasti dari mereka. Misalnya saya punya organisasi pasti saya tahu. Sementara ini masih simpang siur, ada yang mengatakan 200, ada yang mengatakan 150,” sambungnya.

Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Samarinda, Ismed Kusasih/ Diksi.co

Terkait data milik Dinkes Kaltim yang menyebut Samarinda ada 200 peserta yang mengikuti Ijtima Gowa, Ismed tidak menyangkal, pihaknya bahkan telah melakukan rapid test kepada 97 orang yang memiliki gejala medis dari data tersebut.

“97 orang yang kami rapid test itu hasilnya negatif, sudah sebagian dari mereka yang kami tracing. Ada juga yang di-PDP-kan, karena hasil rapid testnya positif,” katanya.

Bagi mereka yang masuk dalam kategori PDP, yang bersangkutan langsung diisolasi di rumah sakit rujukan Covid-19 di Samarinda, seperti RSUD I.A. Moeis Samarinda dan RSUD AWS Samarinda.

Namun untuk mereka yang hasil rapid testnya negatif, Ismed menyebutkan 97 orang itu statusnya menjadi Orang Dalam Pemantauan (ODP), sehingga mereka wajib menjalankan isolasi mandiri di rumah. 

“Protokolnya tetap 14 hari. Kalau lebih dari itu tidak ada gejala maka status ODPnya sudah gak," tegasnya.

"Pokoknya yang kami tracing kalau ada gejala medis langsung kami rapid test. Untuk tracing kami juga terkendala jumlah petugas yang terbatas," pungkasnya.

Tidak seperti Samarinda yang hanya melakukan tracing ke peserta Ijtima Gowa. Pemkab Kubar justru mengeluarkan kebijakan tegas. Sebanyak 14 orang dari klaster Ijtima Dunia di Gowa, Sulawesi Selatan, dikarantina di Asrama Paskibra Kabupaten Kutai Barat. 

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Kabupaten Kubar, Yacob Tulur dalam konferensi pers yang digelar Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Senin (6/4/2020) sore.

Peserta Ijtima Gowa, asal Kubar yang diisolasi terpadu oleh Pemkab Kutai Barat/ IST

Yacob menjelaskan, Klaster Ijtima Gowa yang sudah dikarantina dari tanggal 5 April sebanyak 14 orang, dari Kecamatan Melak 13 orang, dan dari kecamatan Sekolaq Darat 1 orang.

"Semoga proses karantina ini lancar dan teman-teman yang dikarantina segera selesai dan dapat kembali ke masyarakat," harapnya.

Ia menambahkan, lokasi karantina akan dijaga aparat dari Polres Kubar, Kodim 0912 Kubar, dan Satpol PP serta BPBD. Juga diawasi oleh tenaga kesehatan. "Oleh karena itu, semoga hasil yang diisolasi di Rumah Sakit Harapan Insan Sendawar nantinya negatif, karena itu akan menentukan yang dikarantina ini, karena mereka bersama-sama satu klaster, kita tetap menunggu hasil swab dari Surabaya," tutur Yacob.

Redaksi Diksi.co pun mencoba mengkonfirmasi, berapa jumlah pasti peserta Ijtima Gowa, asal Bumi Mulawarman ke Dinas Kesehatan Kaltim.

Andi Muhammad Ishak, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, menyebut pihaknya belum menerima data menyeluruh hasil tracing peserta Ijtima dari kabupaten/kota. Bahkan, bukan 1.642 orang jumlah data milik Dinkes Kaltim, tapu hanya berjumlah 700an orang.

Andi M. Ishak, Plt Kadinkes Kaltim/ Diksi.co

Meski kurang dari separuh, pihaknya akan terus melakukan tracing terhadap peserta Ijtima yang belum melaporkan diri.

"Data yang kami miliki hanya 700an orang peserta. Kami juga belum mengetahui data persis berapa orang sebenarnya warga Kaltim yang sudah berada di Gowa," ungkap Andi.

Dari info sementara 700an warga Kaltim yang menjadi peserta Ijtima, dinas kesehatan kabupaten/kota hingga kini baru bisa mendata sekitar 653 pelaku perjalanan. Sisanya, masih diupayakan untuk didata.

Berikut hasil tracing peserta Ijtima Gowa di Kaltim.

 Hasil tracing peserta Ijtima Gowa di Kaltim/ Diksi.co

Terkait data yang simpang siur itu, Pokja 30 memberi tanggapannya.

Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 menyampaikan, seharusnya masyarakat diberikan informasi data yang tepat. 

Bila kemudian terjadi banyak versi terkait data jumlah yang berhubungan klaster Covid-19, hal ini kemudian justru menimbulkan pertanyaan publik.

“Artinya secara koordinasi dalam penanganan ini, baik secara data informasi atau apapun itu patut dipertanyakan. Bisa saja di Kaltim yang terungkap lebih dari data. Mestinya masyarakat itu diinformasi berdasarkan satu informasi yang terbangun dari keseriusan dalam berkoordinasi,” ungkap Buyung.

Kucing-kucingan dengan Peserta Ijtima

Dari 700an data peserta Ijtima Gowa asal Kaltim, sebagai klaim Dinkes Kaltim, ada 653 yang telah berhasil ditracing. 

Andi Ishak menyatakan angka itu sudah maksimal dari hasil tracing yang dilakukan dinkes kabupaten/kota pada periode tengah minggu keempat Maret hingga jelang pertengahan April ini.

Dirinya menyebut, dinkes tidak bisa bergerak sendiri dalam melakukan tracing. Perlu bantuan dari berbagai pihak guna mendapatkan keseluruhan data peserta, sehingga penyebaran Covid-19 ditekan semaksimal mungkin.

"Kami mendorong kabupaten/kota bekerjasama dengan gugus tugas melibatkan semua komponen, aparat pemerintahan, aparat desa, hingga ke RT. Karena mereka yang tahu penduduk di wilayahnya. Harus melakukan kolaborasi," kata Andi.

Kendala yang dihadapi adalah, karena berhadapan dengan satu golongan masyarakat, sehingga kadang banyak dari mereka yang enggan melaporkan diri ke petugas kesehatan maupun call center Covid-19, yang sudah disiapkan.

"Tidak mau melapor dan keterbukaan warga. Kami mau menggali kadang-kadang tidak mau menyampaikan secara rinci siapa saja yang berangkat ke Ijtima Gowa," jelasnya. 

Tidak ingin terjadi ledakan pasien konfirmasi Covid-19 di Kaltim. gugus tugas juga bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim, dan MUI kabupaten/kota untuk melakukan pendekatan terhadap para peserta Ijtima yang sudah pulang ke Kaltim bisa melapor ke petugas medis.

"Peserta ada yang keras, kami komunikasikan ke kabupaten/kota, untuk melakukan pendekatan ke peserta. MUI juga membantu melakukan pendekatan, bagaimana mereka menyadari ini penyakit menular. Jangan kita merasa sehat tapi tidak melaporkan diri," bebernya. 

Terkait rencana jemput paksa dan pendataan jemput bola di lapangan, juga sudan dilakukan. Dinkes Kaltim yang berkoordinasi dengan dinkes kabupaten/kota telah bekerjasama dengan TNI/Polri guna membantu pendataan.

Nyatanya langkah itu juga kurang maksimal. Untuk itu perlu keterbukaan berbagai pihak, termasuk peserta Ijtima itu sendiri, yang diharap suka rela melaporkan diri, agar penyebaran Covid-19 bisa dikendalikan.

Tak mudahnya melakukan tracing ke peserta Ijtima asal Kaltim, turut ditanggapi oleh Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Ya'qub.

Politisi PPP ini mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak terfokus hanya pada satu kelompok tertentu, namun harus menyeluruh dalam menyikapi persoalan terkait Covid-19 di Kaltim.

Rusman mengaku, Komisi IV DPRD Kaltim tidak ada pembahasan khusus terkait jamaah Ijtima yang kembali ke Kaltim.

"Ya, kalau membahas soal kelompok tertentu kami gak. Karena kalau seperti itu namanya menjadi tendensius. Jadi yang kami lakukan itu adalah meminta kepada seluruh masyarakat dari manapun dia supaya betul-betul mengikuti protokol Covid-19. Jadi tidak terfokus pada kelompok tertentu saja," ujar Rusman saat dihubungi Diksi.co, Kamis (9/4/2020).

Ditanya terkait opsi penjemputan paksa bagi peserta Ijtima, Rusman menegaskan langkah tersebut harus dilakukan jika ditemukan ada masyarakat yang tidak kooperatif untuk melaporkan diri.

"Ya kalau demi keselamatan bersama saya kira tidak ada salahnya kalau memang membandel. Karena kenapa, ini menyangkut keselamatan banyak orang bukan individu saja. Coba kalau dia sendiri menanggung tidak ada masalah. Tapi kan ini bisa mencelakakan orang lain. Jadi upaya paksa itu harus karena UU nya sudah ada," tegasnya.

Selain itu, berdasarkan rekomendasi dewan kepada Pemprov Kaltim mengenai fasilitas karantina khusus pasien Covid-19. Ia mengatakan pemerintah telah menyediakan fasilitas tersebut. Namun tidak untuk pasien yang berstatus ODP.

"Jangan juga terlalu berlebihan, kalau ODP itu bisa saja karantina mandiri. Tapi kalau PDP sudah ada tempat karantina khusus, terlebih kalau gejalanya semakin mendekati Covid-19, maka seyogyanya harus disiapkan tempat karantina oleh pemerintah," tutupnya.

Akademisi dari Universitas Mulawarman turut memberikan tanggapan soal fenomena ini.

Herdiansyah Hamzah, Dosen Hukum Unmul, menyampaikan bila yang terdata baru 653 dari total 1600-an, berarti kinerja pemerintah sangat buruk. Castro---- sapaan akrabnya menyebut dalam situasi ini kecepatan dan keakuratan data sangat dibutuhkan.

“Mestinya dalam situasi seperti ini, kecepatan dan keakuratan data itu sangat dibutuhkan. Ini yang mesti jadi concern pemerintah untuk melacak orang-orang yang terlibat Klaster Ijtima Gowa ini,” kata Castro saat dikonfirmasi melalui via telepon.

Herdiansyah Hamzah, Dosen Hukum Unmul/ Diksi.co

Castro menegaskan, pihak berwenang bisa melakukan tindakan preventif bila ada peserta Ijtima yang enggan melaporkan diri atau bahkan menghindar dari tracing petugas dinas kesehatan. Pihak aparat seharusnya mendatangi orang bersangkutan. 

“Kalau datanya sudah clear, lalu lantas ada yang menolak melalukan tes, maka pemerintah bisa menggelar tes secara paksa dengan dasar demi menjaga kepentingan umum,” ucapnya.

Meski begitu, masyarakat diharap tidak stigma buruk kepada peserta Ijtima ulama karena dalam situasi ini perlu semuanya saling menyokong. Selain itu, dari peserta Ijtima juga jangan mengedepankan rasa malu karena ini wabah yang mesti dilawan bersama.

“Satu sisi, dibutuhkan juga kesadaran diri sendiri dari mereka-mereka yang terkait dengan cluster itjima ini. Jangan mengedepankan rasa malu, tapi berpikirlah untuk melindungi saudara-saudara kita yang lain. Ini kan bukan penyakit, tapi wabah yang mesti kita lawan bersama. Publik juga seharusnya tidak memberi stigma yang berlebihan. Dalam situasi seperti ini, kita butuh saling menyokong karena ini bukan aib,” pungkasnya. (*)

Corona Bukan Aib

Banyak alasan yang mungkin mengakibatkan peserta Ijtima asal Kaltim, enggan melaporkan diri ke dinas kesehatan.

Salah satunya menghindari stigma buruk oleh masyarakat. Membuah Covid-19 dianggap aib yang harus disembunyikan.

"Jangan sampai ada stigma yang dimunculkan masyarakat ke mereka. Karena hal itu berpengaruh pada keterbukaan  mereka kepada petugas. Jangan sampai mereka tertekan karena dianggap membawa virus. Olehh karena itu mereka jadi bersembunyi," papar Andi.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kaltim ini, menyampaikan selama ini peserta yang terdata adalah mereka yang memiliki gejala medis, lalu ia mau melapor ke fasilitas kesehatan. Mereka baru mau melapor setelah ada kondisi tersebut. Dari laporan itu, lalu Dinkes kabupaten/kota mentracing siapa saja yang ikut berangkat dengan orang yang melaporkan tersebut.

"Yang terdata adalah mereka yang memiliki gejala medis, untuk itu mereka melapor. Setelah itu kami lakukan pengembangan," ungkapnya.

"Dari yang PDP maupun positif kami tracing. rules nya memang seperti itu, juga melakukan upaya ke semua pihak," sambungnya.

Andi berharap masyarakat ikut serta  membuat nyaman dalam kondisi ini. Salah satunya dengan tidak mengucilkan para ODP maupun peserta Ijtima ini.

"Lebih memotivasi mereka, jangan dikucilkan di masyarakat," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim, dr Nataniel Tandirogang. Dengan tegas Nataniel menyebut Covid-19 bukanlah penyakit aib.

"Covid-19 itu penyakit infeksi yang bisa  sembuh sendiri. Cuman masalahnya penularan penyakit ini sangat tinggi. Kalau disembunyikan ini sangat berbahaya, bukan hanya untuk dirinya, anak istrinya, juga untuk keluarganya, serta orang di sekitarnya," tegasnya.

Bila ada ODP atau pendatang dari luar darah di suatu permukiman, itu adalah hal wajar. Nataniel mengungkap kondisi itu menjadi bukti kesadaran masyarakat terkait penyakit ini sudah baik. Menghindari ODP dan mereka yang baru pulang dari luar daerah, terlebih daerah terjangkit, adalah cara yang paling efektif untuk memutus rantai penularan Covid-19 di masyarakat.

"Bila ada ODP Covid-19 harus dihindari, itu satu langkah yang efektif untuk memutus penyebaran Covid-19. Tapi kan bukan berarti sebagai aib. Itu kan untuk menghindari corona, nanti bila wabah sudah berlalu, harusnya semua akan normal kembali," tutupnya. (tim redaksi Diksi) 

BACA JUGA: BREAKING NEWS - RSUD AWS Bikin Surat Terbuka Terkait Pelayanan PDP Itjima Gowa, Polisi Tunggu Laporan Resminya

BACA JUGA: BREAKING NEWS – Update Covid-19 di Kaltim Sabtu (11/4/2020), Tak Ada Penambahan Pasien Positif

BACA JUGA: Aliansi Mahasiswa Mulawarman Bersurat ke Gubernur Kaltim Terkait Covid-19: Ayahanda Katakan Corona Berakhir Bulan Maret?

BACA JUGA: PDP Covid-19 di Samarinda Menolak Dikarantina dan Sempat Pecahkan Kaca, Plt Kadinkes Dinkes Kaltim: Benar Adanya

BACA JUGA: PSI Kaltim Bagi Makanan ke Wartawan dan Ojol

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews