DIKSI.CO, SAMARINDA - Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) seperti melekat dengan kehidupan masyarakat yang bermukim di bantaran sungai.
Berdasarkan data UNICEF tahun 2012 menyebut 1,1 miliar orang di dunia masih BAB sembarangan. Indonesia menduduki peringkat kedua dunia yang penduduknya masih berperilaku BABS termasuk di sungai. Tidak terkecuali di Samarinda.
Sebab itu sejak tahun 2016 mulai diimplementasikan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) no 3 tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan berpedoman pada Pilar STBM.
Menurut Ketua Harian Forum Kota Sehat (Forkots) Samarinda drg. Nina Endang Rahayu, gerakan stop BABS bukan hanya di Samarinda, tapi dilaksanakan secara nasional sebagai implementasi Permenkes no 3 tahun 2014.
"Ada 5 pilar STBM dalam peraturan itu, salah satunya stop Buang Air Besar Sembarangan. Bahkan kita di Samarinda sejak tahun 2016 sewaktu saya masih menjabat kepala Dinas Kesehatan sudah mendeklarasikan stop BABS di beberapa kelurahan dan kecamatan,” ungkap drg Nina Endang Rahayu, Selasa (26/7/2022).
Nina mengaku, tidak mudah dalam mengedukasikan program ini kepada masyarakat. Namun dengan kebersamaan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah, kita optimis semua bisa berjalan.
“Upaya pemerintah dalam menata bantaran Sungai Karang Mumus juga merupakan bagian dalam mengurangi aktivitas BABS, sesuai harapan warga Samarinda agar bagaimana air sungainya tidak tercemar,” kata Nina.
Atas gerakan ini, dukungan juga mengalir dari Aktivis lingkungan, Executive Director Sahabat Bumi Indonesia, Rahman Putra.
Menurutnya sebagian masyarakat masih ada yang belum mengerti kalau alam atau sungai itu punya keterbatasan "memurnikan" dirinya sendiri.
"Sehingga orang-orang tersebut mengira bahwa BABS di sungai tidak apa-apa," sambungannya. (tim redaksi Diksi)