Jumat, 22 November 2024

Form A.B-KWK Jadi Masalah, Bawaslu dan KPU Samarinda Saling Beri Alasan

Koresponden:
Achmad Tirta Wahyuda
Selasa, 8 September 2020 13:12

Firman Hidayat, Ketua KPU Kota Samarinda/ Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda pada Selasa (8/9/2020) memanggil 55 orang Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Pemanggilan tersebut untuk meminta klarifikasi terkait dugaan adanya pelanggaran administrasi yang dilakukan PPS yang merupakan perangkat lapangan yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Samarinda.

Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU Kota Samarinda, Firman Hidayat menjelaskan bahwa yang hanya boleh diserahkan kepada Bawaslu hanya form A.B1-KWK yang merupakan hasil rekapitulasi.

"Bukan A.B-KWK, kalau itu data pribadi orang. Ya kami bilang kami gak bisa kasih," ujar Firman kepada awak media, Selasa (8/9/2020).

Ia pun membantah pernyataan Bawaslu mengenai hanya 4 orang PPS yang menyerahkan form A.B-KWK.  

"Gak ada yang ngasih. Kami gak akan bolehkan," tegasnya.

Firman mengatakan KPU Kota mendapat instruksi KPU Provinsi hingga KPU RI untuk tidak membocorkan data yang lengkap yang tertuang dalam form A.B-KWK.

Namun ia mengakui apa yang Bawaslu minta memang ada tertuang di PKPU 19 Pasal 12 ayat 11.

"Hanya saja kami tidak bisa memberikan karena 1 yang paling utama adalah instruksi dari KPU RI bahwa kita tidak bisa memberikan itu," jelasnya.

Selain itu berdasarkan telaahan KPU Samarinda, didapati adanya Undang-Undang (UU) yang melarang atau menyebutkan data yang dikecualikan seperti data kependudukan atau data pribadi. 

"Kami bukan lembaga yang bisa menerbitkan itu. Silahkan ambil di lembaga pemerintah yaitu Disdukcapil bahwa itu hasil kerja-kerja kami itu benar tapi tidak membantah Disdukcapil. Kami hanya memastikan data-data pemilih. Kalau itu bocor pidana itu," pungkasnya. 

Diberitakan sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda meminta penjelasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Samarinda terkait dugaan pelanggaran form A.B-KWK yang tidak diberikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) kepada Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) di masing-masing Kecamatan yang pada dasarnya tertuang dalam PKPU 19 pasal 12 ayat 11.

Komisioner Bawaslu Samarinda, Daini Rahmat mengaku tidak puas atas jawaban KPU Samarinda yang menurutnya tidak relevan. KPU Samarinda berpatok pada surat edaran (SE) yang dikeluarkan KPU RI.

"Menurut kami surat edaran itu tidak bisa mengenyampingkan PKPU. Karena PKPU secara hirarki hukum lebih tinggi daripada surat edaran," tegas Deden sapaan akrabnya saat dihubungi melalui sambungan telepon seluler, Selasa (8/9/2020).

Menurut Deden yang menjabat sebagai Divisi Hukum, dalam surat edaran tersebut tidak ada yang salah. Namun, apa yang belum diatur dalam surat edaran maka akan diatur di PKPU 19 pasal 12 ayat 11.

"Jadi tidak ada perdebatan. Cuma tafsiran hukum khususnya di KPU Samarinda menurut saya ya ini agak sedikit gimana gitu," ucapnya.

Tindaklanjut penanganan dugaan pelanggaran tersebut nantinya akan dibahas kembali antara Bawaslu Samarinda dan KPU Samarinda

"Jadi sebenarnya sih deadlock (jalan buntu) cuma tadi diberikan solusi untuk internal KPU dan Bawaslu membicarakan dalam forum lain. Jadi kami ini menunggu KPU mengundang Bawaslu berbicara terkait itu," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews