DIKSI.CO, SAMARINDA - Tunggakan meteran air yang diajukan Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumdam) Tirta Kencana Kota Samarinda, Kalimantan Timur kepada Perumahan Alaya senilai Rp 1,5 miliar berbuntut panjang.
Angka penagihan yang diajukan perusahaan plat merah hingga miliaran rupiah itu pun dibantah pihak Perumahan Alaya, Kecamatan Sungai Pinang, Samarinda, Kalimantan Timur hingga digulirkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Tertanggal 28 Oktober 2021, gugatan perdata dari penggugat I Jimmy Frank Sianturi bersama penggugat II Hero Widjaja Qeij menyatakan jika angka penagihan Perumdam Tirta Kencana dengan total Rp 1.530.831.420 miliar adalah nihil.
Dikutip dari surat gugatan pihak Perumahan Alaya yang menyatakan, jika meteran air penggugat I dengan nomor sambungan 2216669 dan penggugat II dengan nomor sambungan meteran air 2210653 sejatinya telah berhenti menjadi pelanggan khusus Perumdam Tirta Kencana sejak Februari 2018.
Adapun pemberhentian menjadi pelanggan yang bertanggung jawab pada distribusi air ke setiap warga Perumahan Alaya, penggugat I mengaku telah membayar kewajibannya senilai Rp 39.770.022 juta, pun demikian dengan penggugat II yang telah membayarkan kewajiban terakhirnya senilai Rp 61.698.424 juta sesuai kwitansi pembayaran pada 19 Maret 2018 silam.
Namun demikian, rupanya pihak Perumdam Tirta Kencana belum melakukan pemutusan sambungan, sebab penghentian menjadi pelanggan khusus belum memenuhi persyaratan sehingga pendistribusian air kepada warga Perumahan Alaya terus dilakukan oleh perusahaan plat merah dengan tanggung jawab tagihan pembayaran berada di tangan dua penggugat.
Untuk diketahui, secara kumulatif sejak Maret 2018 hingga Juli 2021 kedua penggugat masih berstatus pelanggan khusus Perumdam Tirta Kencana yang menyebabkan angka penagihan pun kian membengkak dan mencapai miliar rupiah.
"Tergugat (Perumdam Tirta Kencana) telah menerima manajemen pengelolaan langsung di Perumahan Alaya dengan adanya pengalihan dari tergugat dengan memasang meteran kepada masing-masing Warga penghuni Alaya, sehingga bukan lagi tanggungjawab para penggugat," beber Tumbur Ompu Sunggu selaku kuasa hukum penggugat dalam petitum gugatannya.
Selain itu, dalam gugatannya juga pihak Perumahan Alaya menilai adanya kekeliruan pembacaan meteran air yang ditagihkan Perumdam Tirta Kencana kepada Perumahan Alaya pada Juli 2021 kemarin yang menembus angka miliaran rupiah.
"Bahwa pada prinsipnya, kami meminta secara tertulis tanggapan terhadap surat klarifikasi kami tanggal 28 September 2021 mengenai angka perhitungan yang telah dihitung klien kami itu," jelas Tumbur Ompu Sunggu dalam lanjutan gugatannya.
Dengan demikian, pihak penggugat beranggapan jika Perumdam Tirta Kencana telah salah dan keliru apabila tetap melakukan penagihan kepada para penggugat, sebagaimana meteran pipa induk yang telah dialihkan dan diputus dan meteran air yang telah dipasangkan langsung kepada masing-masing warga penghuni Perumahan Alaya,
"Dan warga penghuni Alaya juga telah membayarnya langsung kepada tergugat setiap bulan, yang menyebabkan tergugat akan menjadi dua kali menerima pembayaran jika para penggugat tetap dibebankan untuk membayarnya. Tagihan (Rp 1.530.831.420 miliar) yang keliru dan tidak berdasarkan dan memiliki kekuatan hukum itu dinilai tidak sah untuk dipertanggungjawabkan kepada para penggugat," jelasnya lagi.
Dikonfirmasi terpisah, Roy Hendrayanto selaku kuasa hukum Perumdam Tirta Kencana tak ambil pusing dengan gugatan itu, terlebih para penggugat menyebut adanya kekeliruan perhitungan yang dilakukan perusahaan daerah itu.
"Sikap kita ya mengikuti saja, itu hak mereka (mengajukan gugatan) dan silahkan saja. Tetapi nanti akan kita buktikan," tegas Roy.
Gugatan yang dilayangkan pihak Perumahan Alaya itu di penghujung 2021 lalu akhirnya memasuki agenda sidang pertama dengan pimpin Ketua Majelis Hakim, Agus Raharjo yang didampingi Hakim Anggota Nyoto Hindaryanto dan Rakhmad Dwinanto pada Selasa (4/1/2022) kemarin.
"Baru sidang pertama (Selasa 4 Januari kemarin) dengan acara meneliti kehadiran para pihak yang masing-masing diwakili kuasanya," ucap Rakhmad Dwinanto yang juga selaku Humas Pengadilan Negeri Samarinda.
Dalam sidang pertama itu, berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung Nomor No 1 Tahun 2018 mewajibkan para pihak terlebih dulu melakukan mediasi atas persoalan yang telah dimeja hijaukan tersebut.
"Dengan menunjuk Bapak Slamet Budiono Hakim PN Samarinda sebagai mediator dalam perkara dimaksud, Majelis Hakim kemudian menunda sidang untuk menunggu laporan Hakim Mediator terhadap perkara a quo," pungkasnya.
Sementara itu, pihak kuasa hukum penggugat, yakni Tumbur Ompu Sunggu yang coba dikonfirmasi media ini belum memberikan responnya. Pun demikian Moses Adil Ompu Sunggu yang juga turut dikonfirmasi media ini.
"Maaf saya belum bisa berkomentar karena belum dikuasakan untuk berbicara kepada media. Mungkin bisa dikonfirmasi langsung ke kantor (Perumahan Alaya)," singkatnya. (tim redaksi)