Senin, 25 November 2024

Diminta Legowo, Akademi Unmul Nilai Edi Damansyah Tak Bisa Lagi Maju di Pilkada Kukar 2024

Koresponden:
Alamin
Kamis, 2 Maret 2023 19:23

Herdiansyah Hamzah alias Castro, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman, Selasa (17/11/2020)/Ist

DIKSI.CO -  Tak lama usai terbitnya rilis Kuasa Hukum Pemohon Edi Damansyah perihal masih bisanya Edi Damansyah maju untuk Bupati Kukar di 2024, respon juga diberikan pihak akademisi dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau kerap disapa Castro

Sebelumnya, kuasa hukum pemohon Edi Damansyah menyampaikan rilis terkait anggapan bahwa Edi Damansyah tak bisa maju lagi pada Pilkada Kukar 2024. 

Dijelaskan, bahwa Edi Damansyah masih bisa maju sebagai Bupati Kukar di 2024 dengan beberapa dasar argumentasi. 

Berlanjut, Castro justru beranggapan bahwa hal; itu kontra produktif. 

Ia meminta untuk melihat lagi pada PUTUSAN MK Nomor 2/PUU-XXI/2023 terkait dengan permohonan yang diajukan pihak Edi Damansyah ke MK. 

Dijelaskan Castro bahwa pada halaman 49 dan 50 putusan MK itu, telah dijelaskan jelas bahwa tak ada perbedaan antara menjabat secara definitif maupun penjabat sementara. 

"Dengan demikian, kata “menjabat” adalah masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah. Oleh karena itu, melalui putusan a quo Mahkamah perlu menegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan ”masa jabatan yang telah dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon," demikian redaksi dalam putusan MK bernomor 2/PUU-XXI/2023. 

Redaksi di putusan MK itulah yang kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Castro.

"Pertimbangan hukum (ratio decidendi) MK di halaman 50 itu jelas menyebut jika yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan "masa jabatan yang telah dijalani" tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun penjabat sementara, sebagaimana didalilkan oleh Pemohon," ujarnya.

"Jadi baik status plt maupun definitif Edi, dihitung sebagai satu tarikan nafas masa jabatan. Dengan demikian, berdasarkan putusan MK itu, Edi seharusnya dihitung sudah 2 periode. Edi mestinya legowo saja agar regenerasi juga berjalan di Kukar. Jauh lebih baik Edi fokus menyelesaikan sisa masa jabatannya untuk kepentingan rakyat Kukar, dibanding terus berpolemik. Justru jadinya kontra produktif," ujarnya lagi. 

Sebelumnya, pihak dari Kuasa Hukum Pemohon menilai bahwa Edi Damansyah tetap dapat mendaftar sebagai calon Bupati Kukar periode 2024 sd 2029 dengan dasar argumentasi sebagai berikut:

1) Bahwa yang dilakukan pembatasan sebagai hitungan 1 periode dalam makna 2 ½ tahun atau lebih hanyalah pejabat definitif dan PENJABAT SEMENTARA. Nomenklatur penjabat sementara dengan pejabat sementara adalah dua hal yang berbeda, kalau PEJABAT sementara dalam teori merupakan genus pejabat yang terdiri atas Plt, Plh, Penjabat, dan Penjabat Sementara. Sedangkan PENJABAT sementara adalah orang yang mengisi jabatan kepala daerah karena kepala daerah dan wakil kepala daerah definitif sedang menjalani masa cuti kampanye.

Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1 angka 6 Permendagri Nomor 1 tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Cuti Di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota:

“PENJABAT Sementara yang selanjutnya disingkat Pjs adalah pejabat tinggi madya/setingkat atau pejabat tinggi pratama yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan tugas gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota karena gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali
kota dan wakil wali kota Cuti di Luar Tanggungan Negara untuk melaksanakan Kampanye gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.”

Edi Damansyah dalam hal ini tidak pernah menduduki jabatan sebagai PENJABAT SEMENTARA sebagaimana dimaksud dalam Permendagri tersebut, sehingga pembatasan yang dimaksud tidak mungkin berhubungan dengan kondisi jabatan yang pernah didudukinya sebagai Pelaksana Tugas;

2) Bahwa pun jika dipaksakan dalam hal ini makna penjabat sementara dalam pertimbangan putusan a quo diletakkan sebagai genus dari Pelaksana Tugas, juga tidak akan memenuhi Edi Damansyah dalam satu periode selama menjabat sebagai Plt Bupati dan Bupati Defenitif pada periode 2016 sd 2021, sebab mengapa? Putusan tersebut tidak mempertegas apakah masa jabatan Plt dan definitif (2016 sd 2021) dihitung sekaligus atau terpisah. Karena tidak ada penegasan demikian maka haruslah dimaknai terpisah, menjabat Plt selama 10 bulan 3 hari, menjabat sebagai bupati definitif 2 tahun 9 hari, adalah kedua-duanya belum ada yang memenuhi selama 2 tahun 6 bulan;

3) Bahwa limit untuk mulai menghitung dari masa 2 tahun 6 bulan adalah dimulai pada hari pelantikan (Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009, Pasal 38 PP 6/2005, dan Pasal 4 Ayat (1) Huruf o PKPU 9/2020 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota).

Perlu diingat bahwa dalam UU Pemda maupun dalam PP No. 49/2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pejabat Plt dimaksud tidak ada ketentuan yang mengatur untuk pelantikannya.

Artinya Plt tidak DILANTIK, sehingga tidak mungkin ada batas untuk menghitung limit masa jabatan kalau hendak dipaksakan.

Bahwa apakah dalam kasus ini dahulu Edi Damansyah pernah dilantik sebagai pelaksana tugas Bupati (2026 sd 2021), ternyata ia bukan dilantik, tetapi hanya melalui pengukuhan, karena yang namanya pelantikan kepada pejabat yang bersangkutan harus dengan mengucapkan lafal sumpah: “demi Allah dst…”

4) Bahwa dalam pertimbangan putusan a quo terdapat kalimat: “yang dikuatkan kembali dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUUXVIII/2020…” makna kata dikuatkan dalam Putusan MK Nomor 67 ini sejatinya sama dengan keadaannya Edi Damansyah dengan Hamin Pou dahulu sebagai Calon Bupati Bone Bolango (periode 2010 sd 2015), pernah menjalani masa jabatan sebagai pelaksana tugas Bupati selama 2 tahun 8 bulan 9 hari, dan menjalani masa jabatan sebagai bupati definitif selama 2 tahun 3 bulan 21 hari.

Putusan a quo justru tidak menyatakan kalau Hamim Pou tidak lagi memenuhi syarat sebagai Calon Bupati (periode 2021 sd 2026), karena telah menjalani satu periode pada 2010 sd 2015, dan satu periode lagi pada 2016 sd 2021 (sekarang masih menjabat sebagai Bupati Bonebolango, 2021 sd
2026). (tim redaksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews