Jumat, 20 September 2024

Aktivis di Samarinda Beber Proses Penjemputan di Dugaan Positif Covid-19

Koresponden:
Muhammad Zulkifly
Sabtu, 1 Agustus 2020 8:47

FOTO : Suasana telekonference para aktivis yang disebut terkonfirmasi Covid-19 dan sempat tarik paksa menuju RSUD IA Moeis/Diksi.co

DIKSI.CO, SAMARINDA - Kejanggalan kasus terkonfirmasi Covid-19 dari tiga aktivis di Samarinda pada Jumat (31/7/2020) sore kemarin menuai polemik.

Dari siaran pers rilis tertulis yang diterima media ini dikatakan awal mula kejadian pada Rabu (29/7/2020) dengan dilakukannya tes swab secara acak oleh segelintir orang yang mengaku dari Dinas Kesehatan Samarinda di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim dan Kelompok Kerja (Pokja) 30 di Jalan Gitar, Kelurahan Dadimulya, Kecamatan Samarinda Ulu. 

Usai mengikuti tes swab acak tersebut, para aktivis ini kemudian sempat bertanya kapan hasil akan keluar.

Umumnya, hasil diketahui dalam kurun waktu 2-3 hari kemudian. Namun belum sampai 24 jam, tepatnya pada Kamis (30/7/2020) siang lalu, petugas kesehatan yang tak mengenakan pakaian hazmat lengkap itu kembali datang dan menyampaikan tiga aktivis terkonfirmasi positif Covid-19. 

Tak hanya memberikan hasil swab secara lisan.

Petugas kesehatan kala itu juga melakukan penyemprotan disinfektan dan mengambil beberapa foto di dalam kantor para aktivis itu. 

"Tidak ada kami ditunjukan (hasil swab). Yang menjemput juga sebagian tidak pakai APA (hazmat). Petugas juga tidak menunjukan identitas," ungkap Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, Yohana Tiko yang dikatakan terkonfirmasi Covid-19 dalam konfrensi persnya, Sabtu (1/8/2020) siang tadi. 

Lazimnya dalan dokumen, hasil tes berisi  informasi apakah pasien positif atau negatif.

Selain itu juga menyebutkan asal laboratorium dan nama serta tanda tangan pihak yang bertanggung terhadap hasil laboratorium tersebut.

Usai melakukan penyemprotan pada hari itu, tim kesehatan kemudian meninggalkan kantor tersebut, sampai puncaknya pada Jumat (31/7/2020) sore kemarin.

Petugas gabungan dari unsur BPBD, Satpol PP, polisi dan tim kesehatan kembali mendatangi dua kantor aktivis tersebut sembari melakukan penjemputan paksa agar Tiko dan kedua rekannya menjalani perawatan isolasi di RSUD IA Moeis.

Meski sempat terjadi perdebatan, ketiganya pun akhirnya mengikuti petugas agar di bawa ke RSUD IA Moeis dengan catatan petugas sesampainya di rumah sakit berplat merah itu harus bisa menunjukan bukti postif tersebut. 

"Saya secara pribadi engga ada dikasih hasilnya. Janjinya disampaikan lewat whatsapp, tapi belum ada saya terima juga," ucap Fathul Huda yang juga dibawa paksa petugas sore kemarin. 

Karena petugas tak kunjung melihatkan hasil swab terkonfirmasi, ketiga orang ini pun menolak untuk dibawa ke dalam ruangan perawatan RSUD IA Moeis.

Sampai pukul 21.00 Wita tadi, petugas yang melakukan penjemputan tiga aktivis ini perlahan mulai membubarkan diri.

Sampai pada pukul 23.00 Wita akhrinya ketiga aktivis ini pun dijemput oleh rekan mereka menggunakan mobil pribadi meninggalkan RSUD IA Moeis dan melakukan isolasi mandiri dikediaman rekan mereka. 

"Kami habis diantar dibiarkan begitu saja di parkiran rumah sakit IA Moeis," kata Bernard Marbun.

"Anehnya cuma kami saja, sedangkan rumah di lain kanan dan kiri tidak di swab. Kami ini kan juga warga Indonesia masa perlakuannya berbeda," sambungnya. 

Untuk diketahui dalam pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 Kemenkes RI revisi ke 5 dalam halaman 95 di bagian ke 5 poin ke 4 tentang terapi dan penatalaksanaan klinis pasien Covid-19.

Di dalamnya tertulis, pada prinsipnya adalah pasien terkonfirmasi Covid-19 tidak memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, tetapi pasien harus menjalani isolasi selama 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang dipersiapkan pemerintah. (tim redaksi Diksi) 

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews