Sabtu, 23 November 2024

Fakultas Hukum Unmul Serahkan ke Pansus Catatan Krisis RUU IKN, Jadi Masukan Penyempurnaan Rancangan Ibu Kota Negara

Koresponden:
Er Riyadi
Senin, 17 Januari 2022 10:27

Rancangan Istana Negara yang bakal dibangun di lokasi IKN baru di Sepaku, Kaltim

DIKSI.CO, SAMARINDA - Para akademisi di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman menumpahkan pemikiran menanggapi Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN).

Pemikiran itu ditumpahkan dalam masukan dan penyempurnaan yang diusulkan ke Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN di DPR RI.

Pemikiran para akademisi itu juga tumpah ruah dalam webinar garapan FH Unmul dengan tajuk "Catatan Kritis Atas RUU IKN" digelar Senin (17/1/2022).

Agenda webinar via aplikasi Zoom itu turut dihadiri Budisatrio Djiwandono, Anggota Pansus RUU IKN.

Mahendra Putra Kurnia, Dekan Fakultas Hukum Unmul menyampaikan seluruh isi pemikiran dan masukan dari para akademisi FH Unmul akan diserahkan langsung kepada Pansus RUU IKN.

"Isi pemikiran dan masukan yang kami sampaikan adalah berlatar belakang akademis, kami tidak berniat kontra di kondisi yang ada kecuali pada ranah akademis. Tidak ada tendensi politis dalam pemikiran ini," kata Mahendra, Senin (17/1/2022).

Warkhatun Najidah, Akademisi Fakultas Hukum Unmul, salah satu pembicara webinar menyampaikan pihaknya mengkritisi hal-hal yang fundamental yanh belum tertulis di RUU IKN.

"Ada konsep pemerintahan khusus yang disebut Badan Otorita IKN, padahal badan itu tidak dikenal di institusi Indonesia," ungkap Najidah.

Terkait pertanahan di lokasi ibu kota negara juga disebut belum jelas.

Tidak ada pembatasan luasan IKN yang ingin dibangun oleh pemerintah.

Selain itu, Najidah juga menyinggung soal kewenangan di IKN baru.

Pembangunan IKN tidak hanya dimiliki oleh pemerintah pusat melalui Badan Otorita IKN, namun juga diisi pihak-pihak lain.

Mereka adalah Pemprov Kaltim dan pemerintah kabupaten/kota sekitar lokasi IKN.

"Aktor pembangunan tidak hanya Otorita IKN, tapi juga ada juga pola membangun pemerintahan dan pembangunan membutuhkan regulasinya. Tidak cuma Otorita, tapi juga Pemprov kaltim, juga pemerintah kabupaten/kota," paparnya.

Pihak-pihak terkait turut memiliki kapasitas sendiri.

Kaltim memiliki kewenangan dan diatur dalam konstitusi dan kewenangan undang-undang kedaerahan.

"Harus ada relasi dengan kewenangan daerah. Jangan sampai ada tumpang tindih kewenangan. Harus ada korelasi," paparnya.

Sementara itu, Herdiansyah Hamzah, juga merupakan Akademisi Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, turut menyampaikan pandangannya.

Castro sapaan akrabnya menyinggung soal pendanaan pembangunan IKN di Sepaku, Penajam Paser Utara.

"Pasal 24 ayat (1) RUU IKN, pemindahan dan pembangunan IKN di Kaltim, bersumber dari APBN dan atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," terang Herdiansyah Hamzah.

Berdasarkan RUU IKN, kebutuhan dana pemindahan dan pembangunan ibu kota negara sebesar Rp466 triliun.

10 persen dari APBN, dan sisanya berasal dari investasi, membangun total wilayah IKN 256.142 hektare. Terdiri dari 56.180 hektare kawasan inti IKN dan 199.962 hektare kawasan pengembangan IKN.

"Penjelasan Pasal 24 ayat (1) RUU IKN, sumber lain yang dimaksud antara lain pemanfaatan Barang Milik Negara, penggunaan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha; dan keikutsertaan pihak lain," lanjutnya.

Keikutsertaan pihak lain termasuk diantaranya penugasan badan usaha milik negara, penguatan peran badan hukum milik negara, dan kontribusi swasta, menjadi pertanyaan berbagai pihak termasuk Fakultas Hukum Unmul.

"Ketiadaan deklarasi pembatasan presentase kontribusi swasta dalam RUU IKN, membuka ruang state capture oleh oligarki internasional," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)

Tag berita:
Berita terkait
breakingnews