DIKSI.CO, SAMARINDA - Dugaan aliran dana rasuah kembali menyeruak di depan kantor Kejati Kaltim di Jalan Bungtomo, Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, Selasa (8/6/2021) siang tadi.
Kasus ini mulanya disuarakan oleh belasan mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Aksi Mahasiswa dan Pemuda Pembaharu (JAMPER).
Dalam orasinya, mahasiswa meminta agar Korps Adhyaksa melakukan penyelidikan terhadap adanya pencairan dana hibah di lingkup Pemerintah Kota Balikpapan yang diduga tak sesuai mekanisme berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim.
Dalam LHP BPK Kaltim yang dibawa mahasiswa terlihat ada delapan instansi penerima dana hibah Pemkot Balikpapan medio 2019 yang sudah di ploting hingga mencapai total Rp17,55 miliar.
Akan tetapi, diduga dalam mekanisme aliran dana hibah terdapat ketidaksesuaian. Dan hal ini pula yang menjadi dasar dugaan rasuah yang terjadi di dalam internal Pemkot Balikpapan.
"Kami mendesak Kejati Kaltim melakukan pemeriksaan dan menindaklanjuti dana hibah yang tidak sesuai mekanismenya," jelas Ahmad korlap aksi siang tadi.
Ahmad membeberkan jika menilik aturan Perwali Balikpapan Nomor 27 tahun 2014 yang telah diubah dengan Perwali Balikpapan Nomor 19 tahun 2017 tentang yang menyatakan setiap pemberian hibah harus dilengkapi dengan permohonan tertulis.
"Dari hasil temuan ini, ada pencairan dana tanpa melalui proses proposal permohonan. Tentu hal ini juga bertentangan dengan Permendagri. Kami meminta agar Kejati bisa melakukan pengusutan dan memanggil pihak-pihak terkait," imbuhnya.
Menanggapi hal tersebut, Kasi B Bidang Sosial Budaya Masyarakat Kejati Kaltim, Praden Simanjuntak menuturkan akan lebih dulu mempelajari apa yang telah disuarakan para mahasiswa.
"Yang jelas kami akan menerima dulu aspirasi yang telah disampaikan. Dan kami akan pelajari sesuai mekanisme administrasi yang berlaku," tuturnya.
Lanjut dijelaskannya, LHP yang dipaparkan mahasiswa sejatinya memang tak diterima oleh pihak kejaksaan. Sebab pemberkasaan itu bersifat internal di dalam BPK.
"Temuan itu yang nantinya akan kita pelajari dan kami dari aparat penegak hukum yang tidak mendapatkan itu. LHP itu kan ditujukan untuk internal agar dilakukan perbaikan. Di LHP kita tidak bisa beranggapan begitu saja kalau di dalamnya ada korupsi. Tapi hasil dan temuan itu iya pasti kita pelajari apakah itu korupsi atau ada kesalahan masalah administrasi," bebernya.
Kendati demikian, Praden tetap mengapresiasi penyuadaan yang telah dilakukan sebab sebagai fungsi monitoring yang mampu meningkatkan integritas dan memaksimalkan fungsi kerja setiap lembaga hukum di nusantara.
"Yang jelas akan kami pelajari. Dengan adanya pelapor dan monitoring ini tentu bisa membuat kami bekerja lebih baik," pungkasnya. (tim redaksi)