DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang tindak pidana korupsi eks Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Abdul Gaffur Masud (AGM) Cs, yakni Mulyadi (Plt Sekda PPU), Edi Hasmoro (Kadis PUPR PPU), Jusman (Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga PPU) dan Nur Afifah Balgis (Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan) kembali dilanjutkan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) pada Rabu (20/7/2022) tadi.
Perkara dugaan suap terkait kegiatan pengadaan barang, jasa, dan perizinan di Kabupaten PPU dengan perkara bernomor 33/Pid.Sus-TPK/2022/PN Smr dan perkara bernomor 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN Smr itu kembali menghadirkan 11 saksi, yang mana 2 di antaranya merupakan petinggi Partai Demokrat.
Mereka adalah Andi Arief, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat dan Jemmy Setiawan selaku Deputi II Badan Pembinaan Organisasi, Keanggotan dan Kaderisasi (BPOKK) DPP Partai Demokrat.
Dalam persidangan kedua elit partai berlambang Mercy itu mengaku sempat menerima uang dari terdakwa AGM sebesar Rp 50 juta yang dibungkus dalam sebuah kantong kresek pada medio 2021 kemarin.
"Betul (pernah menerima uang), seingat saya itu diberikan pak Gafur pada Maret 2021, yang dititipkan beliau melalui sopirnya dan dibungkus dalam kresek hitam. Tapi itu saya tidak meminta pak," tutur Andi Arief yang hadir dalam persidangan daring.
Kendati mengaku menerima uang, namun Andi Arief menegaskan bahwa hal itu diberikan terdakwa AGM untuk membantu para kader Demokrat yang banyak terjangkit wabah Covid-19.
"Waktu itu Covid banyak menjangkit kader Demokrat, mungkin ada sekitar 70-an yang terkena (Covid-19). Bahkan ada sekitar 4 yang meninggal. Pak Gafur memberikan itu (Uang Rp 50 juta) untuk membantu, tentu saya tidak tanyakan lagi," jelas Andi Arief.
Saat ditanya lebih jauh oleh Majelis Hakim, kenapa dana bantuan Rp 50 juta itu tidak langsung diserahkan AGM melalui lembaga kepartaian, Andi Arief pun menyanggah bahwa bantuan sejatinya tidak harus melalui satu pintu.
"Bantuan memang bisa dilakukan secara langsung (ke partai), tapi itu bukan sesuatu hal yang saklek hanya satu pintu yang mulia," jawabnya.
Selain itu, dalam persidangan pula Andi Arief menekankan kalau uang yang diserahkan AGM tersebut tidak tersangkut soal kontestasi Musda Kaltim, ataupun sebagai pelicin.
"Tidak ada yang mulia, karena yang bersangkutan (AGM) saat itu mengantongi 8 suara (dukungan dalam kontestasi Musda Kaltim)," tambahnya.
Selain Andi Arief, dalam persidangan juga terungkap petinggi Partai Demokrat lainnya, yakni Jemmy Setiawan pun menerima uang senilai Rp 50 juta dari AGM sekira pertengahan 2021 di Jakarta.
"Waktu itu saya sedang sakit, kemudian di telpon (AGM) untuk bertemu. Saya bilang, adinda (AGM) berapa lama di Jakarta, kalau lama kita bisa jumpa," tutur Jemmy.
Dalam percakapan telpon keduanya itu, AGM pun dijelaskan Jemmy tidak mengetahui pasti seberapa lama dirinya akan berada di Jakarta.
Kemudian, pada keesokan harinya Jemmy pun dikejutkan dengan titipan sebuah kantong kresek berisi uang Rp 50 juta.
"Kresek itu diberikan pembantu saya, habis dititipi orang (sopir AGM). Terus saya suruh kejar, dipanggil dulu orangnya ternyata sopirnya. Terus saya tanya, ini uang untuk apa. Dia (sopir AGM) bilang cuman disuruh untuk mengasih ke saya," bebernya.
Setelah mengetahui uang Rp 50 juta itu diberikan oleh AGM, seketika Jemmy langsung mengambil ponselnya dan segera menghubungi mantan orang nomor satu di Benuo Taka itu.
"Di telpon dia tanya sudah terima kah. Saya bilang sudah, tapi buat apa. Dia bilang itu bantuan, dan doain saya cepat sembuh. Karena memang saat itu saya lagi sakit," tandasnya.
Setelah mendengarkan keterangan dari dua elit Partai Demokrat itu, Majelis Hakim yang dipimpin Jemmy Tanjung Utama dan Hariyanto serta Fauzi Ibrahim sebagai Hakim Anggota menskors persidangan dan akan dilanjutkan kembali pada malam ini untuk melanjutkan pemeriksaan kepada saksi lainnya. (tim redaksi)