DPRD Kaltim Soroti Keterlambatan Penetapan UMP 2026

DIKSI.CO – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, menyoroti keterlambatan pengumuman besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026.
Menurutnya, kondisi ini menimbulkan ketidakpastian hukum yang berdampak langsung pada pekerja maupun dunia usaha di daerah.
Agusriansyah menegaskan, penetapan UMP seharusnya pemerintah umumkan setiap bulan November agar perusahaan memiliki waktu cukup dalam menyusun rencana anggaran tahun berikutnya, sekaligus memastikan hak-hak pekerja terlindungi.
“Kaltim membutuhkan kepastian kebijakan. Kekosongan regulasi berpotensi menimbulkan kegelisahan di kalangan pekerja dan menyulitkan perusahaan dalam menyusun rencana anggaran tahun depan. Pemerintah pusat harus segera menghadirkan aturan transisi maupun formula baru sebagai dasar penetapan UMP,” ujarnya, Kamis (20/11/2025) malam.
Dorongan ke Pemerintah Kaltim
Politikus PKS ini juga mendorong Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim untuk lebih proaktif melakukan konsultasi langsung ke Kementerian Ketenagakerjaan.
Hal ini penting agar daerah memperoleh kejelasan mengenai formulasi penggajian baru yang pemerintah akan terapkan. Menurutnya, Kaltim memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda dengan daerah lain, sehingga tidak bisa disamakan begitu saja.
“Serta dampak pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), sehingga formula pengupahan harus mempertimbangkan kondisi riil di lapangan,” sebutnya.
Peran Dewan Pengupahan
Menanggapi pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang ingin mengoptimalkan peran Dewan Pengupahan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, Agusriansyah menilai langkah tersebut positif. Namun, ia menekankan perlunya parameter jelas dari pemerintah pusat agar Dewan Pengupahan tidak bekerja tanpa arah.
“Dewan Pengupahan Kaltim perlu memastikan data Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi daerah menjadi rujukan utama. Tanpa data yang akurat, keputusan nanti tidak mencerminkan kondisi sebenarnya,” ungkapnya.
Soal besaran kenaikan UMP Kaltim tahun 2026, Agusriansyah menilai harus sejalan dengan peningkatan biaya hidup dan tuntutan pekerja. Ia mengingatkan bahwa sebelumnya kenaikan UMP berada pada kisaran di atas 6,5 persen, sehingga angka tersebut bisa menjadi acuan awal.
“Pertumbuhan ekonomi Kaltim relatif stabil, tetapi tekanan biaya hidup akibat pembangunan IKN semakin nyata. Hal ini menjadi dasar perlunya penyesuaian upah yang memadai untuk menjaga daya beli masyarakat,” jelasnya.
Komitmen DPRD Kaltim
Komisi IV DPRD Kaltim, lanjut Agusriansyah, berkomitmen untuk terus mengawal proses penetapan UMP agar berjalan transparan, akuntabel, serta memenuhi prinsip keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan.
Ia menekankan bahwa UMP bukan sekadar angka, melainkan instrumen penting untuk menjaga keseimbangan antara hak pekerja dan keberlangsungan usaha.
“Pada prinsipnya, kita mendukung kenaikan UMP yang proporsional, adil, dan berpihak pada peningkatan kesejahteraan pekerja. UMP harus mencerminkan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup di Kaltim, tanpa mengabaikan keberlanjutan industri dan dunia usaha,” tandasnya.
Dampak Keterlambatan
Keterlambatan pengumuman UMP tidak hanya menimbulkan keresahan di kalangan pekerja, tetapi juga menyulitkan perusahaan dalam menyusun strategi bisnis. Banyak perusahaan yang bergantung pada kepastian regulasi untuk menentukan biaya produksi, investasi, hingga rencana ekspansi. Tanpa kepastian, risiko ketidakstabilan ekonomi daerah semakin besar.
Selain itu, pekerja juga menghadapi ketidakjelasan mengenai penghasilan yang akan diterima tahun depan. Kondisi ini berpotensi menurunkan motivasi kerja dan menimbulkan ketidakpuasan yang bisa berujung pada meningkatnya potensi konflik industrial.
Agusriansyah berharap pemerintah pusat segera menetapkan formula transisi yang jelas agar tidak terjadi kekosongan regulasi. Ia menekankan bahwa kebijakan pengupahan harus adaptif terhadap dinamika ekonomi daerah, terutama Kaltim yang sedang mengalami transformasi besar akibat pembangunan IKN.
Pemerintah Belum Umumkan Kenaikan UMP 2026
Sebelumnya Pemerintah batal mengumumkan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026, yang sedianya berlangsung pada Jumat (21/11).
Meski begitu, hingga saat ini belum ada titik temu antara kelompok buruh dan asosiasi pengusaha tentang besaran kenaikannya.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengatakan pemerintah batal mengumumkan formula UMP karena sedang menuntaskan penyusunan regulasi baru terkait rumus pengupahan sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/2023.
Sebelumnya, pengumuman kenaikan upah minimum diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Pada pasal 29 ayat 1, disebutkan bahwa kenaikan upah minimum diumumkan paling lambat tanggal 21 November.
“Ini juga masih dalam proses kita menyusun, dan memang kita menginginkan bentuknya itu adalah sebuah aturan dalam bentuk PP. Kita menginginkan dalam bentuk PP,” ucap Yassierli dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Kamis (20/11).
(ADV)