DIKSI.CO,PASER - Harga sawit tiga bulan belakangan ini disebut - sebut mengalami kenaikan. Harga perkilo Tandan Buah Segar (TBS) ada di kisaran Rp 3 ribu. Jauh lebih baik dari harga di masa lalu yang bahkan, bisa menyentuh di bawah Rp 1.000.
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), ekspor CPO Agustus 2021 tercatat 4,42 miliar USD. Angka itu mengalami kenaikan 1,6 miliar dolar, jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Salah satu negara dengan lonjakan impor besar adalah India, yang membutuhkan lebih dari 950 ribu ton CPO, padahal pada Juli mereka hanya membeli sekitar 231 ribu ton CPO dari Indonesia. Selain itu, Cina juga mengalami peningkatan besar dalam konsumsi CPO, dari sekitar 520 ribu ton pada Juli, menjadi lebih 800 ribu ton pada Agustus.
Kendati begitu, para petani buah sawit terlebih di Kabupaten Paser disebut-sebut menemui kendala untuk dapat menjual hasilnya ke pabrik pengolahan buah sawit melalui jalur koperasi.
Diperlukan syarat Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) dari pemerintah daerah setempat agar hasil panen petani buah sawit terserap perusahaan.
Pasalnya, selama puluhan tahun petani buah sawit menjual hasil panennya bergantung kepada tengkulak. Walhasil potensi laba yang diterima petani tidak optimal.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPRD Paser, Hamransyah mengatakan siap menjembatani kepentingan para petani dengan pemkab untuk melakukan proses STDB dengan segera.
"Koperasi/Petani yang urus surat itu atau minta kepada Bupati," ujar Hamran sapaannya via telepon seluler, Kamis (28/10/2021).
Lanjut Hamran yang juga Ketua Banpemperda itu mengatakan, diimbau kepada para petani buah sawit untuk terus menindaklanjuti surat tersebut ke Pemkab Paser.
"Petani atau koperasi buah sawit bisa kami panggil untuk hearing agar bisa segera diselesaikan," imbuhnya.
Dijelaskan politisi Partai Gerindra itu, kebun buah sawit petani tersebar di Kecamatan Long Kali, Long Ikis dan Kuaro.
"Paser memiliki perkebunan sawit yang luas, tapi belum punya pabrik pengolahan selain PTP," ungkapnya.
Sementara itu terpisah, Kadis Perkebunan Provinsi Kaltim, Ujang Rahmad menjelaskan STDB adalah sebagai pendaftaran yang diberikan pemkab dan bukan izin.
"STDB lebih bagus ya, artinya kebun masyarakat sudah terdaftar yaitu dari sisi posisi kebunnya di mana, punya siapa, luasnya berapa, tanamannya apa, umurnya berapa. Jadi STDB itu bukan izin," kuncinya.
Lanjut Ujang sapaanya itu menerangkan, sejak 2 tahun terakhir jajarannya terus memberikan STDB kepada para petani, namun dirinya mengakui memang belum semua mendapatkan surat tersebut lantaran pandemi Covid - 19.
"Karena memang ada keterbatasan, tapi pemberian STDB itu terus dilakukan oleh pemkab. Kalau provinsi tidak ada. Surat itu simple, yaitu untuk mendata," terangnya.
STDB itu upaya verifikasi pihak perusahaan untuk memastikan buah sawit tidak dalam kawasan hutan. (advertorial)