DIKSI.CO, SAMARINDA - Rapat tertutup Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kaltim pada, Senin (19/10/2020) berbuntut pada tindakan represif petugas keamanan Dewan kepada awak media yang hendak mengambil gambar dari luar ruangan.
Kejadian ini pun sempat diabadikan melalui rekaman video handphone seluler.
Menanggapi kejadian ini pengamat hukum Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah atau akrab disapa Castro angkat bicara.
Castro menyebut bahwa pilihan wakil rakyat dan unsur pemerintahan membuat rapat pembahasan anggaran secara tertutup menjadi indikasi kesengajaan menutup ruang kontrol publik.
"Saya kira tidak ada alasan yang rationable atau masuk akal, untuk menggelar rapat secara tertutup. Kecuali memang karena sengaja menghindari dari kontrol publik melalui media," ujar Castro saat dihubungi awak media.
Dalam banyak kasus, pembahasan anggaran secara tertutup, pertanda kuatnya politik tawar menawar.
"Ketertutupan itu embrio dari tindak pidana korupsi. Kan lucu, membahas uang rakyat, tapi akses rakyat untuk mendapatkan informasi justru dibatasi. Itu paradoksnya," ucap Castro.
Terkait perlakuan intimidasi dan pengusiran terhadap pers dinilai Castro merupakan tindakan berlebihan. Dalam kaca mata hukum tindakan tersebut dapat dikenakan delik pidana sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Itu, sudah keterlaluan. Pelakunya bisa dikenakan delik pidana, yang menyebutkan secara eksplisit bahwa, "setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta" jelas Castro.
"Jadi, perlakuan terhadap kawan-kawan pers tersebut, seharusnya bisa diproses pidana karena secara nyata dan terbuka menghalang-halangi kerja pers," tambahnya.
Sementara itu, anggota komisi II DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu yang juga hadir dalam rapat Banggar menyayangkan kejadian yang menimpa awak media.
"Makanya saya mau bilang, teman-teman Pamdal ada hal-hal begitu disampaikan dengan baik jangan mendadak. Aturan itu harus disosialisasi ke kawan-kawan media," ujar Demmu.
Demmu pun menyesalkan, rapat yang harusnya dapat diliput awak media sebagai corong informasi publik justru tidak perbolehkan meliput kegiatan rapat.
"Jangan salahkan media, tapi humasnya harus proaktif menyampaikan aturan yang ada di sini. Tapi kalau tidak ada aturan kemudian ada tindakan seperti itu saya juga tidak membenarkan," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)