DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus perdagangan anak di bawah umur kembali terjadi di Samarinda. Kali ini korban yang masih berusia 15 dan 16 tahun diperdagangkan oleh ke empat temannya melalui aplikasi di media sosial. Dua remaja putri ini ditarif sekali kencan dengan nilai yang variatif. Mulai dari Rp800 ribu, Rp500 ribu dan Rp400 ribu.
Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini mulai terendus radar kepolisian pada Minggu (25/10/2020) silam. Kejadiannya saat keluarga dari korban yang berusia 15 tahun melaporkan bahwa putri mereka tak kunjung pulang ke rumah.
Berbekal informasi tersebut, tim Perlidungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda langsung melakukan penyelidikan awal.
Tak berselang lama, remaja putri yang masih duduk di bangku kelas IX SMP itu diketahui sedang berada di Kota Minyak Balikpapan. Bersama satu korban lainnya berusia 16 tahun bersama tiga pelaku laki-laki dan satu remaja putri berusia 14 yang ditetapkan sebagai saksi perkara ini.
"Di sana para pelaku dan korban jalan-jalan. Tapi jika ada pekerjaan (pesanan pria hidung belang) ya diterima. Saat kami amankan, korban sudah melayani konsumennya," ucap Kasat Reskrim Polresta Samarinda, AKP Yuliansyah melalui Kanit PPA, Iptu Teguh Wibowo, Jumat (30/10/2020) siang tadi.
Usai didapati dan diamankan aparat kepolisian, para pelaku dan korban kemudian digelandang ke Mapolresta Samarinda untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Dari hasil penyidikan, diketahui kalau masih ada satu pelaku lainnya yang berada di Kota Tepian dan pernah menjual para korban sebanyak dua kali.
"Jadi kami amankan satu pelaku sisanya di Samarinda. Sampai saat ini ada dua korban yang telah diperdagangkan oleh para pelaku. Satu remaja putri yang ikut di Balikpapan itu masih menemani saja, belum dijual pelaku," urai Teguh.
Lanjut Teguh, ke empat pelaku ini berinisial FB (18) seorang perempuan, GN (18), RH (18) dan AC (18) merupakan laki-laki. FB diamankan di Samarinda. Sedangkan tiga pelaku lainnya diciduk saat berada di Kota Minyak Balikpapan.
"Motifnya kebutuhan ekonomi, dan para pelaku memanfaatkan anak-anak di bawah umur ini," imbuhnya.
Modus menjajakan anak di bawah umur ini dilakukan empat pelaku dengan memasarkannya melalui daring.
Ketika ada pria hidung belang yang berminat, maka selanjutnya pelaku akan melakukan proses tawar-menawar harga.
Setelah harga disepakati, pelaku dan pria hidung belang akan bersepakat menentukan tempat untuk berjumpa dengan si korban.
"Beroperasi di sekitar hotel, namun demikian transaksi bisa di mana saja sesuai kemauan konsumen," ungkapnya.
Apabila terjadi transaksi, maka pelaku yang berhasil menjajakan remaja putri akan mendapatkan persenan dari harga yang disepakati dengan pria hidung belang.
"Kalau misalnya Rp500 ribu, pelaku dapat Rp100 ribu. Kalau dibawah 500 pelaku hanya mendapat Rp50 ribu," sambungnya.
Bisnis lendir haram ini sendiri, kata Teguh mulai dilakukan para pelaku dan korban sejak sebulan terakhir. Tepatnya dari Minggu, 4 Oktober lalu.
Teguh menegaskan, menjajakan para remaja putri ini merupakan ide bersama. Yang diinisiasi oleh para korban dengan cara meminta para pelaku menjajakan mereka.
Untuk barang buktinya, polisi mengamankan pakaian korban, nota pembayaran hotel, uang tunai, beberapa unit ponsel, slip transfer dan kartu ATM.
"Hukuman maksimal 15 tahun penjara," demikian Teguh.
Akibat perbuatannya ini, para pelaku dijerat dengan pasal 81 ayat 3 undang undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan TPPO (tindak pidana perdagangan orang) sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang TPPO. (tim redaksi Diksi)