DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus pemerkosaan ayah terhadap anak kandungnya yang terjadi di Kecamatan Samarinda Utara, Kota Tepian pada beberapa waktu silam dipastikan polisi tetap terus berjalan.
Perbuatan amoral si ayah, sebut saja Donjuan -nama disamarkan- menyeretnya ke hotel prodeo.
Pasal 46 UU RI No 23/2014 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) juncto Pasal 285 KUHP menjerat pelaku rudapaksa tersebut.
Meski kini telah berada di balik jeruji besi, diduga pihak dari Donjuan mencoba meminta penangguhan penahanan.
Berbekal surat berkop organisasi masyarakat (ormas) setempat dan dilengkapi lampiran tanda tangan beberapa ketua ormas.
Tak hanya penangguhan, surat tersebut juga meminta agar pelaku bisa diselesaikan dengan proses hukum adat.
Namun, surat permohonan tersebut juga menyulut kecaman dari pihak lainnta. Terlebih perilaku Donjuan telah melanggar kesusilaan. Baik secara norma agama hingga sosial.
Belum lama ini, tepatnya pada 29 Juli kemarin, massa yang mengatasnamakan solidaritas masyarakat dayak peduli bertandang ke Polresta Samarinda.
Kedatangan mereka tidak lain untuk memberikan dukungan kepada kepolisian agar proses hukum berjalan tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
Massa tersebut juga menolak adanya surat untuk penangguhan tersebut. Termasuk hanya memberlakukan hukum adat.
Minggu (2/8/2020) awak media coba kembali menanyakan proses hukum yang menjerat Donjuan ke Kasat Reskrim Polresta Samarinda, Kompol Yuliansyah.
Perwira menengah berpangkat melati satu di pundaknya itu menuturkan, telah menerima surat pengajuan penangguhan masa hukuman pelaku.
Namun, tidak akan mempengaruhi proses hukum. Dirinya tetap akan melanjutkan proses hukum dengan pasal yang menjerat Donjuan.
"Kami sudah terima (surat permohonan penangguhan). Sementara proses masih tetap lanjut," tegas Yuliansyah.
Pelaku rudapaksa tersebut pun saat ini masih berada di balik jeruji rumah tahanan (rutan) Polresta Samarinda.
Proses hukumnya sejauh ini akan masuk dalam tahap satu berkas perkara. Nantinya berkas penyidikan akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda.
"Karena kami masih melakukan pemeriksaan yang intensif. Jadi kami tidak bisa mengabulkan permohonan penangguhannya," tegas Yuliansyah.
Disinggung soal adanya permintaan pelaku untuk menerapkan hukum adat, Yuliansyah tak ambil pusing.
Dirinya tak akan mempertimbangkan hal tersebut karena tidak masuk ranah hukumnya.
"Untuk hukum adat bukan ranahnya kami untuk bicarakan itu, karena kami melaksanakan hukum positif," imbuhnya.
Begitu pula dengan pasal KDRT.
Meski termasuk dalam delik aduan, Yuliansyah menerangkan pelaku tetap tidak akan mudah lolos begitu saja.
Pelaku tetap bisa dijerat dengan Pasal 285 KUHP tentang pemerkosaan dengan ancaman 7 tahun penjara.
Pasal tersebut juga masih bertalian dengan pasal utama yang diterapkan.
Yakni Pasal 46 UU RI No 23/2014 tentang KDRT dengan ancaman 14 tahun kurungan badan.
"Ya kita gabungkan dengan Pasal 285 KUHP, jadi ancamannya tetap mengikat," pungkas mantan Kapolsek Samarinda Kota itu. (tim redaksi Diksi)