DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus rasuah mantan Bupati Kutai Timur (Kutim) Ismunandar bersama enam tersangka lainnya memasuki babak baru.
Diketahui dua berkas perkara atas nama Aditya Maharani Yuono dan Deky Aryanto dari pihak rekanan swasta dalam kasus ini telah dilimpahkan Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda.
Dua tersangka ini diketahui sebagai aktor pemberi suap kepada para aktor intelektual yang menjabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim.
"JPU KPK melimpahkan perkara atas nama terdakwa Aditya Maharani Yuono dan terdakwa Deky Aryanto ke PN Tipikor pada PN Samarinda," ungkap Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui rilis tertulisnya, Selasa (15/9/2020).
Fikri menjelaskan, setelah dua berkas perkara dilimpahkan Ke PN Tipikor Samarinda, maka status kedua tersangka beralih kepada penahanan oleh Mejelis Hakim.
"Selanjutnya penuntut umum dari KPK akan menunggu penetapan dari majelis hakim, terkait jadwal sidang pertama perkara dan penetapan penahanan lanjutan para terdakwa," singkatnya.
Dalam perkara ini, Deky Aryanto dan Aditya Maharani Yuono dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU 31 Tahun 1999 sbgmna tlh diubah dgn UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 sbgmna tlh diubah dgn UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Terpisah, Hakim Juru Bicara PN Samarinda Abdul Rahman Karim turut membenarkan bahwa berkas perkara kedua tersangka pemberi suap Ismunandar kini telah dilimpahkan dan terdaftar untuk selanjutnya akan dipersidangkan.
"Iya sudah terdaftar (berkas perkara). Untuk yang mendaftarkan langsung dari KPK saya tidak tahu," jawabnya.
Rahman-sapaan karibnya-menjelaskan, setelah menerima pelimpahan berkas perkara tersebut, PN Samarinda selanjutnya akan menetapkan dan menyusun nama-nama majelis hakim yang akan menyidangkan kasus tersebut.
Kemudian setelah susunan majelis hakim ditetapkan, Ketua majelis hakim lalu menjadwalkan kapan sidang pertama akan berlangsungkan. Semua diputuskan dalam kurun waktu 1x24 jam sejak berkas perkara diterima.
"Jadi untuk saat ini masih baru selesai pendaftaran, selanjutnya dalam waktu 1x24 jam, ketua pengadilan negeri Samarinda akan menetapkan susunan majelis hakim yang akan menyidangkan," terangnya.
"Sekaligus mengeluarkan penetapan penahanan tersangka terhitung sejak berkas diterima di PN Tipikor Samarinda," sambungnya.
PN Samarinda telah menyusun tiga nama majelis hakim yang akan mengawal persidangan perkara ini. Susunan majelis hakim dipimpin oleh Agung Sulistiyono.
Sementara untuk hakim anggota, diisi oleh nama Joni Kondolele dan Ukar Priyambodo.
"Majelis hakim belum menetapkan hari sidang. Karena berkas belum diserahkan kepada majelis hakim," pungkasnya.
Diketahui pada Jumat (3/7/2020) silam, KPK telah menetapkan Ismunandar dan istrinya yang juga Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten Kutai Timur 2019-2020.
Selain Ismunandar dan Encek Unguria, KPK juga menetapkan Kepala Bapenda Musyaffa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan umum Aswandini (ASW) sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan Aditya Maharani (AM) dan Deky Aryanto selaku rekanan swasta.
Dalam OTT, ditemukan uang tunai sebesar Rp170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar.
Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di pemkab setempat.
Musyaffa selaku kepercayaan Bupati, juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.
Sementara itu, Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan.
Selanjutnya, Aswandini selaku kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.
Para tersangka penerima disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
Sedangkan para pemberi disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (tim redaksi Diksi)