GULIR KEBAWAH UNTUK MELIHAT BERITA

DPRD Kaltim Mantapkan Regulasi Baru Demi Lingkungan Sehat dan Berkelanjutan

DIKSI.CO – Komitmen DPRD Kaltim terhadap kelestarian lingkungan hidup kembali ditunjukkan melalui rampungnya penyusunan Raperda Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup  (P3LH).

Laporan akhir Panitia Khusus (Pansus) ini disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-43, Jumat (21/11), sebagai wujud nyata perhatian DPRD terhadap masa depan ekologis daerah.

Ketua Pansus P3LH yang juga Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Guntur menegaskan bahwa regulasi baru ini lahir dari kebutuhan masyarakat akan aturan yang lebih kuat dan relevan

Selama empat bulan, Pansus bekerja intensif dengan 15 agenda pembahasan. Mulai dari rapat bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Biro Hukum. Kemudian konsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup, kunjungan ke Kemendagri. Hingga uji petik lapangan di Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Bontang. Semua ini agar regulasi ini tidak hanya menjadi aturan di atas kertas, tetapi benar-benar aplikatif di lapangan.

Guntur mengatakan materi Raperda telah melalui pembahasan mendalam dan kini hanya menunggu proses fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri.

Lebih lanjut ia mengatakan, masalah lingkungan di Kaltim sudah sangat kompleks.

“ Keluhan warga mengenai sungai yang tercemar, debu batu bara di pemukiman, hingga kebakaran lahan terus berdatangan. Kita butuh regulasi yang lebih kuat,” kata Guntur.

Ia menjelaskan bahwa berbagai laporan masyarakat menjadi indikator bahwa kerusakan lingkungan berlangsung masif.

Air sungai yang semakin keruh, bau limbah di area tertentu, hingga kualitas udara yang menurun drastis menunjukkan perlunya standar pengawasan dan penegakan hukum yang lebih rinci.

“Kita harus memberi kepastian hukum. Banyak kasus gagal ditindak karena sebelumnya tidak ada pasal yang menjelaskan batas kewenangan maupun mekanisme pengawasan,” pungkasnya.

Penyesuaian Perda

Sebelumnya Guntur mengatakan sejak awal pembahasan, pansus telah melakukan studi komparatif ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta meninjau perda serupa di Jawa Tengah.

Namun, karena karakteristik wilayah berbeda — Jawa Tengah berorientasi industri, sementara Kaltim berbasis sumber daya alam — maka penyusunan perda ini harus menyesuaikan dengan konteks lokal.

“Kami ingin regulasi ini sesuai dengan kebutuhan daerah. Bukan hanya meniru, tapi membangun aturan yang relevan untuk kondisi Kaltim,” jelasnya.

Himpun Masukan OPD

Pansus juga menghimpun masukan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan para pelaku usaha di sektor pertambangan, perkebunan, dan perikanan. Pendekatan inklusif ini dinilai penting agar perda yang dihasilkan nantinya bisa diterapkan secara realistis dan tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarinstansi.

“Pelaku usaha akan menjadi pihak yang menjalankan, Dinas Lingkungan Hidup mengawasi, dan kami di legislatif melakukan monitoring. Kami ingin semua pihak merasa memiliki tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan,” ujarnya.

Salah satu poin krusial dalam pembahasan ranperda ini adalah penekanan pada aspek pengawasan dan penegakan sanksi administratif. Guntur menjelaskan bahwa dalam draf awal, pansus memilih menonjolkan sanksi administratif dibandingkan pidana, dengan pertimbangan efektivitas dan orientasi pada pemulihan lingkungan.

“Sanksi pidana seperti denda Rp50 juta itu tidak efektif. Maka kami arahkan perda ini fokus pada penegakan administratif. Sedangkan ketentuan pidana tetap mengacu pada regulasi yang lebih tinggi seperti PP atau undang-undang,” terang Guntur.

Langkah ini diambil agar pelanggaran lingkungan tidak hanya berhenti pada proses hukum, tetapi juga mendorong pemulihan ekosistem secara nyata. Dengan sanksi administratif, pelaku usaha atau individu yang melanggar akan diwajibkan melakukan tindakan korektif, seperti reklamasi, reboisasi, atau pengelolaan limbah lanjutan.

Para akademisi yang hadir dalam forum tersebut turut menyoroti pentingnya mekanisme pengawasan terukur agar penegakan administratif tidak berhenti di atas kertas. Mereka mendorong agar perda juga memuat ketentuan tentang keterlibatan publik, termasuk peran masyarakat dalam memantau pelaksanaan kebijakan lingkungan.

Penyempurnaan Perda

Sementara itu, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kaltim, Baharuddin Demmu, memastikan bahwa proses penyempurnaan ranperda akan dilakukan secara hati-hati, mendalam, dan terbuka terhadap kritik. Ia menyebut bahwa pembahasan kali ini sudah memasuki tahap krusial, di mana seluruh substansi utama telah dimatangkan bersama para ahli.

“Banyak masukan yang kami terima, terutama terkait sanksi dan kewenangan. Semua sudah terekam dengan baik, termasuk pembahasan soal baku mutu yang akan dimuat di dalam perda,” kata Bahar.

Dalam rapat tersebut, pansus mengundang sembilan akademisi dan enam lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan. Meski tak seluruhnya hadir, pansus tetap menampung seluruh masukan tertulis yang diberikan peserta.

“Pembahasan lanjutan akan kami lakukan dua hari di Balikpapan, termasuk bersama tim penyusun naskah akademik,” tambahnya.

Bahar menyampaikan bahwa DPRD Kaltim menargetkan penyempurnaan naskah ranperda rampung sebelum 30 November 2025. Hal ini agar dapat segera di serahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk evaluasi dan sinkronisasi.

“Kami tidak ingin paripurna dulu baru dievaluasi. Targetnya, akhir bulan ini draf sudah masuk ke Kemendagri,” tegasnya.

(ADV)

Back to top button