DIKSI.CO, SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mendorong percepatan pembangunan insinerator sebagai solusi utama di tengah krisis sampah yan...
DIKSI.CO, SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mendorong percepatan pembangunan insinerator sebagai solusi utama di tengah krisis sampah yang terus memburuk dengan produksi mencapai 600 ton per hari.
Namun Pemkot Samarinda dihadapkan pada dilema sosial yang pelik.
Tanah di kawasan Samarinda Seberang yang rencananya akan dijadikan lokasi pembangunan insinerator ternyata telah dihuni oleh sekitar 70 keluarga sejak tahun 2000-an.
Mereka tinggal di atas lahan yang dulunya diberikan sebagai solusi darurat pasca kebakaran besar di Kampung Baqa.
“Dulu tanah itu masih milik Pemkot, dan digunakan warga sebagai tempat tinggal sementara tapi sekarang sudah saatnya digunakan untuk kepentingan yang lebih luas,” ujar Camat Samarinda Seberang, Aditya Koesprayogi.
Ia menegaskan relokasi ini bukan bentuk pengusiran sewenang-wenang tapi bagian dari pengelolaan aset negara yang harus dilakukan secara tertib.
“Kita bukan tidak manusiawi tapi jangan dilihat ini sebagai penggusuran hari ini. Warga sudah menempati lahan itu selama 20 tahun. Itu juga bentuk toleransi pemerintah,” tuturnya.
Namun, ia juga memahami kekhawatiran warga beberapa di antaranya masih mencari penghidupan di sekitar lokasi, sebagian lain berharap penundaan relokasi.
“Saya bilang ke mereka waktu terus berjalan. Ini bukan soal dua atau tiga tahun ke depan, tapi lihat sudah berapa lama Ibu dan Bapak tinggal di sini,” katanya.
Ia menjelaskan kecamatan pun mencoba memfasilitasi warga dengan opsi bantuan sewa rumah sementara.
“Kita sedang survei harga sewa dan insya Allah ada bantuan kami juga membuka informasi soal rumah subsidi meski itu bukan bantuan langsung dari pemerintah,” ungkapnya.
Adapun kondisi lingkungan di kawasan tersebut tergolong padat dan tidak teratur banyak rumah berdiri tanpa izin, bahkan sistem sanitasi dan listrik pun masih dipertanyakan.
“Kami paham warga punya kebutuhan hidup, bahkan ada yang menanam singkong dan pisang di sela-sela rumah. Tapi semua itu tetap harus diatur. Ini soal kepentingan kota, soal menjaga aset negara,” pungkasnya. (*)