DIKSI.CO, SAMARINDA – Polemik isu pemotongan insentif guru yang senter di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) dengan tegas telah dibantah Wali Kota Andi Harun pada dialog pendidikan, Kamis (6/10/2022) malam tadi yang digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Samarinda di salah satu kafe di Jalan Juanda, Kecamatan Samarinda Ulu.
Dalam dialog terbuka itu, orang nomor satu di Samarinda ini bahkan menegaskan ingin menaikan nilai insentif yang diterima para guru diluar mereka penerima tunjangan profesi guru (TPG).
Akan tetapi peningkatan insentif kepada tenaga didik itu ditegaskan Andi Harun harus ideal dengan kapasitas Fiskal Kota Tepian.
“Yang ada di pemikiran kita saat ini, kalau kapasitas fiskal kita mampu kita akan usahakan untuk menaikan (insentif guru). Dan saya sudah sampaikan kepada perwakilan guru dan teman-teman kita semua di ruang dialog terbuka kalau hari ini kapasitas fiskal kita mampu, maka akan kita naikan hari ini juga,” tegas Andi Harun.
Dari ramainya isu yang beredar, kalau Pemkot Samarinda telah membuat kebijakan pemangkasan insentif guru tentu membuat Andi Harun sedikit berang.
Pasalnya, menurut dia dari nilai yang selama ini telah dialokasikan senilai Rp 700 ribu, tidak pernah sedikitpun pemerintah daerah ingin melakukan pemotongan angka insentif tersebut.
“Kalau ada kabar yang mengatakan ada kebijakan pemotongan insentif, maka yang jadi pertanyaan adalah kebijakan apa itu? Karena selama ini, sampai saat ini tidak ada pemangkasan insentif guru kecuali penerima TPG,” tambahnya.
Kendati telah berulang kali menegaskan kalau isu pemotongan insentif guru tidak pernah dilakukan Pemkot Samarinda, namun pria yang karib disapa AH itu mengaku masih saja mendapat beberapa akun media sosial yang terus menghembuskan kabar tersebut.
“Sampai hari ini masih ada satu dua yang berkembang di media sosial kalau Samarinda akan melakukan pemangkasan atau penghapusan insentif. Ini harus klir, jadi saya tegaskan tidak pernah ada kebijakan pemangkasan,” tekannya.
Setelah kembali membantah kabar tersebut, AH kemudian melanjutkan dialognya bahwa saat ini Pemkot Samarinda justru tengah getol membahas dan menilik ruang kapasitas Fiskal Kota Tepian untuk melihat kemungkinan peningkatan insentif guru.
“Kami saat ini sedang memerintahkan Diknas memeriksa ruang penganggaran untuk menghitung kapasitas Fiskal kita yang tadi disebut di APBD dan APBN. Apakah kita mampu menaikan tunjangan insentif dari 700 ke sekian,” imbuhnya.
Sebagaimana yang diketahui, Pemkot Samarinda sejauh ini telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) 420/9128/100.01 pada 16 September 2022 lalu yang berisi pelarangan pemberian insentif kepada guru ASN yang sudah menerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) dengan besaran nilai satu kali gaji.
Hal itu dikeluarkan menyusul Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 4/2022 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Tunjangan Profesi, Tunjangan Khusus dan Tambahan Penghasilan Guru ASN di provinsi, kabupaten/kota, yang sudah diundangkan sejak Januari lalu.
“Straight to the poin, pada bab 4, pasal 10 ayat 2. Dalam pasal 1 mengatakan bahwa ASN di daerah diberikan tambahan penghasilan, yang kedua, pada ayat 2 guru ASN yang dimaksud ayat 1 adalah guru yang belum menerima TPG,” tekannya lagi.
Menilai dari beberapa kabupaten/kota yang ada di Kaltim, AH tak menampik kalau nilai insentif guru di Kota Tepian terbilang kecil dibandingkan Kota Balikpapan. Namun hal tersebut mampu dijelaskannya bisa terjadi lantaran ada perbedaan yang cukup signifikan pada jumlah guru dan sekolah yang ada di antara Samarinda dan Balikpapan.
“Di Balikpapan itu Rp 1 juta, di Samarinda Rp 700 ribu, kenapa bisa begitu? Karena ini lagi-lagi berhubungan dengan kapasitas Fiskal, serta jumlah guru asn dan non asn jauh lebih besar (di Samarinda),” seru mantan Wakil Ketua DPRD Kaltim itu.
Ketika berbicara soal guru, lanjut AH, maka hal itu tidak boleh diluar dari konteks tentang tata kelola keuangan yang baik dan benar.
Terlebih soal penambahan dan jumlah guru yang tentunya berbeda di setiap kabupaten/kota.
“Penambahan kebijakan (jumlah guru) akan melahirkan tambahan anggaran, maka harus dibahas secara bersama sama oleh pemerintah dan dewan, karena tambahan itu akan dimasukan dalam perumusan APBD. Kalau penambahan (guru) setiap tahunnya (terjadi) maka itu akan menambah beban ruang Fiskal yang ada,” pungkasnya.
(tim redaksi)