DIKSI.CO, SAMARINDA - Kasus dugaan suap melibatkan nama Hermanto Kewot mantan legislatif DPRD Kaltim periode 2014-2019, Rabu (24/6/2020) tadi kembali digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Perkaranya yakni suap dana hibah Kelompok Tani Resorta Jaya (KTRJ) yang menghadirkan terdakwa Hermanto sebagai pesakitan via daring oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Rukmini dan Indriasari dengan agenda mendengar keterangan saksi.
Sejak dimulainya persidangan, Majelis Hakim yang dipimpin Abdul Rahman Karim bersama Parmatoni dan Arwin Kusumanta langsung mencecar sejumlah pertanyaan kepada Hermanto untuk mencocokkan kronologi muasal dugaan suap itu bermula.
Yang mana pada agenda sidang sebelumnya telah disampaikan oleh sejumlah saksi.
Dari fakta persidangan, terdakwa Hermanto membenarkan telah meminjam sejumlah uang kepada Bakara selaku Ketua KTRJ penerima dana hibah.
Utang piutang itu dilakukan untuk keperluan pembiayaan pengobatan anaknya yang sedang sakit. Utang Hermanto berjumlah Rp 245 juta yang dikirimkan oleh Bakara secara berjenjang.
Dalam proses pembayaran utang, Hermanto ditagih oleh Mira selaku istri Bakara dan Sugianto tetangganya.
Utang tersebut terhitung dibayarkan sebanyak tiga kali.
"Memang ada keperluan keluarga," ungkap kuasa hukum Hermanto Kewot, Roy kepada awak media usai persidangan.
Namun belakangan, Hermanto baru mengetahui bahwa uang yang dipinjamkan Bakara, rupanya bermasalah. Hasil dari dana hibah yang diterima KTRJ.
Informasi itu ia dapat dari media massa pada tahun 2016 silam yang mengabarkan saksi Bakara bernyanyi di Polda Kaltim saat memberikan sejumlah keterangan dalam laporan dugaan suap.
"Seperti keterangan yang disampaikan dalam sidang sebelumnya. Uang itu diberikan Bakara, sebagian ke Dahri Yasin dan Joseph. Dan terdakwa saat itu tidak mengetahui, bahwa uang yang dipinjamkan tersebut dari dana hibah itu juga," bebernya.
Sementara itu ketika ditanya oleh JPU, Hermanto menjelaskan bahwa peminjaman uang dilakukannya dalam rentan waktu cukup lama setelah dana hibah KTRJ cair. Seperti diketahui, pencairan hibah dana KTRJ berlangsung pada Januari 2014. Sementara Kewot meminjam sejumlah uang di antara bulan Agustus dan September tahun 2015.
"Saat meminjam uang pertama kali sebesar 10 juta, kemudian 5 juta dan 10 juta lagi. Itulah disampaikan terdakwa di dalam persidangan," terangnya
"Pinjamnya itu juga tidak langsung sebesar Rp 245 juta. Tapi putus-putus karena anaknya sakit. Jadi utang itu hanya untuk keperluan keluarga aja," tandasnya.
Diketahui dalam sidang sebelumnya, Ketua KTRJ mengajukan permohonan bantuan hibah untuk perbaikan tanggul dan pembangunan pintu tambak di Sungai Segara, Desa Tani Baru, Anggana, Kutai Kartanegara, sebesar Rp 6,28 miliar ke DPRD Kaltim pada medio Agustus 2012 ke Fraksi Golkar.
Permohonan itu diajukan ketika Bakkara bertandang ke ruang kerja Dahri Yasin, yang kala itu juga ada Hermanto Kewot di ruangan tersebut.
Dahri Yasin dan Hermanto Kewot saat itu bersama-sama sebagai anggota Banggar DPRD Kaltim. Dahri berujar ke Kewot jika Bakkara merupakan anggotanya dan meminta bantuan Kewot, saat itu sama-sama anggota badan anggaran DPRD Kaltim, untuk membantu usulan hibah itu diterima ketika pembahasan APBD Kaltim 2013.
Singkatnya, permohonan hibah diterima KTRJ, namun tak sebesar usulan yang diajukan semula. Kelompok tani ini ditetapkan dalam Naskah Penerima Hibah Daerah (NPHD) Kaltim bernomor 017/KT-Bj/XI/2013 tertanggal 25 November 2012 dengan menerima dana sebesar Rp 3,85 miliar.
Selepas menerima bantuan pemerintah, dalam kurun Agustus 2014 hingga Agustus 2015, Bakkara menyetorkan sejumlah uang senilai Rp 225 juta ke terdakwa Hermanto Kewot lewat setoran tunai bank.
Dengan perincian, pada 4 Agustus 2014, sebesar Rp 15 juta, berlanjut 9 Maret 2015 Rp 40 juta, kemudian 18 Maret Rp 35 juta, pada 7 Mei 2015 Rp 5 juta, pada 13 Mei 2015 Rp 5 juta, pada 25 Mei 2015 Rp 20 juta, dan terakhir pada 14 Agustus 2015 sebesar Rp 125 juta.
Total ada tujuh kali transaksi uang yang dikirimkan ke rekening terdakwa Kewot. Selain itu, selama transaksi, Bakkara tak menggunakan nama aslinya.
Menurut JPU, pemberian sejumlah uang ini diduga merupakan bonus atas bantuan terdakwa untuk memuluskan bantuan tersebut. (tim redaksi Diksi)