DIKSI.CO, SAMARINDA - Sidang kasus rasuah proyek fiktif pembangunan Tangki Timbun dan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), kembali bergulir secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda pada Selasa (29/6/2021) sore kemarin.
Dengan kembali menghadirkan mantan Direktur Utama PT MGRM, Iwan Ratman yang saat ini tengah menjalani masa penahanannya di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolresta Samarinda, melalui sambungan virtual.
Persidangan yang dipimpin oleh Hasanuddin selaku Ketua Majelis Hakim, dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai Hakim Anggota, kini telah memasuki agenda pembacaan eksepsi dari terdakwa, yang diwakili oleh Kuasa Hukumnya, Sudjanto.
“Sidang dengan nomor perkara 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, dengan ini kembali dibuka secara umum,” ucap Hasanuddin ketika membuka persidangan ditandai dengan ketukan palu.
Setelah persidangan kembali dibuka majelis hakim, Kuasa Hukum Iwan Ratman langsung dipersilahkan untuk membacakan sanggahannya atas dakwaan yang sebelumnya disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim, Emanuel Ahmad.
Singkat cerita, Kuasa Hukum Iwan Ratman menyampaikan tiga poin eksepsi didalam persidangan. Yang pertama, terkait sengketa perdata.
"Kemudian PI itu, bukan berasal dari uang negara. PI itu uang kontraktor swasta, yang diberikan kepada Persero. Jadi banyak orang yang salah paham di sini," ungkap Sudjanto.
Disampaikan didalam dakwaan JPU pada persidangan sebelumnya. Bahwa asal usul anggaran yang digunakan PT MGRM untuk proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu berasal dari Deviden Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen.
Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp70 miliar yang diterima Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola PT MGRM. Dari Rp70 milar ini, Rp50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon.
Atas dasar itu, Kuasa Hukum terdakwa menyebut, bahwa anggaran yang dikelola PT MGRM, bukanlah uang negara. Melainkan pemasukan deviden dari Persero kepada Pemkab kukar melalui Pemprov Kaltim.
"Jadi kalau disebut uang negara, kenapa PI ini tidak dikasih masuk ke Pemkab. Karena PI itu tidak boleh dikasih masuk ke Pemkab. Itu akan batal dan akan ditarik ke pemilik Perusahaan Kontraktor. Dan uang itu bukan masuk ke PT MGRM, tapi masuknya ke tingkat provinsi. Dari provinsi 10 persen dibagi dua. Untuk 60 sekian persen masuk ke Provinsi. 33 persen masuk ke Pemkab," jelasnnya.
Dari anggaran yang diterima PT MGRM membangun tangki timbun dan terminal BBM, rupanya Rp50 miliar ini dialirkan ke PT Petro TNC Internasional. Yang tak lain, merupakan perusahaan bentukan terdakwa bersama keponakannya. Dana sebesar itu dialirkan ke PT Petro TNC Internasional dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerjasama proyek pembangunan.
"Kemudian yang kedua. Menurut kami jaksanya harus cermat. Apakah ini dia sendiri mengaku disitu ditulisnya perdata perjanjian. Kalau perdata perjanjian kenapa masuk ke ranah tindak pidana," terangnya.
Hemat Sudjanto, alasan dibalik sanggahannya, dakwaan yang diberikan kepada terdakwa tidak lah sesuai. Dengan apa yang telah dilakukan terdakwa.
"Ketika tindakan itu dilakukan, disitulah akan dia didakwa. Misalnya mengambil uang orang, atau transfer orang. Kenapa ini larinya (didakwakan) ke sini. Kalau dia mengambilnya (didakwakan) ke sini, berarti menurut undang-undang 40 tahun 2007. Karena itu kan Persero. Nah kalau Persero berartikan perdata. Sekira itu saja yang saya sampaikan," tandasnya.
Setelah mendengarkan bacaan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. Ketua Majelis Hakim Hasanuddin kemudian meminta kepada JPU Emanuel Ahmad, untuk mempersiapkan tanggapannya atas eksepsi yang telah disampaikan terdakwa melalui Kuasa Hukumnya.
"Persidangan akan kembali dilangsungkan Selasa (6/7/2021) depan. Dengan agenda tanggapan eksepsi dari penuntut umum. Sidang ditunda," tutup Hasanuddin sembari mengetuk palu persidangan.
Disampaikan d idalam fakta persidangan sebelumnya. Terdakwa Iwan Ratman Bin Mansyur Yusuf, diangkat sebagai pimpinan di Perusda milik Pemkab Kukar yang bergerak di bidang minyak dan gas tersebut, berdasarkan Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 304/SK-BUP/HK/2018 pertanggal 7 September 2018.
Kala itu, JPU Emanuel menyampaikan sandungan perkara yang kini menjerat terdakwa berlandaskan penyalahgunaan jabatan. Dimana dengan posisinya sebagai pucuk pimpinan di PT MGRM, terdakwa secara leluasa telah mengalihkan dana sebesar Rp50 miliar ke PT Petro TNC Internasional.
Dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama dalam proyek pembangunan Tangki Timbun dan Terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Disebutkan anggaran yang yang digunakan untuk proyek pembangunan tangki timbun di tiga daerah berasal dari deviden Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen.
Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh MGRM. Dari Rp70 milar ini, Rp50 miliar diantaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon.
Namun sampai saat ini pembangunan itu tidak pernah ada. Alih-alih hendak dilaksanakan, uang sebesar Rp50 miliar itu justru dialihkan ke perusahaan yang tak lain merupakan bentukan Iwan bersama keponakannya. Pria yang pernah dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD tersebut, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International.
Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman akan menilap uang puluhan miliar tersebut. Kerugian negara sebesar Rp50 miliar tersebut, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur dengan Nomor : LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 20201.
Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 SAyat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (tim redaksi Diksi)