DIKSI.CO, SAMARINDA - Kesekian kalinya, sidang kasus kelalaian hingga menyebabkan hilangnya nyawa balita Ahmad Yusuf Gazali (4) kembali ditunda majelis hakim pada Kamis (16/7/2020) sore tadi.
Persidangan beragenda putusan ditunda ketua majelis hakim Agung Sulistiyono yang didampingi Budi Santoso dan Hasrawati Yunus.
Lantaran ketiganya belum bermusyawarah terkait putusan yang akan dijatuhkan kepada kedua terdakwa, Marlina dan Tri Suprana Yanti.
"Dengan ini, sidang ditunda hingga Senin 20 Juli mendatang," singkat Budi Santoso yang baru saja membuka persidangan.
Menanggapi sidang yang kembali ditunda oleh majelis hakim, Bambang Sulistyo ayah mendiang Yusuf mengungkapkan kekecewaannya.
Bambang mengatakan, terhitung sidang tertunda sudah sebanyak lima kali. Ia menyayangkan sidang kali ini ditunda majelis hakim dengan alasan belum menyelesaikan berkas putusan bagi kedua terdakwa.
Sedangkan jadwal persidangan tersebut telah ditetapkan hari ini oleh para majelis hakim sendiri.
"Seharusnya kalau memang belum siap karena waktu yang mepet, ya mending dijadwalkan hingga pekan depannya, agar lebih bagus lagi," ucap Bambang.
Pasalnya, tidak sekali pihak keluarga menunggu cukup lama untuk mengikuti persidangan yang berlangsung.
Namun ketika sidang dimulai justru ditunda begitu saja oleh majelis hakim.
"Karena kami ini hanya banyak menunggu dari pagi. Kecewa. Karena kami ingin mendengarkan hasil putusan dari hakim yang memimpin sidang kasus anak saya ini," ungkapnya.
Bambang mengaku menghormati setiap keputusan yang ada didalam persidangan.
Kendati demikian ia mengharapkan agar proses berjalannya hukum tidak main-main dalam kasus anaknya tersebut.
Sementara itu, kekecewaan tidak hanya dirasa oleh keluarga. Ialah Naumi Supriadi selaku Koordinator Nasional (Kornas) Tim Reaksi Cepat Pelindung Anak (TRC PA) yang kali ini datang untuk mendengarkan keputusan langsung dari majelis hakim PN Samarinda.
Naumi sapaan karibnya, mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim yang untuk kesekian kalinya menunda
"Ditunda dengan alasan bahwa mereka belum bermusyawarah untuk keputusan," ungkapnya kepada saat dijumpai di PN Samarinda.
Dengan kembali ditundanya sidang kasus balita Yusuf, menurutnya justru dapat memberikan citra buruk bagi PN Samarinda.
"Mestinya tidak usah jadwalkan. Kita sudah menunggu cukup lama, ini jadi citra buruk juga buat pengadilan di sini. Ini bisa dilaporkan ke pusat dengan cara kinerja seperti ini," ucapnya.
Dalam kesempatan itu pula, Naumi menaruh harapan agar kasus Balita Yusuf mendapatkan keadilan setinggi-tingginya di mata hukum.
Naumi menyampaikan keyakinannya bahwa penyebab mendiang Yusuf ditemukan meninggal dunia setelah hilang selama dua pekan lamanya bukanlah murni kecelakaan ataupun kelalaian.
"Walaupun hasil otopsi tim forensik menyatakan bahwa tidak ada kekerasan ditemukan pada ananda Yusuf, itu hak beliau-beliau di sana penegak hukum. Namun intuisi saya tidak pernah salah," imbuhnya.
Nama Naumi Supriadi memang tak asing terdengar ditelinga masyarakat. Pada tahun 2015, ia mendampingi kasus anak perempuan bernama Anggelina di Bali.
Atas kegigihannya, ia dapat mengungkap fakta bahwa, hilangnya Angelina kala itu merupakan kasus pembunuhan. Jasad Angelina pun berhasil ditemukan di kandang ayam saat itu oleh kepolisian Polda Bali.
Menurutnya, kasus yang menimpa anak dari pasangan Bambang Sulistyo dan Melisari itu hampir serupa dengan kasus mendiang Angelina.
Namun ia menegaskan, bahwa bedanya penanganan dan pengungkapan kasus yang ditangani oleh Polda Bali sangat cepat.
Karena kinerja kepolisian di sana sangat antusias menanggapi kasus anak.
"Karena Kapolda tahun 2015 pada saat itu turun langsung dalam waktu dua minggu langsung dapat menemukan mayat (Angelina)," cetusnya.
Naumi menyebut, penanganan kasus meninggalnya mendiang Yusuf sangat lambat.
Ia bahkan menaruh kekecewaan kepada kepolisian setempat, yang justru menuding TRC PA dianggap mengganggu proses penyelidikan kasus mendiang Yusuf dikala itu.
"Kalau kasus ananda Yusuf dengan hilangnya, agak sedikit lambat (kinerjanya) saya bilang. Saya tidak mengurangi rasa hormat saya kepada teman sahabat polisi bekerja. Tapi karena banyak indikasi praduga ini itu, terus merasa TRC PA disini mengganggu penyidikan," kata Naumi.
"Sebenarnya tidak akan terganggu penyidikan itu, kalau mereka menerima kalau TRC PA itu adalah mitra mereka. Karena dibalik itu kami ikut mengungkap fakta. Orang yang menyembunyikan fakta pasti merasa bahwa TRC PA adalah penganggu," lanjutnya.
Dengan tegas Naumi mengatakan bahwa kasus Balita Yusuf bukanlah murni unsur kelalaian. Ia menduga ada fakta yang berusaha ditutupi dalam penanganan kasus tersebut.
"Saya yakin, kasus ananda Yusuf bukan unsur kelalaian. Ini ibunya (Melisari) dia yang mengandung anaknya sembilan bulan, tidak yakin anaknya kecelakaan," ungkapnya.
Kendati demikian, ia mengaku tetap menghargai penanganan yang sudah berlangsung. Kini kasus balita Yusuf masih berproses di persidangan. Kendati demikian ia berharap, agar dalam putusan majelis hakim nantinya, agar Peninjauan Kembali (PK) pengungkapan penyebab meninggalnya Balita Yusuf.
"Tetap menghargai keputusan, tapi saya berharap ada yang mengambil banding. Sehingga bisa PK atau peninjauan kembali. Cuma memang harus bekerja keras kita. Karena tidak mungkin makam Yusuf dibongkar lagi. Jadi berharap ada saksi baru yang ingin bersaksi," ucapnya.
"Dalam Intuisi saya, kasus pembunuhan Angelina sedikit mirip. Kasus Yusuf ini seperti ada yang disembunyikan dan ada yang tidak jujur. Makanya kalau sampai PK saya berharap ada pisikolog yang menurunkan tes uji kebohongan. Karena masih janggal diinsting saya," ujarnya lagi.
Dengan kembali ditundanya sidang kasus kelalaian hingga menyebabkan hilangnya nyawa balita Yusuf tersebut, Naumi menganggap bahwa PN Samarinda tidak serius menangani kasus anak.
"Penundaan lima kali, ini tidak benar. Ngga boleh. Ngga santun caranya. Mereka digaji dengan uang pajak kita juga. Jadi tidak boleh seperti ini. Seperti tidak serius menangani kasus anak disini. Ketidak seriusan pejabat negeri ini, jadinya ya seperti ini. Jadi janganlah meremehkan kasus anak," pungkasnya. (tim redaksi Diksi)